TRANSESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL DENGAN KATALISATOR KALIUM HIDROKSIDA

KARLA AUGUSTINE TANZAQ, drh. Aris Purwantoro, M.Si.

2014 | Skripsi | KEDOKTERAN HEWAN

Minyak jelantah merupakan minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan yang menggunakan minyak goreng. Minyak jelantah mempunyai sifat karsinogenik, sehingga minyak jelantah tidak layak untuk dikonsumsi. Minyak ini dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan biodiesel, sehingga dapat menanggulangi pencemaran lingkungan dan lebih bernilai ekonomis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses transesterifikasi minyak jelantah menggunakan metanol dan katalisator basa berupa kalium hidroksida. Minyak jelantah diperoleh dari Klaten dan Salatiga. Minyak jelantah dicampur dengan isopropanol dan phenolphtalein sebagai indikator, kemudian dititrasi dengan larutan kalium hidroksida untuk mengetahui jumlah kalium hidroksida yang akan ditambahkan dalam proses transesterifikasi. Minyak jelantah direaksikan dengan metanol dan katalis kalium hidroksida pada suhu 55oC selama 60 menit. Transesterifikasi dilakukan 4 kali dengan jumlah bahan baku yang sama. Keempat hasil transesterifikasi diberi kode JTP-1, JTP-2, JTP-3, dan JTP-4. Pengujian yang dilakukan pada biodiesel meliputi massa jenis, viskositas kinematik, titik nyala, titik tuang, titik kabut, korosi lempeng tembaga, kadar residu karbon, kadar abu, dan kadar air. Perbandingan antara produk biodiesel dengan minyak jelantah sebagai bahan bakunya, maka diperoleh hasil rerata sebesar 95,4%. Hasil uji kualitas biodiesel menunjukkan hasil rerata sebagai berikut, massa jenis: 0,8763 g/ml, viskositas kinematik: 5,03675 mm2/detik, titik nyala: 28,5oC, titik tuang: 9oC, titik kabut: 27oC, korosi lempeng tembaga: 3a, kadar residu karbon: 0,582%, kadar abu: 0,141%, dan kadar air: 2,15%. Hasil uji kualitas biodiesel tersebut memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk massa jenis, viskositas kinematik, dan korosi lempeng tembaga.

Used cooking oil is produced from the rest of frying. The oil has carcinogenic effect, so it is unhealthy for human consumption. The oil can be used as raw material for biodiesel production. Biodiesel has several advantages compares to petrodiesel, such as biodegradability, sustainability, and low exhaust emission. This research was conducted to study transesterification process of used cooking oil using methanol and potassium hydroxide as alkaline catalyst. Used cooking oil was obtained from Klaten and Salatiga Regencies. The oil was mixed with isopropanol and phenolphtalein as an indicator then titrated with potassium hydroxide to determine its extra-amount for further process. Transesterification was done by reacted the oil with methanol and potassium hydroxide at 55oC for 60 minutes to produce biodiesel. The process was repeated 3 times, then the products coded as JTP-1, JTP-2, JTP-3, and JTP-4. Quality tests for the products include density, kinematic viscosity, flash point, pour point, cloud point, corrosion of copper strips, carbon residue, ash content, and water content. The results show that the average biodiesel production reaches 95.4 % of used cooking oil volume. The results of biodiesel quality tests are as follows: density 0.8763 g/m3, kinematic viscosity 5.03675 mm2/sec, flash point 28.5°C, pour point: 9oC, cloud point 27oC, corrosion of copper strips 3a, carbon residue 0.582%, ash content 0.141%, and water content 2.15%. The results are in accordance with the Indonesian National Standards (SNI) for the density, kinematic viscosity, and corrosion of copper strips only.

Kata Kunci : minyak jelantah, kalium hidroksida, transesterifikasi, biodiesel