Laporkan Masalah

Hasrat N. Riantiarno dalam Trilogi Cermin (Cermin Merah, Cermin Bening, Cermin Cinta)Kajian Psikoanalisis Lacanian

Ricky Aptifive Manik, Dr. Pujiharto, M. Hum

2013 | Tesis | S2 Sastra

Manusia pada dasarnya digerakan oleh hasratnya. Ketika manusia lepas dari kesatuan ibunya, manusia mengalami berbagai kekurangan (lackness) pada dirinya. Kekurangan yang berdiam sepanjang hidup subjek ini membuat manusia itu mencari dan terus mencari kesatuan dan kepenuhan pada dirinya yang disebut sebagai hasratnya. Sayangnya, keinginan untuk kesatuan eksistensial itu tidak mungkin didapat kembali. Akhirnya, manusia menyerahkan dirinya pada otoritas Yang Simbolik untuk memberikan yang seolah-olah mapan, stabil, dan utuh, yaitu identitas. Sastrawan, seniman, penyair, cerpenis, dan identitas lainnya adalah identitas yang dimaksud tersebut, yakni manusia yang digerakan oleh hasratnya karena kekurangan ada pada dirinya. Karya-karya yang dihasilkan oleh sastrawan dan seniman ini adalah bentuk manifestasi dari hasratnya. Penelitian ini ingin melihat bagaimana karya sastra, dalam hal ini trilogi Cerminnya (Cermin Merah, Cermin Bening, dan Cermin Cinta) N. Riantiarno dapat menemukan hasrat yang berasal dari ketidaksadaran pengarangnya. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hasrat Nano yang ada di dalam trilogi Cerminnya tersebut. Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan menggunakan kajian psikoanalisis Lacanian. Strategi pertama yang penulis gunakan adalah metode metofora dan metonimia karena asumsi teoritik dari psikoanalisis Lacanian ini adalah ketidaksadaran terstruktur seperti bahasa. Melalui metode ini dapat ditemukan bagaimana bahasa yang ada di dalam trilogi Cermin memainkan pernanannya dalam metafora dan metonimia yang teridentifikasi sebagai hasrat Nano. Strategi yang kedua adalah dengan mengklisifikasikan hasrat Nano pada dua konsep hasrat, yaitu hasrat ingin ‘menjadi’ (narsisistik) dan hasrat ingin ‘memiliki’ (anaklitik). Dari penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa hasrat Nano akan seorang yang jujur, berani, bertanggung jawab, loyal, ulet, konsisten, pekerja keras, setia, dan demokratis diidentifikasi dari citraan ayahnya. Sementara itu, hasrat atas identitas seniman, sutradara, dan penulis yang dimapankannya dalam novel CB dari citraan ideal identitas tersebut adalah anchoring point dari ketidakmenentuan dan keambiguitasan diri yang ada dalam CM. Wacana homoseksual dan stigmatisasi tapol G-30-S/PKI merupakan metafora dari kekurangan diri yang membawa pada ketidakmenentuan dan keambiguitasan tersebut. Terbukti bahwa identitas yang dimantabkan ini tetap tidak memberikan kepenuhan bagi subjek Nano. Gambaran kehilangan Liyan dan bunuh diri di dalam novel CC adalah kegelisahan Nano akan kekurangan dirinya. Kompensasi dari kegelisahan ini adalah dengan percaya bahwa jalan kesenian dan terus menulis dapat menutupi kekurangan pada dirinya. Dari hasil identifikasi hasrat ini menemukan bahwa identitas seniman, sutradara, penulis, laki-laki heteroseksual, dan bunuh diri berada pada hasrat ingin ‘memiliki’ (anaklitik) dan hasrat ingin ‘menjadi’ (narsisistik) Nano. Sedangkan hasrat ingin ‘menjadi’ Nano yang lain adalah dengan menjadi orang yang menerima dan memberikan kebebasan bagi identitas yang mengalami stigmatisasi seperti homoseksual, tapol, dan kaum-kaum yang dipinggirkan lainnya oleh Yang Simbolik. Itu sebabnya kritik-kritik sosial yang banyak terdapat di dalam karya-karya Nano adalah bentuk manifestasi dari hasrat narsisistiknya akan diri dan dunia yang diidealisasi yang dipercaya akan mendatangkan keutuhan. Inilah yang membuat Nano mencari sesuatu yang dapat memberikan keutuhan dan bahkan kepuasan perasaan pada diri yaitu dengan cara produktif dalam berkarya.

Human is basically driven by his or her desire. He or she will suffer from selfweakness as he or she detaches from his or her mother. The lack of the subject makes human seek his or her unity called desire. It is unfortunate that the desire for existential unity is unreachable. Eventually human gives his or her seemingly established, stable and holistic thing to symbolic authority, namely identity. Man of letter, poet, short story writer, and others are the intended identity, representing those who driven by their desire due to their inner lack. Any works produced by these people manifest their desire. This research aims to have a look at literary pieces— trilogy of N. Riantiarno’s Cermin (Cermin Merah, Cermin Bening, dan Cermin Cinta), in which the writer could find the desire of the writer’s unconsciousness. Lacanian psychoanalysis is applied to address to the issue. The first strategy used is metaphora and metonimia since theoretic assumption of Lacanian psychoanalysis deals with structured unconsciousness such as language. The method is instrumental in exposing the language role in metaphora and metonimia of the trilogy marked as Nano’s desire. The second strategy is to classify Nano’s desire into concepts of desire; being desire (narcissistic) and having desire (anaclitic) In this research the writer concludes that Nano’s desire for a honest, brave, responsible, loyal, nimble, hard work, and democratic figure has been identified as his father’s image. For the time being, desire for established artist, director, and writer in Cermin Bening is anchoring point of self-ambiguity and uncertainty. Discourse of homosexuality and stigmatized political prisoners of G-30-S/PKI constitutes metaphora of self-lackness leading to such ambiguity and uncertainty. It is proved that stabilized identity never equips Nano with holisticity. The loss of Liyan and suicide in Cermin Cinta shows Nano’s concern over his lackness. Path of art and writing are regarded as compensation for Nano’s anxiety The desire identification proved that the identities of artists, directors, writers, heterosexual men, and suicide belong to Nano's anaclitic and narcissistic desires. Nano's other narcissistic desire is to be someone who accepts and provides freedom for stigmatized identity such as homosexuals, political prisoners and people marginalized by The Symbolic. That is why social criticisms widely available in the Nano's works are his narcissistic desire for his idealized world believed to be a rewarding experience. This is what makes the Nano look for something that can give a feeling of satisfaction for himself; being productive writer.

Kata Kunci : Hasrat, Homoseksual, Stigmatisasi, Metafora dan Metonimia, N. Riantiarno, Psikoanalisis, Lacan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.