Laporkan Masalah

EVALUASI LOKASI EKSISTING SHELTER DAN KARAKTERISTIK PENGGUNA BUS RAPID TRANSIT (BRT) TRANS-SEMARANG PADA DUA KORIDOR PELAYANAN DI KOTA SEMARANG

MAHARANI DAGI SAPUTRI, Drs. B.S Eko Prakoso, MSP

2014 | Skripsi | PEMBANGUNAN WILAYAH

Pemerintah Kota Semarang mengambil langkah untuk dapat menguraikan kemacetan yang sering terjadi dengan mengoperasikan Bus Rapid Transit (BRT) ‘Trans -Semarang’ sebagai transportasi publik massal yang diharapkan dapat memberikan pelayanan lebih baik serta ketepatan waktu dan kenyamanan kepada penumpang. Pengoperasian BRT ‘Trans-Semarang’ tidak dapat terlepas dari infrastruktur pendukung yakni shelter. Keberadaan letak sebuah shelter tentunya sangat mempengaruhi jangkauan penumpang. Letak shelter dianggap optimal apabila letak tersebut diperkirakan dengan mempertimbangkan bangkitan dan tarikan serta jangkauan penumpang. Penelitian yang dilakukan di Kota Semarang ini bertujuan untuk (a) mengidentifikasi lokasi eksisting shelter BRT Trans-Semarang, (b) mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi pengguna BRT yang dapat mempengaruhi dominasi demand, dan (c) mendeskripsikan jangkauan pengguna BRT terhadap keberadaan shelter. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survei melalui pengamatan langsung di lapangan dengan kuesioner sebagai alat bantu wawancara dalam pengumpulan data primer dan informasi. Data didapatkan dengan menggunakan purposive sampling pada 18 shelter dari total 69 pasang yang tersebar di dua koridor. Sampel responden ditentukan menggunakan quota sampling dengan jumlah total 250 responden. Hasil dari penelitian berupa deskripsi kualitatif. Deskripsi hasil penelitian juga didukung oleh analisis peta jangkauan pengguna BRT terhadap keberadaan shelter. Hasil yang diperoleh adalah (a) terdapat 69 pasang shelter yang tersebar pada dua jalur koridor BRT Trans-Semarang, keberadaan shelter dipengaruhi oleh bangkitan dan tarikan kawasan yang berada disekitarnya. (b) Pengguna BRT sebagian besar merupakan masyarakat dengan umur rata-rata 14 – 27 tahun dengan penghasilan yang relatif rendah yakni 0 – 2.000.000 rupiah dan memiliki pekerjaan yang mendominasi diantaranya adalah Pelajar, Mahasiswa, Karyawan Swasta, hingga pelaku Wiraswasta. Tidak semua kondisi sosial ekonomi berpengaruh terhadap jumlah intensitas penggunaan BRT per minggunya. (c) Shelter yang berada di pusat perkotaan sebagian besar responden berasal pada jangkauan buffer 0 – 400 meter, sedangkan shelter yang menjadi titik simpul awal perjalanan lebih bervariatif pola jangkauannya

The Government of Semarang City took a further step to reduce the traffic jam by operating Bus Rapid Transit (BRT) Trans-Semarang as a mass public transportation that would be able to give better service with time precision and comfort to passengers. The operation of BRT Trans-Semarang could not be separated from the supporting shelter infrastructure. The location of shelter could affect the passengers range. The location of a shelter was deemed effective when it estimated the buildings and attraction around the passengers range. This research was done in Semarang City. It aimed (a) to identify the existing shelter of BRT Trans Semarang (b) to describe the social economic condition of the community that could affect the demand domination (c) to describe the users range against the shelter location. The methods used in this research were surveys and direct surveillance with questionnaire as interview tools to muster the primary data and information. Data was obtained using the purposive sampling in 18 shelters from 69 pairs that spread in 2 corridors. Respondents samples were determined by using the sampling quota with total of 250 respondents. The results of the research were qualitative descriptions. Description results were also supported by a passengers range map analysis of BRT users against the location of shelter. The results were (a) there were 69 pairs of shelters that spread in 2 way corridors BRT Trans Semarang. The location of shelter was affected by buildings and the attractions around it. (b) most of BRT users were community of 14-27 years old average with low income ranged from 0 – 2.000.000 IDR and most of them were students, scholar, private employees to enterpreneur. Not all social economic conditions affect the BRT users per week. (c) most shelters that located in downtown had buffer range from 0 – 400 meters. In the other hand, the shelters that became the main travel node were more variative in range pattern

Kata Kunci : Bus Rapid Transit (BRT), shelter, jangkauan, penumpang, Kota Semarang.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.