Laporkan Masalah

JURNALISME PERDAMAIAN (STUDI KASUS PEMBERITAAN JAWA POS ATAS PENYERANGAN TERHADAP AHMADIYAH DI CIKEUSIK PADA FEBRUARI 2011)

Adibah Sayyidati, Dr. Eric Hiariej M.Phil.

2013 | Tesis | S2 Magister Perdamaian & Resolusi Konflik

Bentrokan yang melibatkan Ahmadiyah seringkali menjadi perbincangan hangat di ruang publik. Salah satunya adalah konflik Ahmadiyah di Cikeusik pada Februari 2011. Dalam hal ini, peran media sangat besar, terutama ketika berkaitan dengan konflik kekerasan. Pemberitaan yang tidak layak tentang konflik kekerasan justru kontraproduktif dengan usaha pembangunan perdamaiannya. Karena itu, prinsip-prinsip jurnalisme perdamaian sebaiknya diterapkan dalam penulisan beritanya. Koran yang diteliti pemberitaannya tentang bentrokan yang menimpa Ahmadiyah di Cikeusik adalah Jawa Pos. Koran ini dipilih karena menjadi salah satu surat kabar yang berpengaruh di Indonesia. Ketika jumlah pembaca koran dinilai semakin menurun, hal yang sama tidak terjadi pada Jawa Pos. Jurnalisme perdamaian menekankan pada sikap editor dan reporter dalam menentukan pilihan tentang apa yang diberitakan dan bagaimana melaporkannya. Tujuannya adalah menyajikan berita-berita yang memberikan peluang kepada masyarakat sebagai konsumen media massa untuk mempertimbangkan penggunaan upaya-upaya nirkekerasan saat berada pada situasi konflik. Ada tujuh prinsip dalam jurnalisme perdamaian, di antaranya mencari penyebab dari aspek historis, melihat aspek humanisasi di semua pihak, serta fokus pada dampak nonfisik konflik kekerasan, para pegiat perdamaian di tingkat akar rumput, dan rekonstruksi pascakonflik. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis pembingkaian yang memperhatikan kutipan sumber, pemakaian kata atau kalimat tertentu, dan posisi berita pada tata letak suatu surat kabar. Setelah dianalisis, ternyata Jawa Pos tidak menerapkan jurnalisme perdamaian dalam pemberitannya mengenai konflik Ahmadiyah di Cikeusik. Kesulitan penerapan prinsip itu disebabkan oleh tidak seimbangnya kekuatan di antara pihak-pihak yang bertikai.

Clashes involving Ahmadis often becomes public debate. One of these clashes is a violent conflict involving Ahmadis in Cikeusik occurred at February 2011. Mass media is very influential in this case. Unproper news of that violent conflict would be counterproductive to peace building efforts. Therefore, the principles of peace journalism should be applied in writing news about this conflict. This thesis analyzes Jawa Pos‟s news about violent conflict involving Ahmadiyya happened in Cikeusik. This newspaper was chosen it is one of the influential newspaper in Indonesia. When the number of newspaper readers decline, the same thing does not happen to Jawa Pos. Peace journalism emphasizes the attitude of editors and reporters on deciding about what is reported and how to report it. The goal is to present news that give public an opportunities to consider the use of nonviolent action when efforts are in conflict situation. There are seven principles of peace journalism that includes finding the cause of the conflict from historical aspect, considering the humanization side of all parties involved in the conflict, focusing on the intangible impact of violent conflict, emphasizing the role of peace activists at grassroots level, and underlining post-conflict reconstruction. The method used in this study is framing analysis that takes into account quote sources, the use of certain words or phrases, and the position of news in a newspaper layout. After analyzing Jawa Pos‟s news, it can be concluded that this newspaper does not apply peace journalism on reporting violent conflict involving Ahmadis in Cikeusik. Difficulties to apply peace journalism is caused by the imbalance of power between the warring parties.

Kata Kunci : jurnalisme perdamaian, konflik Ahmadiyah di Cikeusik pada Februari 2011, Jawa Pos


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.