Laporkan Masalah

KEADAAN INSOLVENSI SEBAGAI ALASAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

Efendy H. Purba, Dr. Tata Wijayanta, S.H., M.Hum.

2013 | Tesis | S2 Magister Hukum

Penelitian mengenai keadaan insolvensi sebagai alasan pembubaran badan hukum perseroan terbatas berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) bertujuan untuk 1) mengkaji peraturan perundang-undangan yang mengatur pembubaran badan hukum perseroan terbatas pailit yang harta kekayaan pailit berada dalam keadaan insolvensi 2) mengkaji pembubaran badan hukum perseroan terbatas pailit yang harta kekayaannya berada dalam keadaan insolvensi untuk mencapai kepastian hukum. Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris yang menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier melaluli penelitian kepustakaan dan data primer melalui penelitian lapangan dengan lokasi di wilayah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Cara dan alat pengumpulan data sekunder dilakukan dengan metode dokumentasi dengan alat studi dokumen, sedangkan data primer diperoleh dengan wawancara dengan alat pedoman wawancara. Analisis data dilakukan dengan metode deduktif dan induktif. Hasil penelitian menunjukkan peraturan pembubaran perseroan pailit diatur secara terpisah dari UUK-PKPU, yakni di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Peraturan pembubaran ini merupakan tuntutan masyarakat sehingga merupakan produk hukum responsif yang pembentukannya dilakukan secara parsial dan terbuka. Akibatnya, keadaan insolvensi dalam UUK-PKPU mutatis-mutandis tidak mengakibatkan pembubaran perseroan pailit. Pembubaran dan pengakhiran perseroan justru terjadi setelah pemberesan selesai. Selaku kurator atau likuidator yang diangkat hakim pengawas, melakukan pembubaran perseroan dengan cara yang berbedabeda. Berdasarkan penelitian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi inkonsistensi norma kepailitan dengan norma pembubaran perseroan. Perbedaan ini dapat dihindari dengan doktrin kekhususan yang sistematis(systematiche specialitet). Oleh sebab itu, perlu penyempurnaan UUK-PKPU dengan memasukkan peraturan dan tatacara pembubaran dan pengakhiran badan hukum perseroan ke dalamnya sehingga proses pembubaran dan pengakhiran perseroan terbatas mempunyai kepastian hukum dan berkeadilan.

This study on insolvency condition as the reason of the dissolution of limited liable company’s legal entity based upon Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Debt Moratorium aims at 1) reviewing any applicable laws and regulations governing the dissolution of any bankrupt limited liability company whose assets are insolvent; 2) reviewing the dissolution of any bankrupt limited liability company’s legal entity whose assets are in solvent in order to obtain legal certainty. It was empirical-normative study using secondary data originating from primary, secondary, tertiary legal materials by way of literature study and primary data by way of field study which took the Central Jakarta District Court as the location of research. The secondary data were collected by documentation method using the document study tools, while the primary data were collected by way of interviews using the interview guiding tools. Data analysis was conducted using deductive and inductive methods. The finding demonstrated that the dissolution of any bankrupt limited liability company is regulated in the regulation and law different from Law on Bankruptcy and Debt Moratorium (UUK-PKPU), which is Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company (UUPT). This law of dissolution constitutes a public demand that it is a responsive legal product whose establishment is executed in a partial and transparent way. Consequently, the insolvency condition in Law on Bankruptcy and Debt Moratorium shall mutatis mutandis not result in the dissolution of any bankrupt company. The dissolution and termination of any company shall occur upon the completion of settlement. As the receiver or liquidator appointed by the supervisory judge shall execute the company dissolution in differents ways. In accordance with the study and discussion as mentioned above, it can be concluded that there is any inconsistency between the bankruptcy norms and the company dissolution norms. Such inconsistency can be avoided by the application of any sistematic special doctrine (systematiche specialitet). Therefore, it is necessary to complete Law on Bankruptcy and Debt Moratorium (UUKPKPU) by including the regulations and procedures of dissolution and termination of the company’s legal entity so that the dissolution and termination processes of any limited liability company shall have legal certainty and fairness.

Kata Kunci : Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Pembubaran Perseroan Terbatas


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.