Makna Kopi Bagi Masyarakat Gayo
ABYATAR, Prof. Dr. Partini, SU.
2014 | Skripsi | SosiologiKajian pemaknaan kopi dari sudut pandang masyarakat penghasil kopi belum banyak diteliti, maka kajian yang mendalam layak dilakukan. Kajian ini menyingkap makna kopi bagi masyarakat Gayo dari berbagai sudut pandang dan persepsi yang diantaranya ditelusuri melalui serangkaian proses konsumsi maupun produksinya. Maksud dan tujuan kajian atas makna kopi bagi masyarakat Gayo ini adalah mencari tahu dan mengungkap makna kopi dalam ranah dan habitus yang berbeda. Menggunakan kekuatan metode fenomenologi dalam penelusuran dan memperbandingkan antar sudut pandang, persepsi akan terkuliti dan pemaknaan yang mendalam akan tergambar. Penelusuran persepsi makna kopi bagi masyarakat Gayo menggunakan kacamata teori Bourdieu dan Edward Said sebagai kolaborasi. Teori Bourdie dimanfaatkan untuk membentuk bingkai keragaman persepsi melalui konsep ranah dan habitus; sedangkan teori Said mempertimbangkan persepsi paska kolonial yang menghegemoni pikiran dan identitas ke-timur-an. Keduanya dijembatani oleh konsep Bourdieu lainnya mengenai selera yang selalu berada dalam konteks pemaknaan. Dalam penelusuran berbagai persepsi itu terungkap suatu makna kopi bagi masyarakat Gayo dalam tiga ranah yang berbeda. Pertama adalah makna kopi masyarakat Gayo sangat kental dengan hegemoni pengetahuan berbasis kepentingan kolonial. Hal ini tergambar hingga masa kini dalam selera kopi kebanyakan masyarakat Gayo seperti dapat ditemui di warung kopi saring. Namun, kedua, hal tersebut perlahan berubah dengan masuknya pengetahuan melalui ruang minum kopi baru semacam café yang menjamur 2 tahun belakangan. Selera mulai diperbincangkan yang berarti secara tidak langsung memperbincangkan diskursus yang selama ini menghegemoni. Konsekuensinya, ketiga, muncul “penikmat kopi†yang berada di sisi yang lain dari “peminum kopiâ€. Berbagai latar belakang seperti pekerjaan, generasi, dan identitas gender mulai berhadapan dan terpisah secara ranah dalam klasifikasi yang muncul akibat perbincangan selera. Ketika ranah pemaknaan dari penelusuran akan pola selera menemukan maknanya, ternyata ada sisi lain yang memengaruhi keluasan makna akan kopi tersebut. Pengalaman keseharian dan persepsi ekonomis membatasi sekaligus memperluas makna kopi bagi masyarakat Gayo. Makna kopi dapat diperbincangkan dalam ranah seperti kesejahteraan, peran pemerintah, hingga intrik-intrik teknis yang menimbulkan sentimen antar pemain kopi dalam rantai produksi. Dalam epilog kemudian tergambar bahwa selera yang dahulu terhegemoni kini justru diputarbalikkan dan menjadi senjata dalam sebuah “proyek†paska kolonial. Ketika selera yang dikonstruksi kemudian diperbincangkan, maka rekonstruksi sedang dilangsungkan. Ranah serta habitus yang berbeda melahirkan makna yang berbeda. Masyarakat Gayo yang tidak hanya melihatnya makna kopi dari ranah konsumsi yang lekat dengan selera, namun juga melihatnya dari sejengkal perutnya yang diisi dari uang penjualan kopinya. Kata kunci: makna, kopi, Gayo, selera, orientalisme, habitus, ranah
The study of meaning from the standpoint of coffee producer communities not been much studied, so it is worth to do indepth studies for this issue. This study reveal the meaning of coffee for the people of Gayo who have a different viewpoints and perceptions because of specific consumption and production processes. The purpose and objective assessment of this study is to find out and reveal the meaning of coffee in different arena and habitus. Using the power of the phenomenological method in tracking and comparing the interpoint of view, the perception will be visible and deep meanings are drawn. To see the perception of the meaning of coffe for Gayo people, this study will use Edward Said's theory of Bourdieu as a collaboration. Bourdie theory used to form the frame of the diversity of perception through the realm of concepts and habitus; Said theory while considering the perception of post-colonial hegemony and identity of eastern. Both of them are bridged by the other concept of Bourdieu which is; taste. In the perceptual search revealed a variety of coffee meaning for the Gayo people in three different domains. First, the meaning of coffee is based by the knowledge and hegemony of colonial interests. This is illustrated by the people who appear on the “warung kopi saringâ€. But, secondly, it is slowly changing by knowledge through a new space for coffee consumption like café which flourishing 2 years ago. Tastes began to be discussed which means indirectly discussing discourse and hegemony. Consequently, third, appeared \\"coffee lovers\\" and \\"coffee drinkers\\". Various backgrounds such as job, generation, and gender identity and began dealing in the arena separate classification arising from the discussion tastes. When the arena of meaning find its pattern, there is another side which affect the breadth of meaning. Everyday experiences and perceptions limiting and expanding on the same time the meaning of coffee. Meaning in the arena of coffee can be discussed as welfare, the role of government, to the technical intricacies cause sentiment among the players in the coffee production chain. In the epilogue then drawn that which time ago; taste hegemonized, now twisted into a weapon in a “post-colonial projectâ€. When tastes are constructed and then discussed, the reconstruction is in progress. Arena as well as the different habitus gives different meanings. Gayo people who not only see it from the arena of consumption and not only talk about taste, but also see it from their mode of production and income. Keyword: meaning, coffee, Gayo, taste, orientalism, habitus, arena
Kata Kunci : makna, kopi, Gayo, selera, orientalisme, habitus, ranah