HUBUNGAN HIPERTIROTROPINEMIA TERHADAP TINGKAT KECERDASAN ANAK TK DI DESA SELOHARJO, KECAMATAN PUNDONG, BANTUL, DIY

Indri Hapsari, dr. S.Yudha Patria, Ph.D, Sp.A.

2014 | Tesis | S2 Ked.Klinik/MS-PPDS

Hipertirotropinemia menunjukkan adanya insufisiensi saturasi reseptor T3 di otak dan potensial beresiko defisiensi dalam perkembangan kecerdasan. Kecerdasan merupakan bagian dari penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). SDM masa depan yang berkualitas dibentuk dari kualitas anak yang dibina mulai dari sekarang. Kualitas anak dibentuk dari faktor genetik dan lingkungan (asah, asih dan asuh). Terpenuhinya kebutuhan iodium, berarti ikut berperan memenuhi kebutuhan asuh anak. Iodium sebagai mikronutrien dibutuhkan dalam sintesis hormon tiroid yang sangat penting bagi perkembangan otak dan kecerdasan. Semakin muda usia anak mengalami defisiensi hormon tiroid, semakin berat efek gangguan pada otaknya. Hormon tiroid dirangsang sekresinya oleh Thyroid Stimulating Hormone (TSH). TSH yang tinggi (hipertirotropinemia) digunakan sebagai penapis pertama dalam deteksi gangguan tiroid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan hipertirotropinemia dengan tingkat kecerdasan anak taman kanakkanak (TK) di wilayah endemik GAKI di Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Bantul, DIY. Rancangan penelitian adalah potong lintang dengan jumlah subjek 51 anak dari 2 TK di Desa Seloharjo selama bulan Desember 2010. Desa Seloharjo dipilih sebagai daerah penelitian oleh karena termasuk daerah endemik GAKI, sumber data lengkap dan bisa dijangkau. Penilaian dilakukan terhadap kadar tetes darah TSH (dengan ELISA) dan tingkat kecerdasan serta aspeknya (dengan Stanford-Binet). Analisis statistik dilakukan dengan uji kai-kuadrat dan uji regresi logistik. Hasil penelitian ini terdapat 39,2% responden termasuk hipertirotropinemia dengan rerata TSH 5,59 μUI/ml ( minimum 2,57 μUI/ml dan maksimum 14,24 μUI/ml). IQ poin di bawah ratarata sebesar 25,5% dengan rerata IQ 96,8 poin. Anak hipertirotropinemia dengan IQ di bawah ratarata sebanyak 6 orang (30%) dengan rerata TSH 7,63 μUI/ml (kenaikan 1,38 kali) dan rerata IQ 81 poin. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara kadar TSH dengan tingkat kecerdasan (p=0,553, RP=1,469, 95%IK 0,4-5,254) dan enam aspek kecerdasan (p>0,05). Hasil uji regresi logistik, menunjukkan variabel lain tidak mempengaruhi tingkat kecerdasan, hanya umur kurang dari 6 tahun yang mendekati terbukti secara statistik mempengaruhi tingkat kecerdasan (p=0,05, RP 3,759, 95%IK 1,002-14,104). Untuk aspek visual motorik tidak terbukti dipengaruhi oleh kualitas pengasuhan keluarga dan lingkungan sosial (p=0,05, RP 3,857, 95%IK 1-14,87) dan untuk aspek penalaran aritmatika terbukti dipengaruhi oleh adanya anggota keluarga yang gondok (p=0,045, RP 8,448, 95% IK 1,050-67,977). Simpulan: Hipertirotropinemia tidak terbukti bermakna secara statistik mempengaruhi tingkat kecerdasan anak TK. Kenaikan TSH sebesar 1,38 kali sudah mendekati batas yang dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan, sehingga dibutuhkan tindak lanjut baik pemeriksaan ulangan dan lanjutan maupun penggalakan iodinisasi secara intensif.

Hyperthyrotropinemia indicate a saturation insufficiency T3 receptors in the brain and the potential risk of deficiency in the development of intelligence. Intelligence is part of quality determinant of Human Resources (HR). Future quality of human resources is formed from quality child built from now. Child quality are formed by genetic and environmental factors (asah, asih asuh). Iodine is required for the production of thyroid hormones, which are essential for brain development and intelligence. The younger child has a deficiency of thyroid hormones, the more severe effects on brain disorders. Thyroid hormone secretion stimulated by the Thyroid Stimulating Hormone (TSH). Elevated TSH is used as the first filter in the detection of thyroid disorders. The objective of our study was to know the correlation of hyperthyrotropinemia to the level of intelligence of preschool children (TK) in iodine deficiency endemic area. The study design was cross sectional, 51 subjects with a number of two kindergartens in the Village of Seloharjo during December 2010. The assessment carried out of bloodspot TSH levels, level of intelligence and intelligence profile. Statistical analysis by chi-square and logistic regression. There were 39.2% hyperthyrotropinemia subject with a mean of TSH 5.59 μUI / ml (minimum 2.57 μUI/ml and maximum 14.24 μUI / ml). IQ points below the average was 25.5% with a mean IQ of 96.8 points. Hyperthyrotropinemia child with an IQ below the average was 6 children (30%) with a mean TSH 7.63 μUI / ml (increase of 1.38 ) and the mean IQ was 81 points. There were no significant correlation between TSH levels with a level of intelligence (p = 0.553, PR = 1.469, 95% CI 0.4 to 5.254) and six profile intelligence (p> 0.05). The result of logistic regression, there were not variables significant to affect the intelligence but only age less than 6 years were almost significant (p = 0.05, PR 3.759, 95% CI 1.002 to 14.104). Visual motorik profile was no significant influenced by the quality of care of family and social environment (p = 0.05, PR 3.857, 95% CI 1 to 14.87) and arithmetic reasoning profile was significant influenced by the presence of family members of goiter (p = 0.045, RP 8.448, 95% CI 1.050 to 67.977). Conclusion : Hyperthyrotropinemia was no statistically significant influence of preschool children’s intelligence. TSH increase of 1.38 times was already approaching the limit that could be affected the level of intelligence, so that required follow-up well and examination as well as the promotion of intensive iodization.

Kata Kunci : Hipertirotropinemia, tingkat kecerdasan, anak TK, Desa Seloharjo