KORELASI ANTARA KETEBALAN OTOT DETRUSOR DAN VOLUME RESIDU URIN PASCAMIKSI PADA PENDERITA PEMBESARAN PROSTAT JINAK

Yulius Setyowibowo, dr. Sri Retna Dwi Danarti, Sp.Rad(K)Onk.

2014 | Tesis | S2 Radiologi

Pendahuluan: Hiperplasia prostat jinak (BPH) merupakan penyakit jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. BPH dapat mengakibatkan pembesaran prostat jinak (BPE), keluhan traktus urinarius bawah (LUTS), dan atau obstruksi outlet kandung kemih (BOO). BOO yang menetap mengakibatkan terjadinya hipertrofi otot detrusor yang dapat terlihat dengan ultrasonografi, berupa penebalan DWT. Pengukuran DWT dengan ultrasonografi merupakan metode baru untuk mendiagnosis BOO. Pada pemeriksaan klinis rutin, pengukuran free uroflowmetry, PVR, dan volume prostat digunakan untuk memperkirakan adanya BOO. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai adanya korelasi antara DWT dan PVR pada penderita pembesaran prostat jinak. Bahan dan Cara: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan subyek penelitian pasien laki-laki usia ≥ 50 tahun dengan pembesaran prostat jinak, dipilih dengan cara concecutive sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dengan besar sampel 35. Volume kandung kemih, volume prostat, ketebalan otot detrusor, dan volume kandung kemih DWT, dan PVR diukur menggunakan USG transabdominal yang dilakukan oleh seorang spesialis radiologi. Normalitas data diuji dengan Uji Saphiro-Wilk. Uji hipotesis dilakukan dengan uji korelasi Pearson. Hasil: Uji korelasi Pearson untuk menilai korelasi antara ketebalan otot detrusor kandung kemih dan volume residu urin pascamiksi paa penderita pembesaran prostat jinak menghasilkan nilai r=0,230 dan p=0,183. Kesimpulan: Ketebalan otot detrusor kandung kemih berkorelasi positif lemah dan tidak bermakna dengan volume residu urin pascamiksi pada penderita pembesaran prostat jinak. Pengukuran volume residu urin pascamiksi secara tunggal tidak dapat digunakan untuk menilai obstruksi outlet kandung kemih dan tidak dapat menggantikan peran penilaian ketebalan otot detrusor.

Background: Benign prostate hyperplasia (BPH) is the most common benign condition in elderly men. BPH may lead to benign prostate enlargement (BPE), lower urinary tract symptom (LUTS), and or bladder outlet obstruction (BOO). Persistence BOO was compensated with detrusor muscle hypertrophy that can be seen with ultrasound as detrusor wall thickness (DWT) thickening. Measurement of DWT using ultrasound is a new methode to diagnose BOO. In clinical routine, measurement of free uroflowmetry, postvoid residual urine volume (PVR), and prostate volume are used to estimate BOO. Aim: The aim of this study is to evaluate the correlation between DWT and PVR in patients with benign prostate enlargement. Materials and Methods: This study is an observational analytical study of 35 men, ≥50 year old with benign prostate enlargement, that fullfilled inclusion and exclusion criteria. Subjects were included in this study by concecutive sampling. Bladder volume, prostate volume, DWT, and PVR are measured with transabdominal ultrasound examination by a radiologist. Normality of the data was tested with Saphiro-Wilk test. The correlation between DWT and PVR was tested with Pearson correlation test. Result: The Pearson correlation test to evaluate correlation between DWT and PVR in patients with benign prostate enlargement revealed r value =0,230 and p value =0,183. Conclusion: DWT value revealed a weak positive correlation with PVR in patients with benign prostate enlargement, but the correlation is not significant(r=0,230, p=0,183, p>0,05). PVR alone cannot be used and substituted DWT evaluation to diagnose BOO.

Kata Kunci : Ketebalan otot detrusor, residu urin pascamiksi, pembesaran prostat jinak, ultrasonografi, korelasi