Efektivitas ICT (Immunochromatographic test) sebagai diagnosis pengganti mikroskopis malaria Falciparum

UTAMI, Basundari Sri, Prof.Dr.dr. Rusdi Lamsudin, SpS(K),M.Med.Sc

2001 | Tesis | S2 Ilmu Kedokteran Klinis

Latar belakang. Metoda standar diagnosis malaria sampai saat ini berdasar kepada hasil baca mikroskopis, dengan menemukan parasit di dalam darah penderita. Untuk daerah endemis malaria dengan tenaga mikroskopis dan fasilitas laboratorium tidak tersedia, diagnosis malaria ditegakkan dengan dasar gejala klinis. Diagnosis dengan cara ini tidak spesifik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu cara diagnosis yang sederhana, mudah, akurat dan cost effective yang dapat diiplementasikan dalam program pemberantasan. HW-2 adalah protein yang diproduksi oleh P.$aZciiparum, protein ini sudah dikembangkan menjadi alat diagnosis malaria faZciipanrm dengan metode immunochromato~aphic (ICT) dan sudah tersedia secara komersial.Tes ini sederhana dan tidak memerlukan peralatan atau pelatihan khusus. Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan perbedaan reliabilitas, validitas dan cost effectiveness hasil diagnosis mikroskopis dan ICT dalam menentukan parasitemia positif dan negatif di lapangan. Metode. Penelitian dilakukan di Kabupaten Purworejo dengan melakuh serangkaian penelitian terhadap 172 tersangka penderita malaria dengan rancangan penelitian potong lintang, yang terdiri atas uji reliabilitas, uji validitas hasil pemeriksaan mikroskopis dan ICT, penghitungan nilai cost effective pemeriksaan mikroskopis dan ICT. Hasil. Kesepakatan hasil pemeriksaan antar petugas mikroskopis termasuk dalam kategori baik dengan dai kappa 0,69 dan kesepakatan antar petugas ICT masuk dalam kategori sangat baik dengan nilai kappa 0,93. Diagnosis mikroskopis menunjukkan rata-rata sensitifitas, spesitisitas, h a s i , nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kecenderungan positif dan negatif masing-masing adalah: 72,5 %, 93,7, 83,7, 91,5,79,2,12,8 dan 0,28 dengan LR+ = 11,2 - 16,l. Diagnosis ICT menunjukkan rata-rata sensitifitas, spesifisitas, akurasi, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kecenderungan positif dan negatif untuk hasil pem- ICT masing-masing adalah: 75%, 92,3, 83,6, 89,6, 80,3, 10,2 dan 0,26 dengan LR + = 9,6 - 1 1,3. Cost effectiveness diagnosis mikroskopis adalah Rp 883.289,83 per diagnosis dengan jumlah diagnosis benar 144, dan untuk ICT adalah Rp 301.489,29 per diagnosis dengan j d a h diagnosis benar 145 (84,3%). Kesipulan. ICT secara statistik lebih reliabel, valid dan cost effective dibanding mikroskopis.

Back ground. Microscopic diagnosis, remains currently the Gold Standard for detecting and identifling mataria parasite. Unfortunately these conditions are often not met, particularly at the peripheral level of the health care system, out side of Java-Bali islands. Clinical diagnosis has been the feasible at the periphery level of the health care system, where laboratory support does not exist, however these are very non specific. For these reasons, it is needed the fast, simple and cost effective diagnostic tool of malaria diagnosis, that can be implemented in the control program. Commercial kits currently available to detect HRP-2 of P.falciparum only. These test are simpler to perform and to interprete, they do not require electricity, special equipment or training. Objective. The obyective of this study are to measure the reliability, validity and cost effectiveness of the 2 diagnostic tools, the convention (microscopic) and the rapid (ICT) diagnostic test. Method. A cross sectional study design was conducted, for 172 malaria suspect cases, and measuring as the the followings: (a) inter observer agreement in the interpretation of micioscopy and ICT examination, (b) validity of microscopy and ICT examination to define positive from negative parasitaemia cases, (c) ccrst effectiveness of microscopy and ICT diagnosis, (d) incremental analysis. Result. Agreement among 4 microscopist produce substantial agreement ( kappa value = 0.69) and among 3 ICT examiners showed almost perfect agreement (kappa value = 0,93). The rate of sensitivity, specificity, positive predictive value, negative value of the microscopy examination against gold standard, were72.5%, 93.7, 91.5, 79.2 respectivelywithLR+= 11,2- 16,1, and for the ICT were 75%, 92.3, 89.6, 80.3 respectively with LR + = 9,6 - 11,3. From the cost effectiveness and incremental analysis showed that ICT as diagnostic tool could reduce the diagnostic cost Rp 581.800,54 (65,8%) for improving 1 diagnosis than microscopy. Conclusion. It was concluded that ICT is statistically reliable, valid and Mbre cost effective as a diagnostic todt than microscopy.

Kata Kunci : Epidemiologi Malaria Falciparum, Diagnosa, ICT, microscibpy, ICT, diagnostic, malaria, cost effectiveness.