PENGARUH SISTEM PENGAIRAN GENANGAN DALAM PARIT DAN FREKUENSI PENYIANGAN TERHADAP GULMA, PERTUMBUHAN, DAN HASIL PADI

Nur Adhayati, Prof. Dr. Ir. Tohari, M.Sc.

2012 | Tesis | S2 Agronomi

Genangan dalam parit merupakan sistem teknologi pengairan alternatif yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya air. Perubahan cara pengairan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi gulma yang tumbuh di lahan pertanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi frekuensi penyiangan dan kedalaman jeluk muka air terhadap komposisi jenis gulma, pertumbuhan dan hasil padi serta mengetahui kombinasi terbaik antara frekuensi penyiangan dan kedalaman jeluk muka air yang dapat memberikan hasil padi terbaik dan pertumbuhan gulma terendah. Penelitian dilaksanakan di Desa Sidoarum, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, pada bulan Mei-November 2011. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan Strip Plot sepuluh petak faktor pertama dan tiga petak faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama berupa sistem pengairan yaitu pengaturan kedalaman Jeluk Muka Air (JMA) genangan di dalam parit di bawah permukaan bedengan pada fase vegetatif, generatif, dan pemasakan yang terdiri atas 10 aras, yaitu sawah; 20,20,20 cm; 20,20,10 cm; 20,20,0 cm; 20,10,20 cm; 20,10,10 cm; 20,10,0 cm; 20,0,20 cm; 20,0,10 cm; 20,0,0 cm. Faktor kedua berupa frekuensi penyiangan terhadap gulma terdiri atas tiga aras yaitu tanpa penyiangan, satu kali penyiangan pada saat 28 hst (hari setelah tanam), dan dua kali penyiangan pada saat 28 dan 56 hst. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan gulma dapat ditekan di lahan sawah daripada di lahan genangan dalam parit. Fimbristylis miliacea (L.) Vahl dan Leptochloa chinensis (L.) Nees merupakan gulma dominan di lahan genangan dalam parit dan dapat menggantikan posisi gulma Echinochloa colonum (L.) Link. Padi yang ditanam di sawah tanpa penyiangan mempunyai pertumbuhan dan hasil padi yang tidak berbeda dengan hasil padi genangan dalam parit yang dilakukan 1x penyiangan dengan pertumbuhan gulma terendah.

Saturated soil culture is an alternative irrigation system that capable to improve water use efficiency. A change in the way of irrigation resulted in changes in the composition of weeds growing in crop fields. The aims of this research were to determine the interaction between the weeding and the irrigated furrow depth to the composition of weed, crop growth and yield and to find out best combination between the weeding frequency and the irrigated furrow depth that capable to give the best paddy yield and the lowest weeds development. The research was conducted at Sidoarum, Godean, Sleman, Yogyakarta, on May-November 2011. The experiment carried out using Strip Plot design, compromises ten plots for first factor and three plots for second factor, with three replication. The first factor was the system of irrigation, which are the irrigated furrow depth arrangement in the trench under the bed surface at vegetatif, generatif and ripening phase, consist of 10 (ten) treatments: Paddy field; 20,20,20 cm; 20,20,10 cm; 20,20,0 cm; 20,10,20 cm; 20,10,10 cm; 20,10,0 cm; 20,0,20 cm; 20,0,10 cm; 20,0,0 cm. The second factor was the weeding frequency which consist of 3 (three) treatments: without weeding, single weeding at 28 DAS (Day After Showing) and weeding at 28 and 56 DAS. The results showed that paddy fields were capable to surpress the weed, while there were many weeds in the saturated soil culture. The most dominant weed in the saturated soil culture were Fimbristylis miliacea (L.) Vahl and Leptochloa chinensis (L.) Nees that capable to replace the Echinochloa colonum (L.) Link position. The rice growth and yield in paddy field without weeding were not different to those of in rice plants in single weeding of saturated soil culture with the lowest weed development.

Kata Kunci : genangan dalam parit, gulma, padi, penyiangan.