INKONSISTENSI KAWASAN HUTAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI KASUS: KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Dwi Kusharyono, Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc.

2013 | Tesis | S2 Magist.Prnc.Kota & Daerah

Batas fungsi kawasan hutan yang mantap merupakan aspek penting sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan hutan yang berasaskan kelestarian. Inkonsistensi (ketidaksesuaian) penetapan fungsi kawasan hutan dapat berakibat pada penggunaan kawasan hutan yang tidak prosedural. Oleh karena hal tersebut, penelitian ini dilakukan dalam rangka melihat tingkat inkonsistensi penetapan pola ruang kehutanan pada peta Penunjukan Kawasan Hutan (SK.259/Kpts-II/2000) dan peta Usulan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabuapten Kapuas Hulu 2011-2031 terhadap arahan fungsi kawasan. Penelitian ini menggunakan metode analisis spasial dengan melakukan komparasi tiga kawasan hutan terhadap setiap fungsi kawasan hutan. Penetapan arahan fungsi kawasan hutan dibuat berdasarkan SK. Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/1980, Nomor 683/Kpts/Um/8/1981, Keppres Nomor 32 Tahun 1990, dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004. Hasil penelitian inkonsistensi terhadap arahan fungsi kawasan menunjukkan bahwa kawasan hutan memiliki tingkat inkonsistensi tertinggi adalah kawasan hutan dalam usulan RTRW Kabupaten Kapuas Hulu sebesar 67,13 % sedangkan penunjukan kawasan hutan oleh menteri sebesar 48,62 %. RTRW juga memiliki tingkat inkonsistensi yang besar terhadap penunjukan kawasan sebesar 46,08 %. Inkonsistensi terjadi karena perbedaan penggunaan sumber peta maupun teknik pembagian wilayah serta penggunaan teknologi pemetaan seperti GIS. Penetapan fungsi kawasan yang tidak memperhatikan kondisi fisik wilayah berakibat pada banyaknya penyimpangan penggunaan kawasan hutan seperti adanya lahan pertanian seluas 8.602,41 ha dalam RTRWK yang seharusnya berupa hutan lindung pada arahan fungsi kawasan dan seluas seluas 688,05 ha dalam penunjukan Menteri yang keseluruhan arealnya berada dalam kawasan. Inkonsistensi kawasan hutan akan tetap bisa menimbulkan konflik pengelolaan kawasan jika tidak memiliki satu peta acuan yang telah terintegrasi dengan peta lainnya seperti peta administrasi dan peta tematik lainnya serta lemahnya penegendalian pemanfaatan ruang. Pengelolaan kawasan hutan di lokasi penelitian dimungkinkan untuk menjadi lebih baik, jika telah memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya seperti yang telah dirumuskan dalam skenario kedua dalam penelitian ini.

Functions of forests area is an important aspect as the basis for the implementation of sustainable forest management. Inconsistency establishment of forest function may lead to the uses of forest area that are not procedural. Therefore, this study was conducted in order to see the level of inconsistency in the determination of forest spatial pattern maps that is designed by Ministry of Forestry and Spatial Plan Proposed map of Kapuas Hulu Regency 2011-2031. This research use spatial analysis method to every function of forest area in three forest function maps. Determination of the direction of forest area functions is based on Decree of Ministry of Agriculture No. 837/Kpts/Um/11/1980, 683/Kpts/Um/8/1981, Presidential Decree No. 32 year 1990, and Government Regulation No. 44 year 2004. Inconsistency analysis performed using the overlay maps of each area function against the direction of area function. As the result, inconsistency at the study area indicates the hisghest level of inconsistency is forest area in RTRW with 67.13 % while the designation of forest area by the minister at 48.62 %. RTRW also has a great level of inconsistency against the designation for 46.08 %. Inconsistencies occur because of differences in resource of maps, zoning techniques and the use of mapping technologies such as Geographic Information System (GIS). Determination of the function areas that do not pay attention to the physical condition of the area resulting in a massive diversion to land use of forest area such as the existence of a farming area of 8602.41 ha in RTRWK that should be protected forest areas and an area of 688.05 ha area in the designation of the Minister which whole of its is in the fortest area. Inconsistency of forest functions will still be cause conflicts in the management area if it does not have a reference map that has been integrated with other maps such as maps of administrative and other thematic maps and the weak control of the utilization of space. Forest management at the sites is possible to be better, if it has noticed the economic, ecological and socio-cultural aspect as it has been formulated in the second scenario in this study

Kata Kunci : KPHP-Model Kapuas Hulu, analisis spasial, fungsi kawasan hutan, tutupan lahan