Laporkan Masalah

KIDUNG DEWA YAJŇA PADA TRADISI UPACARA RITUAL TUMPEK PENGATAG DI DESA ADAT PENGLIPURAN, KELURAHAN KUBU, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI, PROVINSI BALI: TELAAH ASPEK KELISANAN ALBERT B LORD

ARIEF NUR MUSTAQIM, Dr. Novi Siti Kussuji I, M.Hum

2013 | Tesis | S2 Sastra

Upacara Ritual Tumpek Pengatag merupakan sebuah tradisi lisan yang masih bertahan di tengah masyarakat Desa adat Penglipuran. Tumpek Pengatag berupa upacara ritual bersifat sakral yang diselenggarakan sebagai pewujudan rasa terimakasih masyarakat kepada Sang Hyang Widhi atas limpahan rizki dari alam. Ritual tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehadiran kidung. Kidung sebagai bagian dari budaya memiliki hubungan erat dengan budaya masyarakat pendukungnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan aspek-aspek kelisanan sebagaimana yang diungkapkan Albert B Lord yang terdapat dalam kidung Dewa Yajna pada pelaksanaan upacara ritual Tumpek Pengatag dan mengungkap nilai-nilai yang terkandung dalam kidung tersebut. Objek material penelitian ini adalah teks kidung Dewa Yajna yang terdapat pada upacara Tumpek Pengatag yang diperoleh melalui proses perekaman dengan didukung oleh data yang dikumpulkan dari proses wawancara dan studi pustaka. Permasalahan yang akan dibahas adalah aspek kelisanan yang meliputi proses transmisi, formula, ekspresi formulaik, aspek pertunjukan, fungsi dan nilai-nilai yang terkandung dalam kidung bagi kemaslahatan masyarakat Desa adat Penglipuran. Metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah metode penelitian etnografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi pelantunan kidung Dewa Yajna dalam upacara Tumpek Pengatag dinyanyikan oleh para sinden. Sinden terdiri dari 20 orang wanita yang rata-rata telah berusia lanjut. Seorang sinden melalui tahap penurunan atau proses transmisi pasif yaitu dengan menghafal kata per kata dari bagian kidung dengan belajar kepada seorang guru yang menguasai kidung Dewa Yajna. Pelaksanaan upacara tidak diiringi dengan alat musik tetapi hanya mengandalkan suara lantunan dari para sinden. Konvensi upacara Tumpek Pengatag tersebut terdiri dari persiapan, ritual, dan penutup. Kidung Dewa Yajna terdiri dari tiga bagian, yakni bagian kawitan atau pembuka, bagian pangawak atau inti, dan bagian penutup. Formula yang terdapat dalam kidung antara lain berupa penyebutan bebanten, penyebutan tempat persemayaman dewa, penyebutan manifestasi Tuhan YME berupa wujud dari para dewa, dan harapan yang hendak dicapai dari pelaksanaan ritual. Frasa-frasa dalam formula ini merupakan stock in trade yang ada dalam pikiran sinden. Fungsi kidung Dewa Yajna pada upacara Tumpek Pengatag adalah sebagai pengiring upacara sehingga menimbulkan nuansa khidmat dan banyak memiliki nilai-nilai keagamaan Hindu dan upaya pelestarian lingkungan.

Tumpek Pengatag sacred ritual is an oral tradition which still survives in the Penglipuran traditional village society. It is a ceremony which categorized as a sacred ritual which is held as a realization of the societies gratitude to Sang Hyang Widhi for the nature overflow of good luck. The ritual cannot be separated from the presence of ballad. Ballad as a part of the culture has a close relationship with the cultural society supporters. The objectives of the research are to reveal the oarality aspects as stated by Albert B Lord and revelas the values which are contained in the ballad itself. The material objects of this study is the text of Dewa Yajna ballad which is conducted in the Tumpek Pengatag ceremonies obtained through recording process and supported by the data collected from the interviews and literature. The research problems to be discussed are the aspects of orality which includes transmission processes, formulas, formulaic expressions, aspects of performance, and values contained in the ballad for the benefit of Penglipuran Traditional Village societies. The method used in conducting this research is ethnographic research method. The research results showed that the tradition of chanting Dewa Yajna ballad on Tumpek Pengatag ceremony was sung by sinden. Sinden consists of twenty old women. A sinden through a transmission phase which is called passive transmission that she should memorize the ballad word by word with the study with the Dewa Yajna ballad expert teacher. The ceremony itself was not accompanied by musical instruments, but only rely on the sound of chanting from sinden. The convention of Tumpek Pengatag ritual are consisted by the preparations, rituals, and closing. Dewa Yajna ballad consists of three main parts, they are the opening or kawitan, the main ballad or pangawak, and the closing. The formula contained in the songs can be defined as the mentions of bebanten, the mentions of God abode, the mentions of Hyang Widhi manifestation in the forms of God, and the hope to be achieved from the implementation of ritual. The phrases in the formula are the stock in trade that resides in the sinden minds. The functions of Dewa Yajna ballad in the ceremony as the bridesmaid of Tumpek Pengatag so it’s able to create solemn shades and have many Hindu religious values and environmental conservation efforts.

Kata Kunci : Ritual Tumpek Pengatag, kidung, kelisanan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.