PENYELESAIAN KASUS TERHADAP KORBAN GAS ELPIJI DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUGAN KONSUMEN
Amanda, SH, Haryanto. SH. M.Kn.
2013 | Tesis | S2 Magister HukumSebagaimana telah diketahui bahwa pada tahun 2007 pemerintah meluncurkan kebijakan konversi minyak tanah ke gas elpiji. Tujuan konversi itu adalah untuk menghemat pengeluaran anggaran publik dan sekaligus mengurangi tingkat polusi. Pernyataan Jusuf Kalla ketika masih menjabat Wapres bahwa program konversi energi bersubsidi dari minyak tanah ke elpiji ukuran 3 kg bakal menghemat belanja subsidi BBM di APBN sekitar Rp 30 triliun dengan investasi hanya Rp 15 triliun. Dan pada saat itu Pemerintah menunjuk PT. Pertamina sebagai pelaksana program konversi tersebut. Hasilnya, dengan interval waktu sekitar 2 tahun pemerintah telah mendistribusikan mengkonversi minyak tanah dengan gas elpiji. Kebijakan konversi itu sejak awal telah mendapatkan penentangan dari masyarakat dengan berbagai alasan. Namun pemerintah tetap melaksanakan kebijakan tersebut hingga akhirnya menimbulkan banyak korban jiwa. Cara yang digunakan penulis yaitu dengan cara studi kepustakaan, mengenai tentang Penyelesain Kasus Terhadap Gas Elpiji Dalam Perspektif Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, studi kepustakaan ini ini bersifat deskriptis analitis yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan kemudian diseleksi dan disimpulkan untuk mendapatkan gambaran atas jawaban yang dikehendaki. Dari analisa data tersebut dapat ditarik kesimpulan secara induktif, yaitu menarik kesimpulan dari bersifat khusu ke umum. Pada 8 Mei 2007 Pemerintah secara resmi mengumumkan dimulainya program konversi minyak tanah ke gas elpiji dan Pelaksanaan konversi minyak tanah ke Gas Elpiji dilaksanakan dengan landasan Peraturan Presiden No. 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung Kilogram. Kebijakan Pemerintah untuk melakukan konversi pemakaian bahan bakar dari minyak tanah ke gas LPG (Liquified Petroleum Gas). Kebijakan tersebut mengakibatkan Banyaknya jatuh korban akibat meledaknya tabung gas elpiji 3 kg, yg diakibatkan karena rendahnya standar kualitas tabung gas 3 kg maupun fator pendukungnya seperti selang, katup, maupun regulator. Bedasarkan ketentuan peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor. 104 Tahun 2007 yaitu dapat disimpulkan bahwa pihak pihak yang bertanggung jawab terhadap korban gas elpiji yaitu adalah Menteri dalam hal ini adalah Menteri Peindustrian dan Menteri Perdagangan, serta badan usaha yang menjalankan jenis usaha sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 Undang Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, termasuk badan usaha yaitu PT. Pertamina sebagai pelaksana pengadaan gas elpiji 3 kg tersebut.
As known that in 2007 the government was launched conversion policy on petrol to Liquid Petroleum Gas (LPG). The aim of the conversion is to save public budget expense and decrease pollution level. Jusuf Kalla’s statement when he was the Vice President that conversion program of subsidized energy from petrol to 3 kg size-LPG will save Oil Fuel subsidy in APBN amount 30 billion IDR with only 15 billion investments. The research on solving of The Liability of PERTAMINA toward Liquid petroleum gas Victims in the Perspective of Act Number 8 Year 1999 On Costumer Protection, using juridical normative approach. Normative law research established through literature study on secondary data, or known as library research. In 8mei 2007 Conversion program of petrol to LPG planned by the government creates problems that cannot be avoided. The problem is exploded phenomenon of gas tube caused by some things, such as pipe. Pertamina is an institution that is considered has responsibility. In fact, Pertamina is only responsible in gas tube foundation, while the completeness as rubber pipe that will be connected to gas furnace is other institutions’ responsibility.The phenomenon of gas tube explosion has been harmed lower middle class costumers. The injury is ranging from light to mortality. Paragraph above indicated that the related ministry is Industrial Ministry who also responsible for petroleum and natural gas. In Paragraph 5 of Republic Indonesia Regulation no. 104, 2007 concerning Supply. that is LPG tube, so Pertamina must be liable. PT. Pertamina who as producer and regulator official of 3 kgs LPG marketing must be liable if there is any fault that causing a loss of life or material from the product that produced, in this case is gas tube.
Kata Kunci : Gas Elpiji, Pertamina, BBM, Bahan Bakar Minyak