Laporkan Masalah

SENI DALAM FILSAFAT POLITIK HANNAH ARENDT: RELEVANSINYA DENGAN PEMAHAMAN UNDANGUNDANG PORNOGRAFI DI INDONESIA

KARDI LAKSONO, Prof. Dr. Lasiyo, MA., M.M

2013 | Disertasi | S3 Ilmu Filsafat

Tulisan disertasi ini yang berjudul ‘Seni Dalam Filsafat Politik Hannah Arendt: Relevansinya Dengan Pemahaman Undang-Undang Pornografi Di Indonesia’ memberikan suatu gagasan bahwa seni menyajikan masa-masa terbaik dalam hidup manusia, namun juga tidak dapat disangkal bahwa seni merupakan arena pergulatan batin, konflik-konflik sosial, dan persoalan-persoalan status di dalam diri manusia yang saling tarik menarik secara lebih padat dibandingkan dengan di ranah kehidupan sehari-hari. Seni apabila telah dimasuki kepentingan ekonomi dan politik maka kehidupan budaya akan terganggu dan manusia akan mendapati diri dalam arena kehidupan yang diberi label harga. Arendt memahami politik sebagai aktivitas ekspresif, sebagai pertunjukan perbuatan mulia atau pengucapan kata-kata mengesankan yang dinilai dari keindahan atau kebesarannya. Arendt menganalogikan politik dengan seni di mana keahlian merupakan tujuannya. Penelitian ini menggunakan objek formal filsafat politik serta objek material adalah seni yang merupakan suatu simbol situasi politik kehidupan manusia. Metode yang digunakan adalah metode hermeneutika; yang terdiri atas metode deskripsi, komparasi dan refleksi. Hasil penelitian ini adalah: 1. Filsafat politik memberikan konstruksi budaya politik santun melalui etika politik sehingga melalui etika politik manusia dapat berpikir secara kritis, dan untuk berada dalam posisi orang lain. Kondisi manusiawi dalam politik Arendt menjadikan politik oleh Arendt dirumuskan sebagai yang mempunyai makna, identitas serta nilai dengan membedakan tindakan mengubah (praxis) dari mencipta (poeisis), menekankan kaitan kebebasan dengan pluralitas serta menunjukkan hubungan antara wacana dan ingatan sosial. 2. Seni dalam pemikiran Arendt merupakan bentuk analogi dari politik yang digunakan bagi pemecahan ambiguitas pemikiran politik sehingga pada akhirnya seni dapat melahirkan etika politik yang santun. 3. Kekuasaan dalam pemikiran Arendt merupakan solidaritas politis para warga negara yang membentuk solidaritas sosial atas dasar kebebasan sehingga fenomena komoditas seni terutama yang yang beroperasi melalui infrastruktur dan mekanisme seleksi serta kontrol atas dasar suatu ‘kekuasaan’ akan menjadikan seni dan seniman untuk mendatangi tempat di mana kekuasaan berada. 4. Arena pertempuran yang melibatkan tubuh perempuan pada akhirnya akan melibatkan negara dengan membuat suatu produk hukum positif yang berbentuk undang-undang sehingga secara tidak sadar negara telah menjadi polisi moral yang telah mencampuradukan antara ruang privat dan ruang publik.

This dissertation article entitled “Arts in Philosophy of Politic of Hannah Arendt: Its Relevance to the Understanding of Pornography’s Laws in Indonesia” gives an idea that arts provide human with the best moments in human lives, but the arts are pre-eminently a field where emotional incompatibilities, social conflicts, and questions of status, collide in a more concentrated way than happens in daily communication. The considerable economic and politic interests always penetrate the cultural field, and we find ourselves in an area of human life that is highly charged. Arendt often conceives politics as an expressive activity, as the performance of noble deeds or the uttering of memorable words which are judged by their beauty or greatness. The analogy that Arendt makes between politics and the arts is its goal. Based on the analysis discussed above, the research used the philosophical of politics as a formal and material object of the research is the arts as the symbolization of political situation of the human life. The method which was used was hermeneutic; which contained descriptive, comparative and reflective method. Results of the research are: 1. Political philosophy gives construction of decent politics culture passing through the political ethics so that the political ethics can think critically, and stay in position of others. Humanitarian condition in politics Arendt makes politics by Arendt formulated as having meaning, identity and value by differentiating action to change (praxis) from creating (poeisis), emphasizes freedom bearing with plurality and shows relation between discourse and social memory. 2. Arts, according to Arendt, is an analogy of politics to solve the ambiguity of political way of thinking. Arts can create decend political ethics. 3. The power of Arendt’s idea is that political solidarity of the citizens forms a social solidarity on the basic of freedom so that the phenomenon of Artistic commodity especially which operating through infrastructure and mechanism of selection and controlling on the basic of a ‘power’ will invite arts and artists visiting the place where power stays. 4. The encountering arena involving woman body soon will entangle the state by making a positive law product which is in the form of code or law so that the state unconsciously has become morale police officer which has mixed the private and public spaces.

Kata Kunci : karya seni, kekuasaan politik, ambiguitas pornografi.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.