KAJIAN KRITIS SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) SEBAGAI ALAT MANAJEMEN KINERJA: SUATU TINJAUAN PADA INSTANSI PEMERINTAH INDONESIA

WAHYUDIN, Prof. Dr. Indra Bastian, MBA, CMA.

2014 | Skripsi | AKUNTANSI

Lebih dari satu dekade diterapkan, SAKIP belum memberikan fungsi optimal sebagai alat manajemen dan sistem pengukuran kinerja bagi Instansi Pemerintah. Untuk itu, penelitian berbasis studi literatur ini bermaksud menganalisis dan mendiskusikan konstruksi SAKIP. Secara garis besar, studi akan menyajikan perkembangan konstruksi SAKIP dan pengukuran kinerja model SAKIP, menganalisis jalannya pengukuran kinerja model SAKIP, dan mengevaluasi konstruksi SAKIP. Metoda yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan analisis konten terhadap objek kajian yang berupa modul SAKIP dan regulasi tentang SAKIP. Tema-tema dalam analisis konten mencakup komponen utama pembentuk SAKIP, yaitu: perencanaan, pengukuran, dan pelaporan kinerja. Secara lebih spesifik, pendekatan simulasi juga digunakan untuk menganalisis jalannya pengukuran kinerja model SAKIP. Objek simulasi adalah lingkup instansi Kementerian Pertanian RI beserta Unit Eselon di bawahnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengukuran kinerja model SAKIP dilakukan pada titik waktu (periodic basis), bukan pada siklus (ongoing basis). Bekerjanya pengukuran kinerja model SAKIP lama bersifat rumit, tidak realistis, dan tidak sistematis karena masalah scoring kinerja dan teknik pembobotan secara berjenjang. Walaupun pembobotan terhadap capaian atau indikator kinerja sudah dihilangkan, jalannya pengukuran kinerja model SAKIP baru secara substansial masih sama dengan sistem lama karena pembandingan data kinerja masih dilakukan secara terbatas. Hasil evaluasi konstruksi menunjukkan bahwa SAKIP memiliki kelemahan utama dalam komponen perencanaan dan pengukuran, yaitu belum dikembangkannya indikator kinerja yang baik dan komprehensif. Sementara itu, teknologi pengukuran secara eksplisit belum menyentuh penilaian dengan 3 E/value for money. Dengan melihat ini, implikasinya bagi jajaran praktisi Pemerintah untuk memperbaiki konstruksi SAKIP adalah perlunya penajaman informasi indikator kinerja terutama output dan outcome agar tidak menimbulkan kerancuan dalam fase adopsi ukuran kinerja. Selain itu, diperlukan pula perbaikan terhadap teknologi pengukuran secara konseptual.

Performance Accountability System for Government Institution (well-known as SAKIP) has been applied for more than a decade but it has not provided optimal function as a management tool and performance measurement system for Indonesian Government Institutions (IGIs). Therefore, study literature based research was intended to analyze and discuss the construction of SAKIP. This study presented the development of SAKIP construction, described the development of SAKIP performance measurement models, evaluated SAKIP construction, and analyzed the implementation of SAKIP performance measurement models. The method which is used is qualitative content analysis approach to the object of study in the form of modules and regulations about SAKIP. The themes in content analysis include: planning, measurement, and performance reporting which are the major components of SAKIP. More specifically, the simulation approach is also used to analyze the work of SAKIP performance measurement models. Simulation object covers the Indonesian Ministry of Agriculture and its Echelon Unit underneath. The analysis results showed that the SAKIP performance measurement models were done at that point in time (on periodic basis), not on cycle (ongoing basis). The work of old SAKIP performance measurement model was too complex, unrealistic, and unsystematic because of problems in performance scoring and tiered weighting techniques. Although the weighting for the achievements’ score or performance indicators have been removed, the work of new SAKIP performance measurement model was substantially same as the old system for comparing performance data. It’s done on a limited basis. Evaluation results showed that SAKIP construction has a major weakness in the planning and measurement components. They did not develop good and comprehensive performance indicators. Meanwhile, implementation of measurement technology has not touched the value for money (3 E’s measurement) explicitly. With these notices, implications for the government practitioners to fix the weakness of SAKIP construction is sharpening performance indicator information mainly on outputs and outcomes so as not to cause confusion in the adoption phase of performance measures. In addition, it is also necessary improvements to measurement technology conceptually.

Kata Kunci : instansi pemerintah, konstruksi SAKIP, analisis konten, simulasi, pengukuran kinerja, periodic basis, SAKIP lama, SAKIP baru, indikator kinerja, teknologi pengukuran