RESISTENSI REFORMASI PROCUREMENT : STUDI PENGADOPSIAN LPSE KEMENTERIAN KEHUTANAN
FADHILAH FAJRIAH, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si.
2014 | Tesis | S2 Magister Administrasi PublikSalah satu kegiatan pemerintah yang seringkali menjadi sorotan karena sarat korupsi adalah pengadaan barang dan jasa pemerintah. Salah satu instrumen untuk mengatasi persoalan tersebut adalah dengan mengadopsi pengadaan secara elektronik (e-procurement). Pengadopsian e-procurement sebagai wujud reformasi pengadaan barang dan jasa pemerintah bukanlah tanpa resistensi dari birokrasi itu sendiri. Demikian pula yang terjadi pada Kementerian Kehutanan. Kementerian Kehutanan baru mengadopsi LPSE di tahun 2012, padahal manfaat dari e-procurement sudah diakui. Sehingga menjadi pertanyaan yang coba dijawab dalam penelitian ini yakni bagaimana bentuk resistensi reformasi terkait dengan pengadopsian LPSE Kementerian Kehutanan dan apa saja yang menyebabkan terjadinya resistensi birokrasi terkait dengan pengadopsian LPSE Kementerian Kehutanan Logika teoritis yang menjadi dasar dari penelitian ini adalah resistensi pengadopsian e-procurement. Resistensi tersebut dapat berasal faktor organisasi, faktor grup dan individu. Faktor organisasi dapat berwujud inersia struktural, ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan (konflik dan kekuasaan) dan ancaman terhadap sumber daya. Faktor kelompok yang menjadi penyebab resistensi adalah work group inersia dan ancaman terhadap alokasi sumber daya. Sedangka faktor individu berasal dari ancaman terhadap keahlian dan ancaman terhadap alokasi sumberdaya. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung, wawancara, dan pengumpulan data sekunder. Wawancara dilakukan baik pada LPSE Kementerian Kehutanan, sub admin agency, pantia pengadaan barang dan jasa, dan penyedia barang dan jasa yang beberapa kali mengikuti lelang baik secara elektronik maupun manual pada Kementerian Kehutanan. Hasilnya adalah resistensi yang terjadi dalam pengadopsian LPSE Kementerian Kehutanan disebabkan oleh faktor organisasi yakni dikarenakan faktor ancaman terhadap hubungan yang mapan (konflik dan kekuasaan). Kekhawatiran akan hilangnya kekuasaan dan jabatan jika organisasi LPSE dibentuk menjadi alasan dari timbulnya resistensi Selain itu resistensi juga disebabkan oleh rent seeking pelaku pengadaan barang dan jasa munculketakutan dari stakeholder ketika sudah diterapkan e-procurement, maka akan sulit melakukan penyimpangan. Terbukti dengan pernyataan dari berbagai informan yang menyatakan tingkat kesulitan untuk melakukan tindak korupsi ketika eprocurement diadopsi semakin tinggi. Peneliti merekomendasikan (1) perlunya melakukan reformasi kelembagaan untuk membentuk LPSE dan ULP yang independen. (2) perlunya peningkatan pengawasan terhadap pengadaan barang dan jasa. (3) perlu dilakukan sosialisasi arti penting e-procurement secara berkala (4) perlunya reward dan punishment kepada instansi dan pejabat yang melakukan penyimpangan atau yang melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa dengan baik (5) diperlukan komitmen lebih besar dari para pengambil kebijakan terkait pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Kata Kunci : Reformasi Birokrasi, resistensi reformasi birokrasi, eprocurement, LPSE
The most government agenda is to implement bureaucratic reform. Government activities that became spotlight which are full corrupt is government procurement. In the face of all the problems procurement, the government adopted an electronic procurement (e-procurement). Adoption of e-procurement as a form of reform of government procurement of goods and services is not without resistance from the bureaucracy itself. As it occurs at the Ministry of Forestry. The Ministry of Forestry has adopted the LPSE ever since 2012 . This research is to find why resistences occurs at the Ministry of Forestry and what are the factors inhibiting the resistences. Theoretical logic of this study is the adoption of e-procurement resistance. The resistance can be derived factors organizational, group and individual factors. Organizational factors can be either structural inertia, threat to the established power relations (conflict and power) and threats to resources. Factors that cause resistance group is the work group inertia and threats to resource allocation. Sedangka individual factors derived from threat to threat to expertise and resource allocation. Data was collected through direct observation, interviews, and secondary data collection. Interviews were conducted either in LPSE Ministry of Forestry, sub admin agency, committee procurement of goods and services, and providers of goods and services that a few times following the auction either electronically or manually at the Ministry of Forestry. The result is the resistance that occurs in the adoption of the Ministry of Forestry LPSE caused by resistance at the functional level due to conflicts and power factor . Besides that resistance is also caused by rent seeking actors procurement arise when it is applied to e-procurement, it will be difficult to deviate. Researchers recommend ( 1 ) institutional reforms, forming independent ULP LPSE and ( 2 ) to supervise the procurement of goods and services strictly ( 3 ) socialization of the importance of e-procurement ( 4 ) provision of reward and punishment to the agencies and officials who commit irregularities or who carry out the process of procurement of goods and services as well ( 5 ) greater commitment from policy makers related to the procurement of goods and services electronically. Keywords : Bureaucratic reform, resistance bureaucratic reform, e-procurement, LPSE
Kata Kunci : Reformasi Birokrasi, resistensi reformasi birokrasi, eprocurement, LPSE