Laporkan Masalah

HUBUNGAN ANTARA KEPARAHAN MALOKLUSI DAN BENTUK LENGKUNG GIGI RAHANG ATAS ORANG JAWA

DIAN FITRIANA HESTININGSIH, drg. Darmawan Sutantyo, SU, Sp. Ort (K)

2013 | Skripsi | PENDIDIKAN DOKTER GIGI

Maloklusi merupakan tata letak gigi abnormal yang mengakibatkan perubahan dimensi lengkung gigi, sehingga berpengaruh terhadap bentuk lengkung gigi. Bentuk lengkung gigi merupakan komponen penting dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan ortodontik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keparahan maloklusi dan bentuk lengkung gigi rahang atas orang Jawa. Empat puluh lima studi model pasien simulasi praktikum Ortodonsia III Tahun 2013 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada dengan kriteria: 1) orang Jawa keturunan ketiga yang terdiri dari laki-laki dan perempuan 2) berusia 19 – 25 tahun, 3) gigi permanen lengkap hingga gigi molar kedua dengan relasi molar pertama Klas I Angle, 4) gigi berjejal, 5) tidak ada karies yang melibatkan tonjol gigi dan daerah interproksimal, 6) tidak sedang atau belum pernah menjalani perawatan ortodontik dan ortognatik. Studi model diukur keparahan maloklusi dengan Occlusion Feature Index (OFI) dan hasilnya dikategorikan derajat ringan, sedang atau berat. Bentuk lengkung gigi rahang atas ditentukan dengan mengukur lebar interkaninus dan tinggi interkaninus kemudian hasilnya dirasiokan dan kategorikan tapered, square atau ovoid. Hasil pengukuran skor maloklusi dan rasio bentuk lengkung gigi yang diperoleh dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson’s Product-Moment. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif antara keparahan maloklusi dan bentuk lengkung gigi rahang atas orang Jawa dengan nilai koefisien korelasi -0,552 (p<0,05). Kesimpulannya adalah semakin besar keparahan maloklusi maka semakin kecil rasio antara lebar interkaninus dan tinggi interkaninus yang artinya bentuk lengkung gigi rahang atas mendekati tapered. Prevalensi bentuk lengkung gigi terbanyak ovoid, diikuti square dan tapered.

Malocclusion is abnormal dental alignment that causes change on dental arch dimensions. Therefore, it influences the form of dental arch. Dental arch form is an important component to diagnose and plan orthodontic treatment. The aim of this study was to investigate the relation between the degree of malocclusion and maxillary arch form of Javanese people. Fourty five study models of Orthodonsia practicum III Faculty of Dentistry Universitas Gadjah Mada (2013) with these criteria: 1) third generation of Javanese consist of men and women, 2) aged 19 – 25 years old, 3) complete permanent teeth up to second molar with the Angle’s Class I first molar relation, 3) crowding, 4) no caries in cups and interproximal area, 5) Not or never been in an orthodontic and orthognatic treatment. Study model’s degree of malocclusion was measured by Occlusal Feature Index and the results were categorized as mild, moderate or severe. The maxillary arch form was defined by measuring the intercaninus width and depth. The results’ ratios then were categorized as tapered, square or ovoid. Next, the result scores of malocclusion and the ratios of arch form were analyzed by using Pearson correlation. The result showed there was a negative relation between the degree of malocclusion and maxillary dental arch form of Javanese people with correlation significancy -0,552 (p<0,05). The conclusion was the bigger of the malocclusion scores, the smaller ratios between intercaninus width and depth. It means that the maxillary arch form tends to be tappered. The most common of the arch form was ovoid, followed by square, then tapered.

Kata Kunci : Keparahan maloklusi, Bentuk lengkung gigi, Occlusion Feature Index, Jawa


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.