Perlindungan Hukum Terhadap Penduduk Negara Kepulauan Kiribati Sebagai Pengungsi Akibat Perubahan Iklim dan Dampak Pemanasan Global
MUTHI YUNIATI S., Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M.
2014 | Skripsi | ILMU HUKUMPerubahan iklim telah dibahas pada Konferensi Iklim Dunia Pertama yang diadakan oleh Badan Meteorologi Dunia pada tahun 1979. Perubahan iklim kemudian menjadi isu yang sangat penting dan dibahas pada Konferensi Bumi Tingkat Tinggi di Rio de Janeiro, Brazil. Pertemuan ini menghasilkan Konvensi Kerangka Kerja PBB Untuk Perubahan Iklim 1992 (United Nations Framework Convention on Climate Change 1992) yang memfokuskan pada dampak perubahan iklim dan pemanasan global di bumi dan kehidupan manusia. Namun dunia global belum menanggapi secara serius tentang hal ini. Ketika memasuki tahun 2000an hingga sekarang, dampak perubahan iklim dan pemanasan global secara nyata terjadi dan dirasakan oleh semua masyarakat dunia. Salah satu negara yang mengalami secara nyata adalah Negara Kepulauan Kiribati yang terletak di perairan Samudera Pasifik. Negara Kepulauan Kiribati terancam akan tenggelam dan diprediksikan menjadi negara pertama di dunia yang akan merelokasikan penduduknya ke negara lain. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat global khususnya penduduk Negara Kepulauan Kiribati yang terancam akan direlokasikan sehubungan dengan perubahan iklim dan dampak pemanasan global adalah permasalahan utama yang akan dibahas dalam pembahasan penulisan hukum ini. Kemudian lembaga mana yang berwenang dalam mengurusi perlindungan pengungsi ini juga akan dibahas dalam penulisan hukum ini. Dalam mencari jawaban permasalahan di dalam penulisan hukum ini akan dijabarkan mengenai penyebab perubahan iklim dan dampak pemanasan global, instrumen internasional yang terkait dengan perubahan iklim, landasan hukum mengenai pengungsi dan hak asasi khususnya hak asasi pengungsi, serta pembahasan mengenai lembaga yang berwenang mengurus permasalahan ini. Temuan dan analisis dalam penulisan hukum ini adalah bahwa penduduk Negara Kepulauan Kiribati belum bisa dikategorikan sebagai ‘climate refugees’ karena belum ada peraturan yang mengaturnya dan juga tidak bisa menyandang status ‘pengungsi’ sesuai dalam Pasal 1 Konvensi Jenewa 1951 Mengenai Status Pengungsi, Protokol Kyoto 1997 dinilai belum efektif mengatasi dan mengurangi emisi karbon, serta organisasi internasional seperti UNHCR dan negara-negara tetangga pun berwenang membantu menangani permasalahan yang dialami oleh Negara Kepulauan Kiribati.
Climate change has been issued since 1979 at First World Climate Conference held by World Meteorological Organization. And it became a big issue in Earth Summit Conference held in Rio De Janeiro, Brazil. This summit conducted the United Nations Framework Convention on Climate Change 1992 focusing on climate change and global warming effects on earth and human lives. But global were not seriously responded about these issues. When in 2000s until now, climate change and global warming effects is happening to all countries in the world. One of the countries that significantly suffered due to climate change and global warming is the Archipelagic State of Kiribati located in the Pacific Ocean. Archipelagic State of Kiribati threatened to sink and is predicted to be the first country in the world to relocate its residents to other countries. What are the forms of legal protection towards the global community particularly inhabitants of Archipelagic State of Kiribati threatened of being relocated due to climate change and global warming is the main issue discussed in this paper. And which institution has the authority to accomodate in refugee protection is also discussed in this paper. In finding the answer, this legal research explains the causes of climate change and global warming, the international instruments related to climate change, the legal basis of refugees and human rights particularly the rights of refugees, and as well as discussion of the competent authorities to accommodate this issue. The findings and analysis in this legal research found that the inhabitants of Archipelagic State of Kiribati could not be categorized as ‘climate refugees’ because there is no legal instrument and also cannot be hold the status of ‘refugees’ according to Article 1 of the Geneva Conventions Relating to the Status of Refugees 1951. Legal instruments such Kyoto Protocol 1997 considered not effectively conducted in managing and reducing carbon emissions, as well as international organization such as UNHCR and neighbouring countries were authorized to accommodate the issues faced by the Archipelagic State of Kiribati.
Kata Kunci : perubahan iklim, pengungsi, perlindungan hukum