Ritual Usaba Sambah: Sebuah Babak Dalam Kehidupan Masyarakat Tenganan Pegringsingan, Bali
Citra Aryandari, Prof. Dr. R.M. Soedarsono,
2013 | Disertasi | S3 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni RupaRitual Usaba Sambah merupakan sebuah babak dalam kehidupan masyarakat Tenganan Pegringsingan. Sebagai sebuah aktivitas budaya Usaba Sambah mengusung sebuah narasi mengenai kehidupan dewa yang memasuki usia dewasa. Sejumlah kegiatan dihadirkan selama sebulan penuh dalam setiap tahunnya. Pendeklarasian kedewasaan divisualisasikan dengan merangkai simbol-simbol mitologi. Simbol inilah yang pada akhirnya memproduksi makna bagi masyarakat Tenganan Pegringsingan juga masyarakat luar yang menjadi penonton. Performance studies digunakan sebagai payung dalam mengkaji aktivitas masyarakat Tenganan Pegringsingan yang ditampilkan. Untuk menafsirkan penampilan, perlu diketahui latar belakang masyarakat yang terlibat, baik mengenai sejarah dan budaya, serta setting penampilan yang dibatasi pada konteksruang, budaya, dan sosial. Serangkaian kegiatan Usaba Sambah yang ditampilkan dideskripsikan secara mendalam, dengan metode etnografi. Rentetan adegan tertata dengan sangat menarik dalam Usaba Sambah. Kehidupan ritual di Tenganan Pegringsingan dapat diibaratkan sebuah drama kehidupan. Setiap ritual memiliki kisah, seperti babak dalam sebuah drama. Babak demi babak ditampilkan setiap sasih. Sasih Kasa hingga Sadda menggambarkan kehidupan dewa. Dimulai dari lahir hingga mati; bayi hingga tua. Saat Sambah sebagai puncak dari kehidupan digambarkan dengan simbol-simbol kehidupan manusia yang mulai berinteraksi dengan banyak pihak. Kisah yang dihadirkan melalui simbol diperankan oleh segenap warga dan Krama Desa. Penelitian inimenemukan tiga hal aktivitas masyarakat paling utama dalam Usaba Sambah, yakni:kegiatan makan, perang dan seks. Pendeklarasian kedewasaan dewa disimbolkan dengan aktivitas makan bersama disetiap ritual, perang sebagai puncak acara merupakan wahana berinteraksi masyarakat Tenganan secara luas, dan seks dalam pengertian hubungan Truna dan Daha yang dikonstruksi oleh ritus menjadikan praktek budaya di Tenganan Pegringsingan yang masih berlangsung hingga saat ini.
The Usaba Sambah Ritual is an important phase in the life of the people in Tenganan Pegringsingan. As a cultural activity, Usaba Sambah carries a narration about the life of a deity who enters the adult life. A series of events are presented in a month each year. The declaration of adulthood is visualized by strings of mythological symbols. These symbols will then produce meanings for the people of Tenganan Pegringsingan, also for visitors who watch the ceremonies. Performance studies is used as the approach in studying the activities of the people in Tenganan Pegringsingan that is exposed in this study. To interpret a performance, it needs a deep knowledge about the background of the society, concerning the history, culture, and the performance setting that is defined by the spacial, cultural, and social context. Here, the exposed series of Usaba Sambah events is described deeply, with ethnography method. The sequence of acts are strung together nicely in Usaba Sambah. The ritual life in Tenganan Pegringsingan can be seen as an allusion of the drama in everyone’s life. Every ritual has its own story, just like an act in a play. The acts are presented respectively in every sasih. Every sasih, from Sasih Kasa to Sadda pictures the life of a deity. It starts from the birth to death, from infant age to old age. The peak of life is described in Sambah using many symbols of human life that interacts with many people. The story that is presented through the symbols are played by the people and Krama Desa. This research found three essential human action in Usaba Sambah there are: eating, fighting, and sex. The declaration of a deity’s adulthood is symbolized in the activity of eating together in a feast in each ritual, fighting in a war as the peak of the ceremony as the means of interaction of the society of Tenganan, and sex in the relationship between Truna and Daha that is constructed in the rites enables the cultural practice in Tenganan Pegringsingan to remain until now.
Kata Kunci : Ritual, Usaba Sambah, Tenganan Pegringsingan