MEMBACA ULANG KULTUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (SEBUAH REFLEKSI KRITIS DARI DALAM)

Barito Mulyo Ratmono, Prof. Dr. Lasiyo, MA.

2013 | Disertasi | S3 Kajian Budaya dan Media

Pelekatan stigma terhadap kultur Polri oleh masyarakat masih terjadi, meskipun telah dilakukan reformasi struktural dan instrumental. Polri kerap memperdebatkan bahwa bukan kultur organisasinya yang tidak baik, melainkan ada sebagian aktor yang memiliki perilaku bertentangan dengan nilai, norma, dan simbolisasi normatif kultur Polri (Tri Brata dan Catur Prasetya). Namun perilaku tersebut terus menerus diproduksi melintasi ruang dan waktu sehingga mereproduksi struktur yang merupakan metafora dari kultur Polri yang tidak baik. Penelitian dilakukan sejak Februari 2011 sampai Oktober 2012 dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode etnografi kritis, yaitu mengeksplorasi fenomena sosial melalui penyajian bentuk-bentuk kontradiksi dari berbagai gagasan serta aktivitas yang mengkonstruksi kultur Polri saat ini. Informan yang dilibatkan sebanyak empat puluh satu orang meliputi empat wilayah penelitian, yaitu: Mabes Polri, Akpol, SPN Purwokerto, dan Polda Jawa Tengah. Data pendukung diperoleh dari foto, film, dan dokumen sejarah serta kliping koran yang memuat pemberitaan Polri (2009-2011). Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, pengamatan kegiatan pendidikan di Akpol dan SPN Purwokerto serta kegiatan kepolisian di jajaran Polda Jawa Tengah. Teori yang digunakan terdiri dari teori strukturasi (Giddens), teori hegemoni (Gramsci), dan teori kritis self reflection (Habermas). Ada tiga temuan hasil penelitian: (1) pengkonstruksian struktur berupa kultur organisasi tidak dilaksanakan dengan baik di Akpol dan SPN dengan indikasi adanya kebijakan memutasikan aktor yang menyimpang ke lembaga pendidikan tersebut, adanya fenomena kontradiksi posisi aktor pendidik, konfigurasi pengetahuan profesionalisme tugas lebih banyak terdapat dalam narasi kurikulum dibandingkan gugus pengetahuan kultur normatif Polri, ada beberapa perkataan yang memiliki makna tertentu dan dapat mempengaruhi kesadaran para calon aktor di Akpol dan SPN dalam memunculkan gagasan dan perilaku sebagai aktor Polri; (2) sistem hirarkhi ketat dimainkan dalam pentas formal pelaksanaan tugas kepolisian, sedangkan hegemoni Gramsci dimainkan dalam pentas relasional informal antara sebagian aktor dominan dengan sebagian aktor sub ordinat; dan (3) adanya struktur pertarungan kepentingan dan motivasi dalam konstruksi kultur Polri yaitu pertarungan gagasan dan tindakan yang sesuai dan tidak sesuai dengan nilai, norma, dan simbolisasi normatif Polri. Disimpulkan bahwa belum membaiknya kultur Polri hingga saat ini dikarenakan telah ada proses produksi yang cacat di pabrik aktor Polri yaitu Akpol dan SPN, adanya penyalahgunaan jabatan dan kewenangan melalui proses hegemoni serta pertarungan kepentingan antar aktor Polri. Untuk mengubah kultur Polri tersebut, harus dimulai dari lembaga pendidikan pembentukan dan satuan kewilayahan secara bersamaan melalui sistem hirarkhi untuk menanamkan gagasan dan tindakan yang sesuai dengan nilai, norma, dan simbolisasi normatif kultur Polri.

Stigma attaching to the culture of the Indonesian National Police by the public is still going on, although it has been carried out structural reforms and instrumental. Police often argue that organizational culture is not bad, but there are some actors who have Police behavior contrary to the values, norms, and normative symbol of Police culture (Tri Brata and Catur Prasetya). However, the behavior produced continuously across space and time so that reproduces the structure of which is a metaphor of a Police culture that is not good. The study was conducted from February 2011 to October 2012 using a qualitative approach and critical ethnography, which explores the social phenomenon through the presentation of contradictory forms of various ideas and activities to construct the current police culture. Informants are involved as much as forty-one peoples covers four research areas, namely: Police Headquarters, Police Academy, SPN Purwokerto, and Region Police of Central Java. Supporting data obtained from photographs, films, and historical documents and newspaper clippings containing news Police (2009-2011). Data were collected through deep interviews, observations, and educational activities at the Police Academy and at the police activity of SPN Purwokerto in Region Police of Central Java ranks. The theory used consists of structuration theory (Giddens), the theory of hegemony (Gramsci), self-reflection and critical theory (Habermas). There are three research findings: (1) The constructed structure in the form of organizational culture is unworkable at the Police Academy and SPN with indications of policy actors who deviate mutates into that institution, a position contradictory phenomena actor educators, configuration knowledge professionalism more assignments contained in narrative curriculum compared to normative cultural knowledge Police force, there are some words that have specific meanings and can affect the consciousness of the aspiring actor in the Police Academy and SPN in eliciting the ideas and behavior of the police as an actor; (2) strict hierarchical system played in the formal implementation of the performing police duties, whereas Gramsci hegemony played in informal relational stage between most actors with the most dominant actor subs; and (3) the structure of the conflict of interest and motivation in the construction of police culture is the battle of ideas and actions are appropriate and not in accordance with the values, norms, and normative symbolization Police. Concluded that the lack of improvement in Police culture until today because there has been a defect in the production process of the factory National Police i.e Police Academy actor and SPN, the abuse of office and authority through the process of hegemony as well as the conflict of interests between actors Police. To change the Police culture, should start from education institutions and the establishment of territorial units simultaneously through a hierarchical system to instill ideas and actions in accordance with the values, norms, and normative symbol of police culture.

Kata Kunci : kultur, Polri, aktor, struktur, dan hegemoni