FORMULASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN CENDANA DI NUSA TENGGARA TIMUR (PENDEKATAN STUDI KEBIJAKAN DELIBERATIF)
S AGUNG SRI RAHARJO, Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc; Dr. Agus Pramusinto, M.DA; Dr. Ir. Ris Hadi Purwanto, M.Agr.Sc,
2014 | Disertasi | S3 Ilmu KehutananKabupaten Timor Tengah Selatan adalah satu dari lima kabupaten di NTT yang memiliki peraturan daerah tentang cendana. Keberadaan peraturan daerah ini diharapkan mampu mengobati trauma masyarakat dan meningkatkan potensi cendana. Namun pada kenyataannya implementasi dan kinerja peraturan daerah ini tidak sesuai harapan. Dalam perspektif kebijakan publik sebagai sebuah proses maka implementasi dan kinerja kebijakan dipengaruhi oleh tahap sebelumnya yaitu formulasi kebijakan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Memperoleh data dan penjelasan evaluatif terhadap proses formulasi Peraturan Daerah Kabupaten TTS Nomor 25 Tahun 2001 tentang Cendana dalam perspektif kebijakan deliberatif; (2) Merumuskan rekomendasi kebijakan tentang cendana yang mampu mengakomodir kepentingan masyarakat dan mendorong peningkatan pendapatan daerah. Penelitian menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, FGD (focus group discussion), studi literatur dan pengamatan lapangan. Data dianalisis secara deskriptif menggunakan teknik analisis stakeholder, content analysis dan sinopsis rasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Proses formulasi Peraturan Daerah Kabupaten TTS Nomor 25 Tahun 2001 tentang Cendana tidak dilaksanakan secara deliberatif. Hal ini karena dialog dalam proses formulasinya gagal membangun relationship yang baik dan adil, ketidaksempurnaan reciprocity antar peserta dialog, proses learning yang tidak seimbang dan lemahnya creativity dalam proses dialog. Hal ini mengakibatkan tidak terbentuknya share identity, share meaning, new heuristic dan genuine innovation selama proses dialog. Dialog yang didominasi dinas kehutanan mengakibatkan peraturan daerah yang dihasilkan sangat kental dengan kepentingan dan pandangan dinas kehutanan, sementara kepentingan dan pandangan stakeholder lain tidak terakomodasi dengan sempurna; (2) Kebijakan pemerintah dalam bentuk peraturan daerah yang lebih berpihak kepada masyarakat dapat dilakukan dengan memberdayakan pemerintah desa dalam pengelolaan cendana milik masyarakat, mempermudah sistem perijinan, memberikan jaminan keamanan, jaminan kualitas serta ketersediaan benih dan bibit cendana bagi masyarakat.
Timor Tengah Selatan (TTS) district is one of five districts in the NTT province that have district regulation about sandalwood. The district regulation is expected to heal the community’s trauma and increase the stock of sandalwood. But in fact the implementation and performance of district regulations is not as expected. In the perspective of public policy as a process making, policy implementation and performance are influenced by the formulation process. This study aims to (1)To obtain data and evaluative explanation of the formulation process of TTS District Regulation No. 25 Year 2001 on Sandalwood in deliberative policy perspective, (2) To formulate policy recommendations on sandalwood which able to accommodate public interest and improving district revenue. Research uses descriptive qualitative research design. Data was collected through interviews, FGD (focus group discussion), literature studies and field observations. Data were analyzed descriptively using stakeholder analysis techniques, content analysis and rational synopsis. The results showed that (1) the Formulation process of TTS District Regulation No. 25 Year 2001 on Sandalwood has not implemented deliberative procedure. This is because of the bad and unfair relationship, imperfections reciprocity among participants in the dialogue, unbalanced learning process and lack of creativity in the dialogue process of regulation formulation. This resulted the absent of shared identity, shared meaning, new heuristic and genuine innovation during the dialogue process. Dialogue which dominated by forest service resulted regulations in a very condensed with the interests and views of the forest department, while other stakeholders interests and views are not perfectly accommodated ; (2) Government policy in the form of district regulations which more pro to communities can be done by empowering the village government in the management of the community's sandalwood, facilitate the licensing system, provide security, quality assurance and availability of seeds and seedlings of sandalwood for the community.
Kata Kunci : Formulasi, Peraturan Daerah, Deliberatif, Cendana, Evaluasi