ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI JAGUNG DALAM PENENTUAN STRATEGI KEBIJAKAN PUBLIK DI KABUPATEN SEKADAU
Ignasius Andi Matalata, Ibu Dr. Ir. Dyah Ismoyowati, M. Sc
2012 | Tesis | S2 Teknologi Industri PertanianUntuk menciptakan jaringan bisnis yang saling menguntungkan semua pihak, sektor pertanian jagung baik secara agribisnbis maupun secara agroindustri, salah satu cara yang telah dikembangkan pemerintah saat ini adalah dengan pola kemitraan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan faktor – faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan bagi pengembangan agroindustri pengolahan jagung dan menentukan strategi pengembangan agroindustri pengolahan jagung di Kabupaten sekadau Kalimanan Barat Dari beberapa faktor internal dan faktor eksternal setelah dilakukan analisis maka didapatkan status kepemilikan lahan berpengaruh signifikan sebesar 0,000 dan kontribusi pendapatan Rp 1.401.517,312, tingkat pendidikan (0,019) kontribusi pendapatan Rp 167.120,901, sumber modal petani (0,020) kontribusi pendapatan Rp 182.409,731, pengalaman usaha tani jagung (0,033) kontribusi pendapatan Rp 150.518,041, pelatihan (0,028) kontribusi pendapatan Rp 38.733,362. Strategi yang tepat untuk pengembangan industri pengolahn jagung adalah sebagai berikut : a). Meningkatkan investasi di sector pertanian, b). memanfatkan fasilitas perbankan yang tersedia, c). memanfaatkan potensi p0asar yang masih terbuka, d). meningkatkan sarana dan prasarana publik, e). melakukan kerjasama kemitraan, f). meningkatkan jaringan promosi, g). melakukan penyuluhan rutin. Hasil penelitian terhadap pola hubungan kemitraan ini pada umumnya menunjukkan hasil yang positif yaitu petani/kelompok tani ada suatu kerjasama antara petani, pemerintah dan perusahaan mitra untuk memasarkan produknya dengan tingkat harga yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah dan pihak mitra. Meski demikian, ditemukan pula bukti bahwa hubungan kemitraan ini juga merugikan petani jagung ditunjukkannya seringkali hasil panen petani tidak dapat tersalurkan dengan baik oleh pihak mitra bahkan pemerintah sebagai fasilitator, dikarnakan infrastruktur yang belum memadai, sehingga petani merasa jenuh dalam menjalankan program ini. Selain itu dipengaruhi oleh adanya komoditas lain yang dirasakan dapat memenuhi kebutuhan baik sandang maupun pangan seperti karet dan sawit.
One of the ways to build a business network that is mutually profitable for each party involved in corn-based agriculture, both in view of agribusiness and agroindustry, is a partnership pattern. The objectives of this study are to find out strengths, weaknesses, opportunities, and challenges in the development of corn processing agroindustry and to determine better strategies for developing the corn processing agroindustry in Sekadau Regency of West Borneo Province. Based on external and internal factors analyzed, it can be concluded that land ownership status has a significant effect of 0.000 with income contribution of IDR1,401,517.312; education level 0.019 with that of IDR167,120.901; farmers’ capital source 0.020 with that of IDR150,518.041; training 0.028 with that of IDR38,733.362. The most appropriate strategies for the development of the corn processing agroindustry were as follows: (a) Increasing investment in agricultural sector; (b) utilizing the banking facilities available; (c) exploring potentially open market segments; (d) increasing public infrastructures; (e) making a partnershipbased cooperation; (f) developing promotion networks; and (g) holding a routine extension. Result of the study on the patterns of partnership generally shows positive results, i.e. a farmer or a group of farmers built a partnership between the farming community, government, and partner companies to market their products with the price predetermined by the local government and the involved parties. However, an evidence was also found that the partnership has also been harmful for farmers involved because the the farmers’ crops could not be distributed well, both by the partners involved and local government as the facilitators. The conditions of road were not adequate, so farmers tended to be bored in implementing the program. In addition, it was also affected by other commodities that were perceived as being able to meet the need for both clothing and foodstuff such as rubber and oil palm.
Kata Kunci : Kebijakan Publik, pengembangan agroindustri