MODIFIKASI SIFAT SWELLING HIDROGEL KARAGENAN Eucheuma cottonii DENGAN PROSES DESULFASI, OVERSULFASI, DAN CROSSLINKING
SPERISA DISTANTINA, Prof. Ir. Rochmadi, S.U., Ph.D.; Ir. Mohammad Fahrurrozi, M.Sc., Ph.D; Wiratni, S.T., M.T., Ph.D.
2014 | Disertasi | S3 Teknik KimiaHidrogel adalah jaringan polimer tiga dimensi dengan ikatan silang (crosslinked), yang mampu swelling atau menyimpan air dan larutan fisiologis, serta tidak mudah larut. Sifat swelling hidrogel yang mampu merespon perubahan pH memberikan potensi untuk diaplikasikan di bidang biomedis. Karagenan kappa, polimer alam tersulfasi dipungut dari rumput laut, merupakan bahan baku alternatif yang menarik untuk sintesis hidrogel. Proses desulfasi menggunakan alkali pada pemungutan karagenan dari rumput laut merupakan upaya untuk menghasilkan struktur pembentuk gel. Karena gugus sulfat merupakan gugus yang dapat terionisasi pada pH tertentu, maka penambahan gugus sulfat atau proses oversulfasi pada karagenan yang telah mengalami desulfasi diprediksi dapat menghasilkan sifat swelling hidrogel yang dapat diaplikasikan pada pH tertentu. Gel karagenan yang masih mudah larut menunjukkan kecepatan hidrasinya tidak terkontrol. Untuk mengatasi hal ini, maka upaya meningkatkan kestabilan gel melalui pembentukan ikatan silang kovalen atau proses crosslinking diperlukan. Tampak bahwa proses desulfasi, oversulfasi dan crosslinking diprediksi dapat digunakan untuk memodifikasi struktur karagenan kappa sehingga menghasilkan sifat swelling hidrogel yang dapat dirancang untuk aplikasi pada pH tertentu. Penelitian ini memodifikasi sifat swelling hidrogel berbasis karagenan yang dipungut dari rumput laut Eucheuma cottonii, Indonesia dengan proses desulfasi, oversulfasi, dan crosslinking. Penelitian ini difokuskan mempelajari peran proses desulfasi, oversulfasi, dan konsentrasi glutaraldehid pada proses crosslinking terhadap sifat swelling hidrogel. Perilaku swelling hidrogel terhadap perubahan pH dan garam juga dipelajari. Pada proses desulfasi, penambahan alkali pada rumput laut dilakukan dengan dua metode yang berbeda. Pada metode ekstraksi dengan alkali, desulfasi dan ekstraksi karagenan dilakukan secara simultan. Sementara itu, pada metode perlakuan awal dengan alkali, desulfasi dilakukan sebelum ekstraksi karagenan dengan pelarut akuades. Variabel yang diamati adalah jenis pelarut (akuades, NaOH, dan KOH). Data yang diukur adalah yield, kadar sulfat, spektrum FTIR, gel strength, suhu pembentukan gel dan suhu pelelehan gel. Metode desulfasi yang dipilih adalah metode yang menghasilkan karagenan yang dapat dimodifikasi dengan proses oversulfasi dan crosslinking. Pada proses oversulfasi, larutan karagenan yang telah mengalami desulfasi direaksikan dengan larutan K2SO4. Variabel yang diamati adalah kadar K2SO4. Data yang diamati adalah kadar sulfat dan spektrum FTIR. Untuk mengetahui sumber larutan sulfat yang sesuai untuk sulfasi karagenan, oversulfasi diverifikasi menggunakan larutan H2SO4. Pada tahap crosslinking, reaksi crosslinking karagenan dengan glutaraldehid (GA) dilakukan dengan 2 cara, yaitu metode sistem homogen dan metode sistem heterogen (film immersion dengan thermal curing). Pada sistem homogen, larutan karagenan dicampur dengan glutaraldehid, sedangkan pada sistem heterogen, film karagenan direndam dalam larutan glutaraldehid dan dilanjutkan curing. Variabel yang diamati adalah kadar glutaraldehid, peran desulfasi, peran oversulfasi. Data yang diukur adalah kemampuan swelling pada variasi media perendaman, analisis termal, dan spektrum FTIR. Proses desulfasi melibatkan degradasi karagenan. Dibandingkan NaOH, KOH lebih sesuai sebagai sumber alkali pada proses desulfasi, karena mampu mendorong pembentukan gel dan degradasi lebih rendah. Desulfasi menggunakan metode perlakuan awal dengan alkali KOH menghasilkan karagenan yang dapat di-oversulfasi dan di-crosslinking dengan sistem heterogen. Crosslinking karagenan ini menghasilkan hidrogel dengan nilai swelling degree lebih tinggi dan sensitiv terhadap pH dibandingkan karagenan yang dihasilkan tanpa desulfasi. Proses oversulfasi karagenan menggunakan K2SO4 diperkirakan melibatkan reaksi antara sulfat dengan gugus hidroksil pada rantai C6 di unit (1,3)-β-Dgalaktosa. Oversulfasi mampu meningkatkan jumlah gugus sulfat tanpa mengurangi struktur pembentuk gel yang dihasilkan dari desulfasi. Oversulfasi karagenan dapat menghasilkan hidrogel, yang diprediksi merupakan ikatan silang ionik antara sulfat dan kation K+. Pada media pH netral, kemampuan swelling-nya lebih tinggi dibandingkan hidrogel yang dihasilkan dari crosslinking dengan glutaraldehid. Crosslinking karagenan hasil oversulfasi dengan glutaraldehid tidak menunjukkan perbedaan sifat swelling dibandingkan tanpa crosslinking. Crosslinking melibatkan reaksi antara gugus hidroksil dari karagenan dengan gugus aldehid dari glutaraldehid membentuk ikatan asetal. Karagenan Eucheuma cottonii dapat di-crosslinking dengan sistem heterogen. Jumlah glutaraldehid (0,0992 – 0,1797 g GA/ g film) semakin banyak menyebabkan jumlah ikatan silang meningkat, sehingga nilai swelling degree semakin rendah. Hidrogel berbasis karagenan Eucheuma cottonii menunjukkan sifat swelling yang dapat merespon perubahan pH dan garam. Urutan swelling degree pada variasi pH media mengikuti akuades < larutan fisiologis (buffer fosfat, pH~7.4) < larutan basa (NaOH 0,1 M, pH~13). Hidrogel yang dihasilkan tidak stabil dalam larutan asam (pH~1) karena karagenan terhidrolisis. Urutan nilai swelling degree di larutan garam mengikuti NaCl > KCl > CaCl2 pada konsentrasi 0,15 M. Dapat diambil kesimpulan bahwa proses desulfasi dengan KOH, oversulfasi dengan K2SO4, dan crosslinking dengan glutaraldehid mempengaruhi kemampuan swelling hidrogel. Sifat swelling hidrogel berbasis karagenan kappa dari Eucheuma cottonii menunjukkan bahwa hidrogel ini berpotensi dapat diaplikasikan di bidang biomedis. Oleh karena itu, penelitian dan karakterisasi ke arah itu masih perlu dilakukan.
Hydrogels are tridimensional networks of hydrophilic polymers which are
able to swell in water or physiologycal fluid, without dissolution. The swelling
property that can respond to pH changes gives potential to be applied in
biomedical application. Carrageeenan, sulfated polysaccharide, is an interesting
alternative raw material for hydrogel synthesis. Desulfation process using alkali in
carrageenan recovery from seaweed is used to produce gel forming structures.
Due to the sulfate groups are ionizable groups in a certain pH, therefore the
sulfate addition or oversulfation process into desulfated carrageenan chain is
predicted may produce hydrogel swelling property that can be applied in a certain
pH. Carrageenan gel that is still easy to dissolve shows that the hydration rate is
uncontrolled. To overcome this problem, it is important to enhance gel stability by
forming covalent crosslink or crosslinking process. It is shown that desulfation,
oversulfation, and crosslinking processes are predicted can be used to modify
the carrageenan structure resulting swelling property of hydrogel that may be
designed for certain pH application.
This research modified swelling property of hydrogel based on kappa
carrageenan from Eucheuma cottonii using desulfation, oversulfation, and
crosslinking processes. This research was focused on studying the effect of
desulfation, oversulfation, and glutaraldehyde concentration in crosslinking
processes on swelling property. The swelling behavior in changes of pH and salt
was also investigated.
In desulfation process, the alkali addition in seaweed was carried out
with two different methods. In extraction with alkali method, the desulfation and
extraction process were done simultaneously. While, in alkali pretreatment
method, the desulfation process was proceeded before extraction was done with
distilled water as the solvent. Variables studied were type of solvent (distilled
water, KOH, and NaOH). Data measured were yield, sulfate content, FTIR
spectra, gel strength, melting and gelling temperature. The desulfation method
chosen was the method producing carrageenan character that could be modified
by oversulfation and crosslinking process.
In oversulfation process, desulfated carrageenan solution was reacted with
K2SO4 solution. Variable studied was K2SO4 concentration. Data measured were
sulfate content and FTIR spectra. For confirming the suitable sulfate source
solution, the sulfation of carageenan was verified using H2SO4 solution.
In crosslinking process, the reaction between carrageenan and glutaraldehyde
was done with two different methods, namely homogeneous system and
heterogeneous system (film immersion followed with thermal curing). In
homogeneous system, carrageenan solution was mixed with glutaraldehyde. In
heterogeneous system, carrageenan film was immersed in glutaraldehyde and
then followed by thermal curing. Variables studied were glutaraldehyde
concentration, effect of desulfation, and effect of oversulfation. Data measured
were swelling ability in various soaking media, thermal analysis, and FTIR
spectra.
Desulfation process involved carrageenan degradation. Compared with
NaOH, the KOH was more suitable as alkali source in desulfation process,
because it was able to drive gel formation and lower degradation. Desulfation
using alkali pretreatment with KOH produced carrageenan that could be oversulfated and crosslinked with heterogeneous system. Crosslinking this
carrageenan produced pH responsive hydrogel with swelling degree value was
higher compared with non-desulfated carrageenan.
Oversulfation carrageenan with K2SO4 was predicted involve reaction between
sulfate and hydroxyls groups in C6 chain of (1,3)-β-D-galactose. Oversulfation
was able to enhance the sulfate number in carrageenan chain without decreasing
number of gel forming structure. Oversulfation produced hydrogel structure
predicted as result of ionic crosslink between sulfate and cation K+. In neutral pH
media, the swelling degree of oversulfated carrageenan was higher than that of
crosslinked carrageenan using glutaraldehyde. Crosslinking oversulfated
carrageenan exhibited no difference of swelling degree compared to without
crosslinking.
Crosslinking involved reaction between hydroxyls groups from carrageenan with
aldehyde groups from glutaraldehyde forming acetal linkages. Carrageenan of
Eucheuma cottonii could be crosslinked with glutaraldehyde using
heterogeneous system. The more amount of glutaraldehyde caused the more of
crosslink number, so that swelling degree was lower. Carrageenan Eucheuma
cottonii based hydrogel exhibited swelling behavior that could respond to
changes of pH and salt. The order of swelling degree in various pH followed:
distilled water
Kata Kunci : -
