Laporkan Masalah

JENGAH DAN TRANSFORMASI NILAINYA STUDI KASUS PADA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BALI

I Putu Sastra Wingarta, Prof. Dr. Irwan Abdullah,

2013 | Disertasi | S3 Agama dan Lintas Budaya

Jengah dalam konteks budaya merupakan semangat untuk menumbuhkan inovasi dan bangkit dari keterpurukan serta memiliki sifat-sifat dinamik yang menjadi pangkal segala perubahan dalam kehidupan masyarakat. Jengah dalam bahasa sansekerta disebut Hrih yang berarti memiliki rasa malu. Jengah berangkat dari nilai atau ajaran agama Hindu yang terekspresi menjadi nilai-nilai budaya Bali. Nilai jengah mengajarkan masyarakat Bali (Hindu) untuk malu berbuat atau terpuruk dalam kubangan adharma, suatu yang harus diyakini oleh masyarakat Bali (Hindu), dalam meraih tujuan hidupnya, yaitu Moksartham Jagatdhita ya ca Iti Dharma atau kebahagian lahir bathin di dunia dan akhirat berlandaskan dharma. Penelitian ini bertujuan mengetahui lebih juah bagaimana transformasi nilainilai jengah berlangsung dan menjadi praktik good governance serta praktik nasionalisme di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Sebagai salah satu tujuan wisata dunia, Bali menghadapi persoalan mengenai bagaimana menjaga citra agar tetap kondusif yang juga berdampak pada bagaimana keberlangsungan Bali di masa mendatang. Transformasi jengah dalam praktik pemerintahan merupakan salah satu prasyarat terciptanya kondisi yang aman sehingga Bali kontemporer dapat menghadapi berbagai tantangan. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi, wawancara, dan diskusi serta penelusuran dokumendokumen akademik yang berhubungan dengan praktik penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Observasi dilakukan terhadap aktivitas dan program pemerintah Bali di bawah kepemimpinan Made Mangku Pastika yang selama ini menerapkan budaya jengah dalam kepemimpinannya. Wawancara dilakukan tidak hanya terhadap pejabar di lingkungan pemerintah Provinsi Bali, tetapi juga terhadap masyarakat yang dimaksudkan untuk mengetahui respons mereka terhadap karakter kepemimpinan yang dilandasi oleh budaya jengah ini. Budaya jengah yang dipraktikkan di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Bali telah mampu menciptakan kondisi Bali kontemporer lebih tahan terhadap ancaman khususnya dari luar. Globalisasi yang secara langsung mempengaruhi pariwisata Bali dapat dihadapi dengan kesadaran terhadap pentingnya melakukan pembenahan yang bersifat internal di lingkungan pemerintahan. Transformasi nilainilai jengah dalam kehidupan masyarakat Bali kontemporer menegaskan tingginya kesadaran terhadap pentingnya mempertahankan kondisi dan keberlangsungan Bali ke depan yang memiliki daya saing tinggi. Melalui jengah, jaminan terhadap kelangsungan hidup dan jati diri Bali dapat terwujud. Hal ini berkaitan erat dengan sikap, nilai, keyakinan dan perilaku yang dimiliki masyarakat Bali yang berlandaskan ajaran agama Hindu. Jati diri Bali adalah budaya Bali. Untuk mewujudkan hal tersebut, berbagai program jengah digalakkan oleh Pemprov Bali yang diharapkan mampu memberikan penguatan terhadap keajegan atau ketahanan dalam segala aspek. Kewaspadaan yang tinggi yang dilandasi oleh sikap jengah mampu menciptakan kondisi Bali lebih kondusif saat ini dan di masa mendatang.

Jengah in a cultural context is to foster a spirit of innovation and rise up from the adversity and have dynamic properties that become the base of all the changes in people's lives. Jengah in Sanskrit’s language is called Hrih which means having a sense of shame. Jengah steps from the teaching of Hinduism which expresses a Balinese cultural values. Jengah is about to teach Balinese people (Hindu) to act embarrassed or slumped in a pool of adharma, the one that must be believed by the Balinese community (Hindu) in reaching their goal which is Moksartham Jagatdhita ya ca Iti Dharma or spiritual happiness were born in the world and the Hereafter based on dharma. This study aims to find out more on how the values of Jengah transform into practice and ashamed place for good governance and environmental nasionalism practices in the Government of Bali. As one of the world tourist destinations, Bali meets the question of how to maintain the image that is conducive to have an impact on how the sustainability of Bali in the future. The transformation of Jengah in the governance practices is one of the preconditions to create safeness, so that contemporary Bali is able to face on various challenges. This study is a research field. The data is carried out through observation methods, interviews, and discussions as well as academic tracking documents relating to the practice of environmental governance in the Government of Bali. Observations conducted on government programs and activities in the Government of Bali under the leadership of Made Mangku Pastika who already have applied the culture of Jengah in his leadership. Interviews are conducted not only to Government officials in the government of Bali, but also to the people who are intended to determine their responses to the character of leadership which is following to the culture of Jengah. The culture of Jengah practices have already made the Provincial contemporary Government of Bali are more resistant to threats, especially from the outside. Globalization that directly affects on Bali tourism can be faced with the realization of the importance of internal self-conducting within government of Bali. The transformation of Jengah’s values in the contemporary Balinese life confirms the high consciousness of the importance of maintaining the condition and sustainability of Bali in the future that has a high competitiveness. Through Jengah, the guarantee for the survival and identity of Bali can be realized. It is closely related to the attitudes, values, beliefs, and behaviors in the communities of Bali which are based on the teachings of Hinduism. The Cultural identity of Bali is Bali itself. To achieve those things, various programs of Jengah promoted by the provincial government of Bali which, thus, is expected to provide reinforcement to the constancy or resilience in all aspects. The High vigilance is based on self- attitude of Jengah in order to create more conducive for Bali’s conditions over the current and the next to come.

Kata Kunci : Jengah, Transformasi Nilai, dan Bali Kontemporer.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.