PERLINDUNGAN TERHADAP PENONTON FILM (Analisis Isi UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman)
Itsna Hidayatul Khusna, Dr.phil.Ana nadhya Abrar, M.E.S.
2013 | Tesis | S2 Ilmu Politik/Ilmu KomunikasiKebijakan komunikasi dibuat salah satunya agar masyarakat selamat dalam proses komunikasi. Undang-undang merupakan salah satu bentuk kebijakan. Peraturan perundang-undangan dibuat berdasar pada Pancasila, dan materi isinya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 dan hak asasi manusia. Salah satu kebijakan komunikasi di Indonesia yaitu UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. UU Perfilman merupakan kebijakan yang mengatur segala hal yang berhubungan dengan perfilman di Indonesia, salah satunya yaitu memuat aturan tentang masyarakat. Masyarakat yang diposisikan sebagai penonton dan konsumen film mempunyai hak dasar yaitu hak konsumen yang secara universal sudah diakui. Penelitian ini hendak melihat perlindungan penonton film yang didasarkan pada hak-hak konsumen yang diambil dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan UU Perlindungan Konsumen. Untuk melihat isu perlindungan penonton film dalam UU Perfilman tersebut, digunakanlah analisis isi kualitatif sebagai metode. Analisis isi merupakan metode yang digunakan untuk melihat isi sebuah undang-undang untuk mengetahui ciriciri sebuah undang-undang. Terdapat 90 Pasal dalam UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Setelah melakukan analisis berdasar pada hak konsumen di atas, perlindungan yang didapat oleh penonton film berdasar pada UU No. 33 Tahun 2009 tentang perfilman adalah: dia aman dalam kegiatannya berkomunikasi dalam hal ini aman saat dia berada di sebuah ruang-ruang pertunjukkan film, ada pemberitahuan film yang akan ditonton berdasarkan penggolongan usia penonton film, ada tanda lulus sensor untuk film yang akan ditayangkan, mendapatkan kejelasan mengenai iklan film, karena iklan film yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan isi film yang akan ditayangkan, adanya LSF, regulator dalam perfilman yang bertugas melakukan sensor film yang akan ditayangkan, mendapat edukasi dari LSF mengenai sensor dan penggolongan usia film, memperoleh kemudahan sarana dan prasarana pertunjukkan film.
One of the reason why communication policies made is that people survived in the communication process. The law is a form of policy. Legislation made based on Pancasila, and material contents must not different with the UUD 1945 and human rights. One of the communication policy in Indonesia is UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Film Law is a policy that governs all things related to the film industry in Indonesia, one of which contains the rules of society. Society is positioned as audiences and consumers have the right basic consumer rights that are universally recognized. This research seeks to look at the protection film audiences based on consumers' rights are taken from the Universal Declaration of Human Rights (UDHR) and the Consumer Protection Act. To look at the issue protection film audiences in the Film Act, researcher used qualitative content analysis as the method. Content analysis is a method used to view the contents of a statute to determine the characteristics of a statute . Contained 90 subsection of UU No. 33 Tahun2009 tentang Perfilman . After doing the analysis , based on the above consumer rights , the protection obtained by movie audiences based on UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman is : they are safe in their actions in this communicating safely while he was in a movie performances spaces , there is a notice that the film will be watched by an audience age classification of films , there is a passing mark sensor for the film to be screened , get clarity of the ad/reclame films , ad/reclame film made for must not different with the contents of the film to be screened , the presence of LSF , the regulator in charge of film censorship film to be screened , receive education by LSF on age classification sensors and films , and the means of obtaining ease infrastructure performance films .
Kata Kunci : penonton film, hak konsumen, UU perfilman.