Mesir merupakan sebuah negara Islam yang sangat kental dengan nuansa
patriarki dalam kehidupan masyarakatnya. Perempuan, sebagaimana dipahami dalam
kuntruksi patriarki, selalu di tempatkan pada golongan masyarakat kelas dua
(golongan tersubordinasi) yang senantiasa dirampas hak-hak dan kemerdekaannya.
Sikap-sikap represif dari laki-laki inilah yang memicu perempuan untuk bergejolak
dan melakukan perlawanan sebagaimana yang diwakili oleh tokoh Inayah dalam
membrontak kekuasaan absolut suaminya Abdul Hadi, dalam novel Lail Wa
Qudhbni. Pemasalahan
yang akan dibahas adalah pola-pola perlawanan yang dilakukan oleh Inayah dalam
kehidupan rumah tangganya hingga Inayah mendapatkan hasil dari perjuangannya
tersebut. Metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah dengan
pembacaan teks novel secara menyeluruh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perlawanan kaum supordinat
diawali dengan perlawanan secara sembunyi-sembunyi. Perlawanan tersembunyi ini
dilakukan secara berkesinambungan tanpa putus dalam kehidupan keseharian.
Perlawanan tersembunyi ini juga dikenal dengan soft opposition. Perlawanan ini
dilancarkan dengan cara batiniah dan sikap-sikap seperti bermalas-malasan, kepurapuraan,
dan bersifat offstage. Pihak subordinat setalah melihat reaksi dari pihak
superdinat kemudian melanjutkan aksi perlawanannya menjadi frontal mengingat
reaksi dari pihak superdinat tidak signifikan dengan pola perlawanan soft opposition.
Pola perlawanan frontal menggunakan ungkapan kata-kata dengan perdebatan
secara langsung antara kedua belah pihak. Pada suatu waktu, pola perlawanan ini
dapat berkembang menjadi lebih agresif setelah pihak subordinat melihat reaksi dari
pihak yang dilawan. Tindakan egresif tersebut dilakukan secara terang-terangan
untuk memberikan efek perlawanan yang lebih dahsyat. Perlawanan secara kontinyo
ini pada akhirnya dapat memberikan efek runtuhnya dominasi kekuasaan. Pada akhir
perjuangan yang dilakukan oleh Inayah, dia berhasil mendapatkan maksud
perjuangan yang dituju yaitu, kebebasan dalam menentukan hdupnya sendiri,
kemerdekaan dari belenggu laki-laki dalam frame rumah tangga, dan mendapatkan
kembali hak-haknya hidupnya yang telah terenggut.
Egypt is an Islamic country that is very thick with the feel of patriarchy in the
lives of its people. Women, as understood in the construction of patriarchy , is always
placed on a two -class society groups (groups subordinate) are always deprived of the
rights and independence. Repressive attitudes of men to women is what triggers flare
up and take the fight as represented by figures membrontak Inayah the absolute
power of her husband Abdul Hadi , in a novel Lail Wa Qudhb
Kata Kunci : Perlawanan, Dominasi, Kemerdekaan