Laporkan Masalah

THE DEVELOPMENT OF CATHOLICISM IN FLORES, EASTERN INDONESIA: MANGGARAI IDENTITY, RELIGION AND POLITICS

Fransiska Widyawati, Dr. Matheus Purwatma

2013 | Disertasi | S3 Agama dan Lintas Budaya

Disertasi ini adalah suatu kajian mengenai Kekatolikan di Manggarai, Flores Barat, Indonesia tahun 1912-2012. Pertanyaan utama penelitian ini adalah: 1) Mengapa orang Manggarai berkonversi ke agama Katolik pada selama abada 20? 2). Bagaimanakah tanggapan orang Manggarai terhadap misi Gereja Katolik dan apakah persoalah, pergulatan dan tantangan yang dihadapi orang Manggarai dalam kaitannya dengan misi Gereja Katolik? 3) Tantangan dan peluang teologis apakah yang muncul dalam konteks perjumpaan agama Katolik dengan keyakinan asli dan budaya Manggarai? Tujuan penelitian ini adalah: menghadirkan sejarah perkembangan agama Katolik di Manggarai pada abad 20, menggambarkan dampak kekatolikan di sana, memetakan dan menganalisa persoalan, pergulatan dan tantangan yang dihadapi orang Manggarai dalam kaitannya dengan karya misi Gereja Katolik serta mengajukan tantangan teologis bagi Gereja Manggarai berdasarkan sejarah dan pergulatan real mereka. Dari segi metodologi, penelitian ini adalah suatu studi sosial yang secara mendasar menggunakan pendekatan sejatah dalam rangka teologi. Untuk memperluas pemahaman mengenai konteks, data dan lokus penelitian, pendekatan multi disiplin seperti sejarah agama, antropologi dan sosiologi juga digunakan. Dalam pengumpulan data ada dua teknik utama yang dipakai yakni: survey literatur sejarah dan penelitian lapangan. Selanjutnya, teology inter-kultural dipakai untuk menginterpretasi dan menganalisa data. Penelitian ini menghasilkan beberapa penemuan: 1). Aktivitas keagamaan, khususnya yang berkaitan dengan konversi, tidak pernah hadir dalam bentuk motivasi religius yang murni tetapi selalu berhubungan dengan kepentingan nonreligius termasuk politik dan persaingan antara agama. Walau hal ini benar dalam konteks Manggarai, namun motivasi religius adalah yang paling dominan dalam proses kekatolikan di wilayah tersebut. 2) Penelitian ini menemukan empat faktor utama mengapa Gereja Katolik berkembang sangat pesat pada abad 20 di Manggarai. Pertama, karena secara politis Gereja mendapat dukungan yang kuat baik itu dari pemerintah kolonial pada tahap awal kekatolikan maupun pemerintah Indonesia dalam masa kemerdekaan sampai dewasa ini. Kedua, dibandingkan dengan agama tradisional, agama Katolik bersifat lebih sistematis, hirarkis dan logis, yang memungkinkan agama tersebut mudah diterima oleh masyarakat. Ketiga, Gereja Katolik di Manggarai mampu beradaptasi dan sekaligus mengadopsi kepercayaan dan budaya lokal yang menyebabkan orang Manggarai tidak terasing dari kebudayaannya sendiri manakala ia menjadi Katolik. Terakhir, agama Katolik diterima karena masyarakat merasakan peran dan kontribusi Gereja khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. 3) Manggarai adalah suatu masyarakat yang responsif dan adaptif terhadap kekatolikan. Orang Manggarai mudah untuk menerima dan berkonversi dari agama tradisional ke agama dunia serta mengadopsi kekatolikan sebagai bagian dari identitas mereka. Namun hal ini tidaklah berarti bahwa penerimaan dialami tanpa masalah, tegangan, konflik, kesakitan dan pergulatan. Identitas “Katolik-Manggarai” dibentuk melalui adaptasi dan konflik yang lama. Perjumpaan dialektis antara kekatolikan dan budaya Manggarai akhirnya membentuk identitas unik “Katolik-Manggarai”: “Katolik sejati dan Manggarai sejati”. 4) Bagi orang Manggarai, iman Katolik tak dapat dialami dalam bentuknya yang murni terpisah dari ekspresi-ekspresi budaya. Iman Kristiani selalu bertumbuh dalam konteks. Dialog mutual antara kekatolikan dan budaya Manggarai memperkaya kedua belah pihak. Agama Katolik pun bisa berkembang dan bertahan karena adanya ruang perjumpaan entah itu dalam kaitannya dengan keyakinan atau teologi dasar, tata sosial, simbol religius ataupun fungsi agama bagi masyarakat. Hal ini berimplikasi bahwa suatu agama yang berdialog dengan budayanya akan diasingkan dari sumber-sumbernya sendiri. Hal ini menantang teologi untuk mengembangkan pendekatan interkultural dan bukan sekadar menerapkan teologi dari luar ke dalam konteks lokal. Perjumpaan yang global dan lokal adalah suatu keharusan. Penelitian ini juga merekomendasikan suatu pemikiran teoritis baru yakni pemikiran mengenai dialektika hubungan agama dan kebudayaan lokal yang bersifat mutual dan dominan. Menurut pemikiran ini, perjumpaan antara agama (Katolik) dan kebudayaan (Manggarai) berlangsung terus secara dinamis dalam suatu pola relasi yang sifatnya mutualis dan dinamis. Secara positif, perjumpaan dialami sebagai suatu yang mutualis ketika ada dialog dan kerja sama yang saling memperkaya. Jika dua hal berbeda saling mendukung dan memperkaya maka keduanya akan menjadi lebih bermakna. Sebaliknya jika salah satu pihak bertindak dominatif terhadap yang lain, maka keduanya menjadi tidak berarti dan miskin. Gereja Katolik dapat bertahan dan menjadi bagian dari identitas orang Manggarai karena ada hubungan yang dialogal dengan budaya setempat. Iman Katolik menemukan tanah dan konteks yang tepat bagi pertumbuhan dan keberlanjutannya. Di lain pihak, budaya Manggarai juga dapat bertahan sejauh masyarakat dapat menemukan dan menegaskan aspek religius di dalam budayanya. Jika tidak maka ia akan mudah lenyap ditelan waktu dan perubahan di dalam masyarakat. Suatu hubungan keberlanjutan yang mutualis adalah suatu prasyarat.

This dissertation is a socio-historical study of the Catholicism in Manggarai-Flores, Eastern Indonesia in 1912-2012. The main questions are 1) Why did the Manggaraians convert to Catholicism during the 20 th century? 2) How did the Manggaraians perceive Church’s missionary activities and what were the problems, struggles and challenges faced by the Manggaraians in dealing with the mission? 3) What are the theological challenges coming from the context of Manggarai? The aims of this study are: to present the development of Catholicism in Manggarai during the 20 th century; to depict the impact of Catholicization to the Manggaraians, to map and analyze the main problems, struggles and challenges the Manggaraians faced in dealing with the Church’s mission; and to propose theological challenges for the Church of Manggarai based on its real history and struggles. In terms of methodology, this study is a social research which basically develops historical approach on theology. To get more understanding about the context, multiple disciplines including history of religion, anthropology and sociology are also used. In collecting the data, this research uses two main ways: historical-literature survey and field research. An inter-cultural theology is used as the main framework to interpret and analyze the context and reality found in this study. This study finds that: 1) Religious activities, one that relates to religious conversion, never present in pure religious motivations but always associate with non-religious interests such as politics and competition with other religions. However, the case of Manggarai portrays that religious motivation is the main purpose of the missionaries while other reasons are used to support the religious one. 2) This study reveals four main reasons and factors why Catholicism grew spectacularly in Manggarai: a) political factors that strengthen Catholicism as an acknowledged religion within the society, b) rationalization and socio cultural transformation, c) the uses of local theology and culture within Catholicism, and d) the Church’s contribution to the society i.e. in education field. 3) Manggarai is a responsive society to Catholic religion; the people are easily converted to Catholicism and adopt Catholic as part of their identity. Even so, it argues that it does not mean that the acceptance is experienced without strain, hurt and depression. “Catholic-Manggaraian” identity is constructed through adaptation and conflict. To be both a Catholic and a Manggaraian is the result of long and hard struggle. The dialectical encounter (adaptation and conflict) between Catholicism and the culture of Manggarai shapes a unique identity of the Catholic-Manggaraian: “true Catholic and true Manggaraian”. 4) From theological perspectives, Catholic faith cannot be experienced in its pure form apart from cultural expression. Christian faith grows only in certain cultural context. It implies that a religion that fails to take a dialogic connection with the local culture it aims to unite with would be alienated from its own resources. A dialogue between global and local is a must because such a dynamic relation, analogous to Catholicism and Manggarai, enriches and enhances both sides. Catholicism could be meaningful for the Manggaraians if there are always mutual encounters in important areas of habituation namely basic beliefs, social organization, religious symbols and religious significances to the community. In addition to the findings and conclusion above, this study also proposes a new theoretical framework, namely “mutual and dominant relationship theory”. The theory explains that the encounter between a religion (Catholic) and a culture (Manggarai) happens in dynamic relations, either in a positive or a negative way. Positively, the encounter happens as a mutual relationship in which one enriches and advances to another. When two different things can support and enforce each other in a mutual relationship then they become rich and meaningful. Negatively, it happens when one acts dominantly to another. Two different things become meaningless if there are no supported elements from each side; if a dominantrelationship is performed. Catholic faith can grow and become part of the Manggarai’s identity because there are always mutual dialogues between faith and local culture. The Catholic faith finds appropriate ground and context for its growth and sustainability. On another hand, the culture of Manggarai can also be alive because the people find and affirm religious/faith aspect within the culture. Otherwise, it will be easily lost by time and by various changes in the society.

Kata Kunci : Catholicization, Manggarai, politics history, identity, struggle, intercultural theology, culture, faith and inculturation.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.