Laporkan Masalah

VARIASI KEDALAMAN DISKONTINUITAS MOHO DI JAWA TENGAH DAN YOGYAKARTA BERDASARKAN DATA RECEIVER FUNCTION

NOOR ACHID YUNARTHA, Dr. rer. nat. Wiwit Suryanto, M.Si

2013 | Skripsi | GEOFISIKA

Diskontinuitas Mohorovičić atau sering disebut dengan Moho, merupakan batas antara lapisan kerak bawah dengan lapisan atas mantel. Batas ini memiliki karakteristik tersendiri yaitu meningkatnya kecepatan gelombang-P yang melewati batas tersebut meningkat dari 6,75 km/s menjadi 8 km/s. Perbedaan kecepatan antara kerak dan mantel dapat digunakan untuk mengestimasikan ketebalan kerak bumi. Tiap daerah memiliki ketebalan kerak yang berbeda. Proses tektonik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan ini. Penelitian ini telah memetakan kedalaman batas diskontinuitas Moho di bawah 110 stasiun seismik MERAMEX (MERapi AMphibian EXperiment) di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pemetaan ini menggunakan teknik stacking H-κ (Zhu dan Kanamori, 2000) dari data receiver function stasiun MERAMEX. Teknik ini memanfaatkan perbedaan waktu penjalaran antara gelombang-P langsung dengan fase gelombang Ps, PpPs dan PsPs+PpSs. Perbedaan waktu ini dapat dihitung dengan mengestimasikan nilai kedalaman (H) batas diskontinuitas Moho dan nilai 􀀃 􀀄 /􀀃 􀀆 (􀀁 ) di bawah stasiun penerima. Kedalaman batas diskontinuitas Moho rata-rata yang dihasilkan adalah 33,54 km dengan nilai 􀀁 sekitar 1,65. Kedalaman dangkal berkisar 25 – 33 km berada di sekitar Yogyakarta dan Semarang. Sedangkan batas diskontinuitas Moho yang dalam berkisar 39 – 43 km berada di sekitar Gunung Sindoro, Sumbing, Lawu dan Ungaran

Mohorovičić discontinuity or Moho is a boundary between the crust and upper mantle. This boundary has a characteristic that P wave velocity increased from 6,75 km/s up to 8 km/s. The velocity contrast between crust and mantle can be used to estimate the crustal thickness. Tectonic process is a factor that caused different value of the crustal thickness at every region. This research has mapped the Moho depth under 110 MERAMEX (MERapi AMphibian EXperiment) seismic stations in central of Java and Yogyakarta. We use stacking H-κ technique (Zhu and Kanamori, 2000) from receiver function data of MERAMEX stations to map the depth. This technique uses the different travel-time between the direct P wave with the Ps, PpPs and PsPs+PpSs phase. This different travel-time can be computed using estimation of the depth value of Moho discontinuity boundary (H) and 􀀃 􀀄 /􀀃 􀀆 ( 􀀁) under receiver station. The average value of Moho depth from this research is 33,54 km and 􀀁 value approximately 1,65. The shallow Moho depth values are found at Yogyakarta and Semarang with approximately value between 25 – 33 km. But, the deep ones are found at Sindoro, Sumbing, Lawu and Ungaran Mountain with approximately value between 39 – 43 km

Kata Kunci : -


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.