DINAMIKA PEMBENTUKAN IDENTITAS SEKSUAL GAY (STUDI HOMOSEKSUALITAS DI MANADO)
Lidya Kandowangko, Prof. Dr. Partini
2014 | Tesis | S2 SosiologiIdentitas seksual gay dalam masyarakat Manado cenderung dikategorikan sebagai penyimpangan. Namun, asumsi tersebut tanpa didasari refleksi kaum gay sendiri terhadap pendorong terbentuknya identitas berdasarkan orientasi seksual yang homoseks. Karena itu, penelitian inipun dilakukan untuk mengkaji dan memahami dinamika pembentukan identitas seksual gay di Manado berdasarkan pengalaman subjektif kaum gay. Penelitian ini menggunakan mekanisme metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Dilakukan selama 6 (enam) bulan di Manado, dengan melibatkan 14 (empat belas) informan gay. Penelitian ini menemukan bahwa dinamika pembentukan identitas seksual gay, didasari terbentuknya orientasi seksual gay secara internal dan eksternal. Secara internal, orientasi seksual gay terbentuk dalam lingkungan keluarga yang disebabkan oleh internalisasi nilai-nilai selama proses sosialisasi dan identifikasi pada masa kanak-kanak yang cenderung tidak sesuai dengan peran dan posisi seksualnya. Ataupun terjadi dalam masa remaja dengan kelompok sebaya yang disebabkan oleh adanya ikatan emosional yang timbul dari eksperimen hubungan seksual homoseks, intensitas pergaulan dengan perempuan yang mempengaruhi pola pikir dan identifikasi diri serta perlakuan yang tidak sesuai dengan posisi seksualnya oleh kelompok sebaya. Secara eksternal, orientasi seksual gay terbentuk dari kegairahan seksual yang didapatkan dari pengalaman pelecehan seksual atau sodomi ketika masa kanak-kanak atau remaja oleh sesama laki-laki. Selain itu, orientasi seksual gay juga dapat terbentuk melalui intensitas melakukan komunikasi atau obrolan (chatting) dengan sesama gay mengenai hubungan seksual homoseks melalui jejaring sosial. Selanjutnya dinamika pembentukan identitas seksual gay tak lepas dari praktik negosiasi. Kurangnya penerimaan sosial mendorong gay untuk mampu menegosiasikan identitas seksualnya. Dalam lingkungan keluarga, memiliki identitas seksual gay sebagai bentuk kegagalan tanggung jawab sebagai anak yang berujung pada guilty feeling. Dalam masyarakat konstruksi sosial maupun nilainilai sosial berdasarkan ajaran agama membentuk identitas seksual gay yang berbeda dalam stigma negatif. Maka, praktik negosiasi mendorong pembentukan identitas seksual gay dalam subjek positif dimana kaum gay juga mampu berprestasi, berguna, dan memiliki kontribusi untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Praktik negosiasi pun mencairkan kekakuan kontruksi sosial heteroseks dalam membentuk identitas seksual gay menjadi dinamis disesuaikan dengan kadar penerimaan dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat
Gay identity tends to be categorized as a social deviance in Manado community. However, the assumption is not based gay reflections and experiences which formed their sexual orientation as a gay. Therefore, this research was conducted to assess and understand the dynamics formation of gay identity in Manado based on subjective experiences of gays. This research used qualitative research methods with a phenomenological approach. This research conducted for 6 (six) months in Manado, with involved 14 (fourteen) gays. This research found that sexual orientation of gay formed based on internally and externally factors. Internally, sexual orientation of gay was formed in a family environment caused by internalization of values during socialization processes and identification of childhood which tend to be not in accordance with their sexual roles and sexual status. Whether, occured in adolescence with a peer group that caused by emotional ties arises from gay sexual experimentation, intensity of relationships with women affected their thought and selfidentification, then the treatment by peer group does not appropriate with their sexual status. Externally, sexual orientation of gay was formed from sexual excitement derived from the experience of sexual abuse or sodomy when childhood or adolescence by adult men. In addition, sexual orientation of gay can also be formed through the intensity of the communication or conversation (chat) with fellow gay on gay sexual relationships through social networking. Furthermore, the dynamics formation of gay sexual identity could not be separated from the practice of negotiation. Lack of social acceptance encourage gay to be able to negotiate their sexual identity. In the family environments, having a gay identity as a form of failure responsibility as children that led to guilty feeling. In the community, social construction and social values based on the dogma of any religions has formed gay identity in a negative stigma. Then, negotiation practices encourage the formation of gay identity in positive subjects wherein gay people are also capable of achievement, useful, and have contribution to improving the public quality. Negotiation practices thaw rigidity from social construction of heterosexual in the formed of gay identity be dynamically adjusted to the level of acceptance within the family and community.
Kata Kunci : gay, homoseks, identitas seksual