URGENSI PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM HAL PEMBERIAN GRASI SEBAGAI HAK PREROGATIF PRESIDEN
VERONICA DYASTI ARUM S, Sardjuki, S.H., M.H.
2013 | Skripsi | EKSTENSI HUKUMGrasi merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh Presiden sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pertimbangan Mahkamah Agung menunjukkan pembatasan kekuasaan Presiden dalam pemberian Grasi. Pemberian grasi merupakan kewenangan presiden yang diberikan oleh Undang – Undang Dasar 1945 Republik Indonesia. Pengaturan grasi selanjutnya diatur dengan Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya). , substansi Undang-undang mengatur proses pemberian grasi tanpa melalui pertimbangan yang berkaitan dengan sistem peradilan pidana (criminal justice system) itu sendiri. Namun, setelah tahun 2002 pemberian grasi didasarkan pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi). Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode dokumentasi data sekunder sesuai daftar pustaka, yaitu dengan cara mengumpulkan data, mengkaji teori-teori hukum yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, mengkaji peraturan-perundangan yang berlaku, dan menganalisis data hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tentang urgensi pertimbangan Mahkamah Agung terhadap pemberian grasi sebagai hak prerogative presiden. Pemberian grasi itu memang sepintas tidak ada masalah disebabkan karena hak prerogratif penuh presiden. Hanya saja, urgensi Mahkamah Agung yang secara yuridis adalah pihak resmi yang dimintai pertimbangan, dengan tegas memberi masukan agar terpidana tidak atau diberikan grasi. Mengingat kejahatan yang dilakukannya misalnya merupakan jenis kejahatan ekstraordinary. Kejahatan kelas tinggi, dan membahayakan kehidupan para generasi bangsa.
Clemency is a right held by the President as stated in Article 14 paragraph (1) of 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (RI 1945). Consideration of the Supreme Court indicate restrictions in granting clemency powers of the President. Granting presidential pardons are granted authority by the Constitution - Constitution of 1945 of the Republic of Indonesia. Setting clemency shall be regulated by Act - Act No. 22 of 2002 on clemency , as amended by Act - Act No. 5 of 2010 on Amendment - Law No. 22 Year 2002 on clemency. Supreme Court the authority to examine and decide on the final level. Closely related to the function of the judiciary is to the right of judicial review, which is authorized to test / assess the substantive legislation under the Act about whether a rule in terms of its content (the material)., Substance laws regulate the process of granting clemency without consideration relating to criminal justice system (criminal justice system) itself. However, after 2002 the granting of pardon is based on Law No. 22 Year 2002 on Clemency (Clemency Act). This research is a normative juridical documentation methods appropriate bibliography of secondary data, ie by collecting data, reviewing legal theories relating to research problems, reviewing the applicable laws and regulations, and analyzing research data. Research carried out to find out about the urgency of the Supreme Court judgment against the prerogative of granting pardon as president. Granting clemency was indeed face there is no problem because the full prerogative of the president. However, the urgency of the Supreme Court who is legally authorized parties consulted, strongly suggested would not convicted or granted clemency. Given the crimes they have committed such a crime types ekstraordinaryHigh-class crime, and endangering the lives of the future generation.
Kata Kunci : Mahkamah Agung, Hak prerogatif presiden, Grasi Â