EKSISTENSI PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN
RIZKY ANGGER PERKASA, Dr. Tata Wijayanta, S.H., M.Hum
2014 | Skripsi | ILMU HUKUMKepailitan berawal dari suatu peristiwa ekonomi, yang berakhir menjadi peristiwa hukum. Di Indonesia, secara formal, hukum kepailitan saat ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Di antara seluruh peraturan kepailitan yang pernah ada di Indonesia, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang menjadi masterpiece peraturan kepailitan di Indonesia, karena dengan adanya Undang-Undang tersebut memicu terbentuknya suatu lembaga yang khusus (pengadilan khusus) yang dibentuk di dalam lingkungan peradilan umum yang bernama pengadilan niaga. Penelitian ini secara empiris bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan dan kendala-kendala yang dihadapi oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan. Hasil penelitian ini yaitu, pertama Eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dibagi menjadi 2 (dua) periode yaitu sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, yang di dominasi oleh ketidakpuasan pelaku usaha terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 dikarenakan rendahnya tingkat asset recovery, selain itu muncul sarana/lembaga lain disamping Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yaitu The Jakarta Initiative, lembaga yang bernaung di bawah Komite Kebijakan Sektor Keuangan yang menawarkan model mediasi diluar pengadilan (out of court settlement). Lalu, pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yang masih di dominasi oleh ketidakpuasan terhadap rendahnya asset recovery¸ selain itu keluarnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus menyebabkan lebih banyaknya permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dibandingkan dengan permohonan pernyataan kepailitan. Kedua, kendala yang dihadapi oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat antara lain jumlah hakim yang tidak memadai, Tidak adanya hakim niaga tetap, Tidak jelasnya kedudukan para kreditur, dan Jumlah pengadilan niaga di Indonesia terlalu sedikit menyebabkan daerah hukum pengadilan niaga yang sudah ada menjadi terlalu luas.
Bankruptcy is originated from economical phenomenon and ended up being law phenomenon. In Indonesia, formally, bankruptcy law is regulated in National Regulation number 37 year 2004 about the Bankruptcy and Suspension of Debt Payment. Among the all regulations of bankruptcy which have been existed in Indonesia, the Replacement of Government Regulation number 1 year 1998 about the Amandment of Bankruptcy Law that had legalized into National Regulation number 4 year 1998 about the Legitimation of Government Regulation number 1 year 1998 about the Amandment of Bankruptcy Law becomes the Masterpiece Bankruptcy Law in Indonesia, because the existence of the Regulation triggers the formation of a special institution (a special court) that established in public court. It called the commercial court. The research is empirically aimed to answer the questions about how does the existence of Commercial Court of Central Jakarta in solving bankruptcy case and the problems faced by Commercial Court of Central Jakarta in solving bankruptcy case. The results of this research are: First, the existence of Commercial Court of Central Jakarta is divided into 2 (two) periods, they are (1) before the validity of National Regulation number 37 year 2004 which is dominated by the dissatisfaction of the entrepeneurs against the Replacement of Government Regulation number 1 year 1998 because of the lowness of asset recovery level. Otherwise, the rise of another institution in addition of Commercial Court of Central Jakarta, The Jakarta Initiative, which is protected under the Committee of Financial Sector Policy offered a model of mediation outside the court (out of court settlement). Then, when the discharge of National Regulation number 37 year 2004 which is still dominated by the dissatisfaction of the lowness of asset recovery. Besides, the discharge of Indonesian Law and Human Right Minister Regulation number 1 year 2013 about remuneration guidelines for curators and administrators caused more requests for debt obligation delay than petition for declaration of bankruptcy. Second, the problems faced by the Commercial Court of Central Jakarta are the inadequate number of judges, There is no commercial judges remained, the unclear positions of the creditors, and the number of commercial courts in Indonesia was too little which caused the local law existing commercial courts become too broad.
Kata Kunci : Kepailitan, Niaga, Pengadilan