RASIO PREVALENSI ALLOANTIBODI PADA PASIEN TRANSFUSI BERULANG DIBANDING TIDAK BERULANG

TITIEN BUDHIATY, dr. Teguh Triyono, MKes, SpPK(K)

2013 | Tesis | S2 Ilmu Patologi Klinik

Transfusi darah dari donor allogenik berpotensi untuk memicu terbentuknya alloantibodi pada resipien karena adanya perbedaan antigen golongan darah antara donor dan resipien. Pasien-pasien thalassemia, hemodialisa, dan keganasan sebagian besar mengalami anemia selama sakitnya sehingga memerlukan transfusi eritrosit secara berulang. Hal ini meningkatkan risiko terbentuknya alloantibodi. Dari penelitian-penelitian sebelumnya didapatkan insiden alloantibodi bervariasi dari 4-60%. Akibat adanya alloantibodi ialah dapat menyebabkan reaksi transfusi hemolitik atau HDN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rasio prevalensi alloantibodi pada pasien transfusi berulang dibanding tidak berulang. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subyek penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok transfusi berulang terdiri dari pasien thalassemia, GGK, dan keganasan serta kelompok transfusi tidak berulang Sebanyak 170 subyek diikutkan dalam penelitian ini, masing-masing kelompok terdiri dari 85 subyek. Dilakukan skrining dan identifikasi antibodi pada kedua kelompok. Rasio prevalensi dianalisis dengan chi-square. Dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknnya alloantibodi meliputi diagnosis penyakit, jumlah transfusi, dan frekuensi transfusi. Didapatkan rasio prevalensi alloantibodi sebesar 8:1. Prevalensi alloantibodi pada pasien transfusi berulang 9,41% berbeda bermakna secara statistik dibanding pasien transfusi tidak berulang 1,17% (p=0,034). Kemungkinan jenis alloatibodi yang ditemukan adalah anti-E, -K, -Kpa, -Cw, - Co(b+) dan tak teridentifikasi. Tidak didapatkan tanda-tanda reaksi transfusi hemolitik. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menganalisis interval waktu antara transfusi terakhir dan pemeriksaan skrining antibodi serta ketersediaan panel cell tambahan untuk identifikasi alloantibodi dan antisera untuk konfirmasi alloantibodi.

Allogenic blood transfusion has potential effect to trigger the formation of alloantibody in the recipient due to blood group antigen differences between donor and recipient. Thalassemia, hemodialysis, and malignancies patients get anemic during their illness, therefore requiring repeated and multiple erythrocyte transfusions. This increases the risk of developing alloantibody. Previous studies found that alloantibody incidence varies from 4-60%. The adverse event due to alloantibody is hemolytic transfusion reactions or HDN. The purpose of this study was to determine the prevalence ratio of alloantibody in patients with repeated transfusion compared to non repeated transfusion. This study used cross-sectional design. The study subjects consisted of two groups: patients who received repeated transfusions, consisting of thalassemia, HD, and malignancies and patients who received transfusion only in once episode. A total of 170 subjects were included in this study, each group consisted of 85 subjects. Screening and identification of antibodies were done in both groups. Prevalence ratio is analyzed with chi-square test. Logistic regression is performed to analyze the influence of other factors that contribute to alloantibody formation such as diagnose, number of transfusion and frequency of transfusion. The prevalence ratio of the alloantibody is 8:1. Red cell alloantibody prevalence in the repeated transfusion (9,41%) significant differ statistically than non repeated transfusion (1,17%) (p=0,034). The probabilities of alloantibodies are anti-E, -K, -Kpa, -Cw, -Co(b+) and can’t identified ones. No signs of hemolytic transfusion reaction was found. Further study is needed with consider the timing of antibody screen from the last transfusion event, the availability of additional panel cell to identify alloantibody and antisera to confirm specificity of the alloantibody.

Kata Kunci : alloantibodi, transfusi berulang, rasio prevalensi