Ruang dan Representasi Sosial Malioboro Space and Social Representations of Malioboro
GALATIA PUSPA SANI, Derajad Widhyarto, S.Sos, M.Si
2013 | Skripsi | SosiologiWacana mengenai ruang di perkotaan memasuki era postmodern mulai beralih kepada wacana ruang sebagai tempat hidup. Ini tidak lepas dari peran ruangruang tersebut dalam membentuk sebuah kota. Mengenai hal tersebut, Henri Lefebve (1991) mengemukakan perihal pentingnya produksi ruang. Menurutnya, ruang sangat rentan terhadap kooptasi kelompok dominan mayoritas yang dapat berakibat kepada hilangnya fungsi ruang tersebut sebagai tempat hidup. Dengan gagasannya mengenai produksi ruang, Henri Lefebvre menyebutkan bahwa ruang sosial bisa tercapai apabila ruang tersebut sudah mampu berproduksi sendiri. Artinya, semua elemen yang mendiami dan berada di ruang tersebut dapat menjalankan perannya masing-masing dengan baik. Dalam penelitian ini, konsep produksi ruang yang ditulis oleh Henri Lefebvre digunakan untuk mencari ruang sosial di Malioboro. Malioboro sebagai sebuah lanskap kota memiliki banyak kemungkinan tumbuhnya ruang-ruang hidup bersama. Ruang-ruang ini dimungkinkan muncul karena adanya beberapa faktor yang menjadi magnet. Sebut saja faktor pariwisata, ekonomi, dan sejarah. Dengan begitu dapat dipastikan Malioboro merupakan sebuah ekosistem sosial dimana terjadi bermacammacam interaksi. Pada kondisi ini keberadaan ruang sosial menjadi sangat penting dalam rangka menjaga keberlanjutan Malioboro sebagai sebuah ruang dan dari dominasi kelompok tertentu. Penggunaan metode Sosiologi Visual dalam penelitian ini erat kaitannya dengan keseharian penulis yang menggeluti dunia fotografi. Oleh sebab itu, data-data yang akan disajikan berupa bentuk-bentuk visual 2 dimensi. Data-data tersebut merupakan hasil dari riset dan hunting terhadap Malioboro yang selanjutnya diolah dan dikategorisasikan. Setelah itu, proses berikutnya adalah melihat dan membaca data-data tersebut melalui teori produksi ruang. Setelah melewati proses yang panjang, penelitian ini sampai pada dua kesimpulan. Pertama, ruang sosial di Malioboro tidak menempati batas lingkup tertentu, akan tetapi Maliobro itu sendiri merupakan ruang sosial. Sebagai ruang, Malioboro telah memenuhi syarat untuk dapat berproduksi sendiri, artinya proses produksi ruang tersebut yang menghasilkan ruang sosial. Kedua, Malioboro sebagai ruang sosial ternyata juga memiliki karakteristik yang lentur. Kemampuan untuk mentransformasikan hegemoni atas ruang menjadi relasi yang setara membuktikan karakteristik tersebut.
-
Kata Kunci : ruang sosial, Malioboro, Sosiologi Visual, produksi ruang