Laporkan Masalah

ADAPTASI PENGUNGSI ERUPSI MERAPI 2010 TERHADAP PERMUKIMAN BARU

Hesti Widayani, Prof. Ir. Sudaryono, M.Eng.,Ph.D.

2014 | Tesis | S2 Magist.Prnc.Kota & Daerah

Erupsi Merapi yang terjadi pada Tahun 2010 telah mengubur sejumlah dusun di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan mengakibatkan ribuan rumah mengalami kerusakan. Selanjutnya kawasan tersebut ditetapkan menjadi Kawasan Rawan Bencana III yang tidak direkomendasikan sebagai hunian penduduk. Dengan kondisi demikian, maka penduduk yang semula mendiami kawasan tersebut, direlokasi ke tempat lain yang disebut hunian tetap. Permukiman di hunian tetap berupa bangunan rumah-rumah berderet, berdempet dengan pekarangan sempit yang dilengkapi dengan fasilitas umum seperti masjid, saluran drainase, jalan lingkungan berkonblok, kandang ternak komunal serta gudang dan PAUD. Keadaan tersebut sangat berbeda dengan permukiman semula milik warga, yang berupa rumah-rumah lapang, pekarangan luas, dan jarak antar rumah yang saling berjauhan. Perbedaan tersebut menuntut para warga pengungsi ini untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal barunya. Tujuan penelitian ini adalah melakukan eksplorasi untuk membangun konsep tentang adaptasi yang dilakukan korban erupsi Merapi terhadap permukiman baru di Hunian Tetap Batur dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan logika berfikir induktif dengan metode fenomenologi. Metode fenomenologi merupakan penelitian yang berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang yang berada dalam situasi tersebut. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif kualitatif. Hasil dan kesimpulan penelitian ini dapat diabstraksikan dalam konsep “narimo kanyatan (realistis) manggon ing papan relokasi” yang dapat dimaknai menerima kenyataan kehilangan rumah dan harta bendanya akibat bencana erupsi Merapi yang dialami dan bersedia tinggal di tempat relokasi dengan segala keterbatasannya. Konsep narimo kanyatan atau realistis yang dimaksud adalah sikap berserah diri kepada Tuhan yang menciptakan Merapi dan dampak yang menyertainya. Konsep ini juga diartikan tidak berpangku tangan dan hanya berdiam diri menghadapi segala perubahan yang terjadi pasca bencana dan berusaha melakukan adaptasi terhadap lingkungan barunya secara aktif. Adaptasi yang dilakukan warga penghuni Huntap Batur ini meliputi adaptasi terhadap perubahan fisik, sosial dan ekonomi yang dialami di permukiman baru. Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi warga pengungsi ini meliputi kesadaran dan pemahaman akan alasan mereka harus direlokasi, yang membentuk sikap menerima keadaan yang harus dilakoni dan rasa bersyukur akan kepemilikan rumah pasca bencana. Sementara itu faktor pendorong dari luar adalah kebersamaan dan perasaan senasib sepenanggungan dengan sesama pengungsi yang sama-sama menghuni Huntap Batur, penataan rumah yang mempertimbangkan kesan permukiman yang lama serta fasilitas di huntap yang memadai.

Merapi eruption that occurred in 2010 had buried some villages in the Yogyakarta Special Region (DIY) and destroyed thousands of houses. Furthermore, that region is set to be Disaster Prone Region III which is not recommended as residential area. Under these conditions, the people originally lived there, relocated to another place called the permanent residential. The settlement in permanent residential is row house, huddle with a narrow yard equipped with common facilities such as mosque, drainages, paving roads, communal cattle corral, warehouse and preschool. The situation is very different from the previous one belongs to the citizens. Meanwhile, the previous settlement comprises roomy houses, spacious grounds, and large distance between houses. Those differences insist the refugees to be able to adapt with the their new living environment. The purpose of this study is to conduct exploration in order to build the concept of adaptation made by the victims of Merapi‘s eruption towards new settlements in Batur Permanent Residential and to find out the factors that influence the adaptation. This study is a qualitative study using the inductive logic thinking and phenomenological method. This method is trying to understand the meaning of events and its linkages with the people who are in that situation. Data analysis performed in this study is descriptive qualitative . The results and conclusions of this study can be illustrated in the concept of \\\"narimo kanyatan manggon ing papan relokasi\\\" (accept a reality to live in the permanent residential). This concept can be interpreted as an acceptance towards the loss of homes and properties due to Merapi‘s eruption and the refugees‘s willingness to live in another place with all its limitations. Moreover, the narimo kanyatan (accept a reality) concept is the attitude of surrender to the God who created the Merapi and its accompanying impact. This concept is also defined that people did not just stand by and kept silent when met all of the changes that happened after the disaster, but they were struggling actively to adapt againts their new environment. Adaptations made by residents in the Batur Permanen Residential include adaptation to changes in the physical, social and economic which have been experienced in the new settlements. The main factor that influencing the refugees‘s adaptation is awareness and understanding of the reasons why they have to be relocated, which shape the attitude to accept the faced condition and gratitude for the post-disaster housing. While the external driving factors are the unity and similar feeling with other refugees in the Batur Permanent Residential, the houses‘s arrangement which consider the impression of previous settlements, and the adequate facilities in the permanent residential.

Kata Kunci : adaptasi, erupsi, permukiman baru, hunian tetap


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.