PENOLAKAN PERMOHONAN PEMBATALAN AKTA HIBAH KARENA ADANYA CACAT HUKUM (Studi Komparasi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 111/Pdt.G/2001/PN.Ska., Putusan PengadilanTinggi Semarang No. 370/Pdt/2003/PT.Smg., dan Putusan Mahkamah Agung No. 2590 K/Pdt/2004)
IKA DYAH WIJAYANTI, Dr. Tata Wijayanta, S.H., M.Hum.
2014 | Tesis | S2 Magister KenotariatanPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 370/Pdt/2003/PT.Smg., dalam menemukan adanya unsur cacat hukum sehingga mengabulkan permohonan pembatalan akta hibah dan menganalisis pertimbangan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 111/Pdt.G/2001/PN.Ska, dan Putusan Mahkamah Agung No. 2590 K/Pdt/2004 yang menolak permohonan pembatalan akta hibah. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yang menggunakan data sekunder melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tersier. Data dikumpulkan melalui metode dokumentasi dengan alat studi dokumen. Analisis data penelitian dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa, hakim pengadilan Tinggi Semarang membatalkan akta hibah karena hakim menemukan unsur kekhilafan dan menurut pertimbangan hakim perjanjian hibah melanggar perjanjian pengelolaan tanah dan perjanjian pengelolaan stasiun pengisian bahan bakar umum, sedangkan hakim Pengadilan Negeri Surakarta tidak membatalkan akta hibah dengan pertimbangan bahwa penggugat dalam persidangan mengajukan bukti tertulis yang hanya berupa fotokopian surat-surat perjanjian tanpa adanya legalisasi, tidak dibubuhi materai dan tanpa ditujukan aslinya kepada majelis hakim. Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan pembatalan akta hibah dengan pertimbangan bahwa tidak ada sengketa antara pihak-pihak saat membuat perjanjian hibah. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan, bahwa hakim Pengadilan Tinggi Semarang tidak menyebutkan secara terperinci dan jelas mengenai kekhilafan dan mengenai pertimbangan hakim bahwa Perjanjian Hibah melanggar Perjanjian Penggunaan Tanah hal tersebut telah dibantah dengan bukti tertulis dari Pemerintah Kota Surakarta. Hakim Pengadilan Negeri Surakarta tidak mempertimbangkan alat bukti lain yaitu fotokopi akta dari para tergugat dan kesaksian para tergugat. Putusan Mahkamah Agung menolak permohonan pembatalan akta hibah dengan pertimbangan bahwa tidak ada sengketa antara para pihak. Hibah tersebut dilakukan pada saat para pihak masih dalam ikatan suami-istri dan mengenai perjanjian hibah tidak dipermasalahkan oleh Pemerintah Kota Surakarta dan Pertamina. Oleh karena itu disarankan hakim dalam memberikan pertimbangan selayaknya lebih cermat dan teliti dalam memberikan dasar hukum dan dalam memberikan putusan sesuai dengan pertimbangannya sehingga ada keterkaitan antara pertimbangan dan putusan hakim. Apabila seseorang akan melakukan perjanjian hibah sebaiknya mengetahui akibat dari segala sesuatu yang akan dilakukannya sehingga dikemudian hari tidak ada pembatalan hibah yang akan merugikan dirinya dan pihak yang terkait dalam perjanjian hibah. Kata Kunci: Cacat Hukum, Akta Hibah, Putusan
This research is aimed at analyzing the bases of consideration of the Verdict of Semarang Appeal Court No. 370/Pdt/2003/PT.Smg, in finding elements of legal defect so that it accepted the request of bequest deed annulment and analyzing the consideration of the Verdict of Surakarta District Court No. 111/Pdt.G/2001/PN.Ska, and the Verdict of the Supreme Court No. 2590 K/Pdt/2004 which rejected the request of bequest deed annulment. This research is a juridical normative research, employing secondary data through library research grounded on primary law materials, secondary law materials and tertiary law materials. Data were collected through documentation method using documentary study instrument. The research data were analyzed using qualitative analysis method. The result of research and discussion indicate that the judge of Semarang Appeal Court annulled the bequest deed because the judge found an oversight element and according to the judge’s consideration the bequest agreement had violated the agreement of land management and the agreement of appointment and management of Gas Station. while the judge of Surakarta District Court did not annul the bequest deed because the plaintiff in the trial filed written evidences which were only in the form of copied agreement documents without any legalization, were not affixed with stamp, and not accompanied with the original documents in front of the panels of judges. The judge of the Supreme Court rejected the request of the bequest deed annulment because there was no any dispute between the parties when the deed was made. Based on the result of research and discussion, it can be concluded that the judge of Semarang Appeal Court did not mention clearly the oversight. In regard to the judge’s consideration that the Bequest Agreement had violated the Land Management Agreement, this had been refuted with written evidences from the Regional Government of Surakarta. The judge of Surakarta District Court did not consider other evidences, namely photocopy of the deed from the defendants and witness of the defendants. The verdict of the Supreme rejected the annulment of bequest deed because there was no any dispute between the parties. The bequest was done when the parties were still in wedlock and the bequest agreement was not disputed by the Regional Government of Surakarta and PERTAMINA. Therefore, it is suggested that the judge in giving consideration should more careful and precise while giving legal bases and while giving the verdict based on the consideration so that there is a correlation between consideration and the verdict. If someone wishes to make a bequest agreement, he/she had better know the consequences of what they will do so that in the future there will be no annulment of bequest which will be disadvantageous for themselves and the parties related in the bequest agreement.
Kata Kunci : Cacat Hukum, Akta Hibah, Putusan