PELAKSANAAN SERTIFIKASI AGEN ASURANSI KERUGIAN MENURUT KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 426/KMK.06/2003 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DI PT. ASURANSI RAMA SATRIA WIBAWA YOGYAKARTA
IRENE DIAN PRATIWI, Hartono Hadisuprapto, S.H.
2014 | Skripsi | ILMU HUKUMWacana yang mengemuka di kalangan pelaku industri asuransi kerugian saat ini adalah adanya sertifikasi keagenan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sebagai lembaga yang mewadahi perusahaan asuransi kerugian sampai saat ini telah memfasilitasi ujian lisensi keagenan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia di beberapa kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Yogyakarta. Sertifikasi agen asuransi merupakan ketentuan Menteri Keuangan berupa Keputusan Menteri Nomor 426/KMK.06/2003 mengenai Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Dalam keputusan Menteri Keuangan menyatakan asosiasi diberikan tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan keagenan serta menerapkan sertifikasi keagenan. Ujian lisensi keagenan menjadi salah satu acuan untuk menerapkan standard kualifikasi minimal yang harus dimiliki seorang agen asuransi. Dengan adanya standard minimal ini, diharapkan ada peningkatan kualitas (intelektual) agen, konsekuensi logisnya kesalahan dalam hal penyampaian produk asuransi dapat berkurang. Peran agen dalam industri asuransi sangat besar. Agen berperan sebagai salah satu pilar penopang tegaknya sebuah perusahaan asuransi Agen asuransi berperan penting dalam menjembatani terciptanya perjanjian penutupan polis asuransi yang merupakan awal dari sebuah hubungan hukum antara perusahaan asuransi sebagai penanggung dan nasabah sebagai tertanggung. Salah satu tugas agen asuransi adalah untuk menyampaikan penawaran pertanggungan yang sesuai dengan risk appetite dari perusahaan asuransi yang menjadi principalnya. Dalam praktek yang terjadi selama ini keterbatasan kemampuan verbal agen tidak jarang membawa tertanggung kepada pengertian yang keliru baik mengenai luasan obyek pertanggungan maupun mengenai pokok jaminan. Namun demikian ini tidak berarti bahwa perusahaan asuransi sebagai principal, dapat melepaskan diri atas kesalahan perdata yang dilakukan oleh agennya Dengan adanya sertifikasi secara otomatis jumlah agen yang berhak untuk memasarkan produk-produk asuransi menjadi lebih sedikit, jika dibandingkan dengan sebelum adanya sertifikasi keagenan. Dengan makin terbatasnya agenagen yang berhak untuk memasarkan produk-produk asuransi, belum tentu volume obyek pertanggungan yang dapat dipasarkan menjadi makin terbatas juga. Sebab diitilik dari perspektif hukum perlindungan konsumen, adanya sertifikasi keagenan tentunya akan memperbesar kans konsumen untuk mendapatkan haknya untuk menerima informasi yang benar mengenai jasa asuransi yang dikehendaki tanpa ditipu atau disesatkan (fraud/mislead) oleh penyampai informasi (dalam hal ini agen asuransi). Faktor trust (kepercayaan konsumen/ tertanggung) dengan adanya sertifikasi ini diharapkan bisa bertambah
-
Kata Kunci : -