Laporkan Masalah

FAKTOR RISIKO DAN PEMETAAN MALARIA DI AMFOANG BARAT DAYA – KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR

Dwita Anastasia Deo, Dr. dr. Mahardika Agus Wijayanti, DTH&H, M. Kes.

2012 | Tesis | S2 Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis

Latar belakang : Kecamatan Amfoang adalah salah satu daerah endemis malaria di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kecamatan Amfoang Barat Daya merupakan wilayah pedesaan yang berbatasan dengan pantai pada dataran rendah dan berbatasan dengan hutan pada dataran tinggi. Hutan, semak, sawah ladang, aliran sungai dan kubangan air berada di sekitar pemukiman penduduk. Pekerjaan utama penduduk sebagian besar adalah petani sedangkan nelayan merupakan pekerjaan sampingan. Tingkat pendidikan rendah, tempat tinggal berdinding bebak (pelepah pohon gewang) dan sebagian besar penduduk tidur tanpa kelambu. Tujuan : Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian malaria dan mengetahui pola pengelompokan kasus di Kecamatan Amfoang Barat Daya. Metode :Mass blood survey dilakukan untuk mengetahui kasus malaria di tiga desa pada bulan Oktober 2011, Januari 2012 dan April 2012. Terdapat 3.515 sampel darah, dikumpulkan dan dibuat apusan darah tebal. Faktor risiko diidentifikasi dengan kuesioner dan dikalkulasi dengan OR. Nilai signifikan p < 0,05. Titik koordinat diambil di tempat tinggal penderita malaria positif menggunakan GPS untuk mengetahui pola pengelompokan kasus malaria dan di analisa secara spatial menggunakan Purely Spatial Bernaulli model. Peta sungai yang berpotensi sebagai perindukan larva di Buffer 1km menggunakan ArcGis untuk melihat kasus malaria dalam jangkauan jarak terbang nyamuk. Hasil : Pekerjaan petani lahan kering, pendidikan rendah, malaria asimtomatis, kebiasaan tidur di luar rumah pukul 18.00-06.00, penggunaan obat bakar nyamuk, bertani dan menangkap ikan pukul 18.00-06.00, cuci, mandi dan buang air besar di luar rumah pukul 18.00-06.00, berkumpul di luar rumah pukul 18.00-06.00, dinding rumah dari bebak (pelepah pohon gewang), ventilasi, plafon, keberadaan hewan ternak besar dan iklim tidak signifikan berhubungan dengan kejadian malaria. Kelambu dan jarak tempat perindukan larva berhubungan dengan kejadian malaria. Dataran tinggi tidak terdapat vektor malaria yang potensial sedangkan pada dataran rendah terdapat vektor malaria yang potensial yaitu An. barbirostris dan An. sundaicus. Satu klaster primer dan 3 klaster sekunder tidak signifikan secara statistik. Kesimpulan : Penduduk di dataran rendah berisiko terkena malaria. Penggunaan kelambu pada pukul 18.00-06.00 sebagai faktor pencegah malaria OR 0,1.

Background : Amfoang District is one of malaria-endemic areas in East Nusa Tenggara Province. The areas is adjacent to the beach at the lowland and adjacent to the forest at the highland respectively. Residential areas are surrounded by forest, shrubs, field, streams and pools of water. Most population work as farmers, have low education levels and do not use mosquito bed net Purpose : This study aims to investigate the factors that influence the incidence of malaria risk and determine the pattern of clustering of cases in the District of Southwest Amfoang. Methods : Mass blood survey was conducted to investigate malaria cases in three villages in October 2011, January 2012 and April 2012. The 3.515 blood samples were collected for thick blood film. Risk factors were identified quisionare quidance and OR was calculated. Significance was assumed at p < 0.05. Coordinates were taken from residence of patients by GPS and analyzed with Purely Spatial Bernaully model to investigate any cluster of malaria cases. River with potensial breeding place was buffered 1km by ArcGis to determine wether malaria cases were in the mosquito fly distance areas. Results : Dry land farmer, education, malaria symtomatic, habitual of sleep outdoors, farming and fishing (06pm-06.00 am), outdoors gathering (06.00pm06.00 am), wooden wall, mosquito wire, ventilation, plafond, animal shelter distance, breeding place and climate were insignificant for prevalence of malaria. Bednets and breeding place were significant for prevalence of malaria. Potential of malaria vectors (An. barbirostris and An. sundaicus) were found in lowlands but was not found in highlands. Bednets is factor protectif from incidence of malaria. One primer most likely cluster and 3 secundary clusters were insignificant. Conclusion : Lowland has risk from malaria. The use of bednets during 06.00pm – 06.00am is as protectif factor for malaria OR 0.1.

Kata Kunci : Amfoang Barat Daya, faktor risiko malaria, sediaan darah tebal, Anopheles sp., kelambu, pemetaan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.