CAFE JAZZ DI YOGYAKARTA DENGAN PENDEKATAN LOKALITAS BUDAYA SEKITAR
BASKORO HARYO PAMUNGKAS, Dr. Ir. Laretna T. Adisakti, M.Arch.
2014 | Skripsi | ARSITEKTURJalan P. Mangkubumi merupakan salah satu daerah di Yogyakarta yang menyimpan keindahan bangunan tempo dulu dan menjadi salah satu citra kota Yogyakarta. Hal ini tidak terlepas dari perkampungan etnis Tionghoa di Ketandan dan di Kranggan sebagai daerah perdagangan yang sangat berkembang sejak jaman dahulu yang juga merupakan lokalitas budaya Jalan P. Mangkubumi. Bangunan yang ada sebagian besar berupa ruko (rumah toko) yang merupakan ciri khas bangunan etnis Tionghoa dan beberapa memiliki percampuran gaya arsitektur Belanda seperti arsitektur neo-klasik, indis, dan art deco yang menjadi cikal bakal dari arsitektur modern. Namun saat ini bangunan heritage mulai ditinggalkan karena perkembangan zaman yang semakin modern. Bangunan heritage dianggap sebagai bangunan tua yang sudah tidak menarik lagi, padahal dibalik itu semua bangunan heritage memiliki kekayaan historis dan gaya arsitektur yang unik. Cafe di Yogyakarta saat ini tengah berkembang pesat. Hal ini karena Yogyakarta memiliki jumlah mahasiswa yang melimpah dan cafe menjadi wadah bagi mereka untuk berdiskusi atau sekedar untuk mengobrol dengan kawan sehingga menjadi salah satu peluang bisnis yang menjanjikan. Di lain sisi Jazz di Yogyakarta juga sedang berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan besarnya komunitas musik jazz dan minat masyarakat terhadap musik jazz. Dengan memadukan antara fungsi cafe, Jazz performance dan bangunan heritage diharapkan akan menjadi perpaduan yang saling menguntungkan satu sama lain sehingga dapat memberikan perubahan terhadap pandangan masyarakat akan bangunan heritage.
P. Mangkubumi Street is one area in Yogyakarta which stores the beauty of the old building and become one of image of Yogyakarta. It is not released from the chinatown in Kranggan and Ketandan, as a highly developed trade area since long time ago, that is also the locality of P. Mangkubumi Street culture. Most of existing buildings are shophouses, that are characteristic of ethnic Chinese, and some of them have a mixture Dutch architectural styles such as neo- classical, indische, and art deco, which become the forerunner of modern architecture. Nowadays, The heritage building is becoming obsolete because of the development of more modern era. The heritage building is regarded as an old building that is no longer interesting, whereas the building has a rich historical value and unique architectural style . Cafe in Yogyakarta is currently growing rapidly. This is because Yogyakarta has abundant number of students and cafe as a forum for them to discuss or just to chat with friends, thus becoming one of the promising business opportunities. On the other side, Jazz in Yogyakarta is also growing rapidly. It is characterized by the magnitude of the jazz music community and public interest in jazz music. By combining the functions of cafes , jazz performances and the heritage building are expected to be mutually beneficial blend with each other so can provide a change to the public’s view of building heritage.
Kata Kunci : Heritage, lokalitas budaya, cafe, jazz