Laporkan Masalah

GITA SINANGSAYA : SUNTINGAN TEKS, TERJEMAHAN, DISERTAI KAJIAN SEMIOTIKA RIFFATERRE

ABIMARDHA KURNIAWAN, Dr. Kun Zachrun Istanti, S.U.

2013 | Tesis | S2 Sastra

Sejak ditemukan dalam ekspedisi Belanda di sekitar Gunung Merbabu tahun 1822 hingga sekarang, koleksi naskah Merbabu (yang juga lazim disebut naskah Merapi-Merbabu), belum banyak dikaji. Berangkat dari situasi semacam ituah, penelitian ini dibuat. Objek kajian dalam penelitian ini adalah teks Gita Sinangsaya—salah satu teks yang hanya ditemui dalam koleksi Merbabu serta belum mendapat perhatian yang mendalam dari para peneliti pendahulu. Ada enam naskah yang memuat teks Gita Sinangsaya. Tiga naskah berbahan lontar beraksara Buda yang berasal dari wilayah Merbabu (lontar 212, 231, dan 313), sedangkan tiga naskah lainnya merupakan salinan beraksara Jawa yang dibuat oleh lembaga Bataviasch Genootschap sekitar akhir abad IX (naskah Br 89, CS 102, dan KBG 179). Tujuan penelitian ini adalah adalah menyajikan suntingan teks Gita Sinangsaya, terjemahannya dalam bahasa Indonesia, serta dilanjutkan dengan kajian untuk menggali kandungan makna yang tersirat di dalam teks tersebut. Teori filologi punya relevansi untuk diterapkan dalam penelitian ini, mengingat teks Gita Sinangsaya mengalami proses transmisi yang bisa berimbas pada perubahan teks. Melalui pemahaman filologis, akan ditentukan satu naskah—di antara enam naskah yang bisa dihadirkan—sebagai naskah landasan kajian dan suntingan. Naskah lontar 212 dipilih sebagai naskah dasar kajian, dengan alasan kondisi naskah baik, memuat teks yang lengkap, volume teks lebih banyak satu bait, bacaannya baik, dan sesuai kaidah metrum. Agar pembaca bisa lebih dekat mengikuti bacaan dalam naskah, disajikan suntingan diplomatik. Namun, agar pembaca terbantu untuk memahami substansi teks, disajikan pula suntingan teks dengan penyesuaiam ejaan yang dilanjutkan penerjemaahan teks ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, teori semiotika Riffaterre (1978) juga diterapkan untuk tujuan pemaknaan teks, mengingat teks ini berbentuk puisi yang memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan suatu hal secara tidak langsung. Sebagai teks Jawa berjenis gita, Gita Sinangsaya bisa ditinjau dengan beberapa segi puitika kakawin yang masih berkesinambungan dengan tradisi kāvya di India. Perbedannya terletak pada prosodi yang digunakan. Kakawin menggunakan prosodi India, sedangkan gita menggunakan prosodi Jawa. Sebagaimana kakawin, dalam teks Gita Sinangsaya juga termuat paham rasa dan yoga. Bahkan paham itulah yang menjadi penekanan dalam teks ini. Makna teks Gita Sinangsaya berpusat pada śānta—jenis rasa yang dianggap paling tinggi, yang bisa membawa pembacanya memperoleh suatu pengalaman estetis sekaligus religius.

Since have discovered in the Dutch expedition in the slope of Mount Merbabu at 1822, until now, the manuscripts of Merbabu (which also known as Merapi-Merbabu collection), have uncommon studied. Depart from that condition, this research have done. The object of this research is Gita Sinangsaya—either one of text which only can find in the Merbabu colletion. This text haven’t obtained some attention from the prior reseacher yet. There are six manuscript which contain this text. Three of them are palmleaf manuscript (lontar), with Buda script, and originate from Merbabu slope (lontar 212, 231, 313), meanwhile the three other are the copy in Javanese script which made by Bataviasch Genootschap in the last of nineteenth century (Br 89, CS 102, KBG 179). The aim of this study is to make the text edition of Gita Sinangsaya, translation in Indonesian, and continued with the study to dig of implied significance of this text. The applying of philology theory has relevance in this study. The text of Gita Sinangsaya had had transmitted and appears in some manuscripts. The aim of philological approach in this research is to choice an authoritative manuscript. Lontar 212 has been choice as legger with some reasons from physical condition, completeness, volume (has one stanza more than other), readable, and precision of metrical norm. So that the reader can follow the reading material as existed on that manuscript more closely, the diplomatic edition has prepared in this study. Then, the critical edition and translation also have prepared in this. That aim to help the readers to understand the matters that emitted from the text. The Riffaterre’s semiotics theory has also applied in this study, because the text of poetry, and any literary texts, considered suggest something indirectly. As the gita text, Gita Sinangsaya can be observing by some aspect in kakawin poetics. The differentiation two kind of poetry has situated at the prosody. Kakawin poetry employ Indian prosody, but gita employ Javanese prosody—and then can be relating with kidung. As like as kakawin, in the Gita Sinangsaya also contain the concept of rasa and yoga. Moreover, the concept of rasa emphasize in this text. And then, the significance of Gita Sinangsaya centralize to śānta—a kind of rasa which considered as the highest, which also believed can convey the readers to get the aesthetic and religious experience simultaneously.

Kata Kunci : naskah Merbabu, Gita Sinangsaya, filologi, semiotika Riffaterre.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.