Laporkan Masalah

SABUK HIJAU TELUK BINTUNI Kajian Etnografis Tentang Introduksi Implementasi Program Pengurangan Emisi Karbon Di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat

Muhammad Syaiful Rohman, Dr. Johannes Nicolaas Warouw

2012 | Tesis | S2 Antropologi

Pasca pembangunan mega proyek LNG Tangguh yang di operasikan oleh British Petroleum ternyata membawa dampak yang signifikan terhadap kehidupan warga Suku Sumuri, Suku Wamesa, Suku Irarutu, Suku Sough, Suku Kuri, Suku Sebyar, dan Suku Moskona yang mendiami kawasan Kabupaten Teluk Bintuni. Dampak tersebut ada yang positif, dan ada juga yang negatif. Mega proyek LNG Tangguh yang berlokasi di Kabupaten Teluk Bintuni, Distrik Sumuri, Kampung Tofoi ini telah memaksa penduduk asli yaitu Suku Sumuri, yang telah tinggal berabad lalu, harus pindah (resettlement) ke lokasi lain yaitu Kampung Onar Baru. Akibat perpindahan dan pembangunan proyek LNG Tangguh ini banyak sekali masalah sosial yang terjadi, salah satunya adalah perubahan sistem mata pencaharian hidup dari nelayan menjadi petani. Hutan mangrove memiliki berbagai fungsi terutama fungsi ekonomis yaitu sebagai tempat masyarakat mencari ikan dan fungsi ekologis yaitu sebagai penyerap polutan. Pembukaan mega proyek LNG Tangguh menyebabkan disfungsi hutan mangrove baik secara ekonomis maupun secara ekologis. Isu perubahan iklim yang dewasa ini marak dibicarakan di lingkungan internasional rupanya telah terjadi di kawasan Teluk Bintuni akibat pembukaan lahan untuk mega proyek LNG Tangguh. Kawasan Teluk Bintuni yang awalnya berupa hutan mangrove terbaik di Asia kini berubah drastis akibat mega proyek ini. Masyarakat yang mencari sumber penghidupan sebagai nelayan sekarang terpaksa harus menyandarkan dayungnya dan beralih ke sistem pertanian akibat hutan mangrove yang menjadi tempat bertelurnya udang kini sudah menjadi kilang-kilang gas LNG Tangguh. Banyaknya Speedboat yang beroperasi dan menjadi alat transportasi utama antar daerah di kawasan Teluk Bintuni juga turut serta dalam mengurangi populasi ikan. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan yang akan menjadi focus utama dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana introduksi implementasi program pengurangan emisi karbon akibat deforestasi dan degradasi hutan di kawasan Teluk Bintuni Proses adaptasi kultural terhadap lingkungan, dipandang sebagai suatu bentuk hubungan dialektik interplay. Dalam konteks ini, yang terjadi adalah hubungan saling ketergantungan satu dengan yang lain. Lingkungan memainkan peranan penting dalam kreativitas perilaku kebudayaan manusia. Lingkungan dan budaya bukanlah dua ranah yang berbeda. Masyarakat mempunyai cara pandang sendiri mengenai lingkungan sekitarnya. Dengan menggunakan metode penelitian observasi partisipasi (participant observation) dan menggunakan paradigma fungsionalisme sebagai model analisisnya, hasil penelitian ini akan saya sajikan dalam bentuk etnografi supaya dapat diketahui dan dipahami hubungan saling keterkaitan antar unsur-unsur budaya masyarakat yang diteliti dengan perubahan fungsi ekonomis dan ekologis dari hutan mangrove di Teluk Bintuni.

After the construction of mega LNG project operated by British Petroleum apparently a significant impact on the lives of citizens Sumuri Tribes, Tribes Wamesa, Irarutu Tribes, Tribes Sough, Kuri tribe, Sebyar tribe, and the tribe who inhabit Moskona Bintuni Bay Regency. These impacts are positive and some are negative. Mega Tangguh LNG Project, located in the district of Bintuni Sumuri District, Kampong Tofoi has forced indigenous tribe that Sumuri, who had lived centuries ago, have to move (resettlement) to another location which Onar Kampung Baru. Due to migration and development of the Tangguh LNG project is a lot of social problems that occur, one of which is the change in the livelihood systems of fishing to farming life. Mangrove forests have many functions primarily economic function as a place for fishing communities and the ecological function as pollutant absorber. Opening mega LNG projects dysfunction mangrove forest both economically and ecologically. Climate change issues discussed in today's vibrant international environment seems to have occurred in the Gulf region Bintuni from land clearing for Tangguh LNG mega projects. Bintuni Bay area that was originally a mangrove forest in Asia is changing dramatically due to the mega project. People who seek livelihoods as fishermen are now forced to rely oar and turned to farming systems due to the mangrove forest shrimp spawning grounds are now a gas refineries LNG. A large and Speedboat which operates a primary means of transportation between regions in the Gulf region Bintuni also participate in reducing fish populations. Based on the problems mentioned above, it can be formulated questions that will be the main focus in this study are: 1. How does the introduction of the implementation of programs to reduce carbon emissions from deforestation and forest degradation in the Gulf region Bintuni The process of cultural adaptation to the environment, is seen as a form of dialectical interplay relationship. In this context, it is the relationship of interdependence with one another. Environment plays an important role in the behavior of human culture creativity. Environment and culture are not two different realms. Society has its own perspective on the surrounding environment. By using the method of participant observation research (participant observation) and using functionalism paradigm as a model of analysis, the results of this study will be presented in the form of ethnographic my order to be known and understood relations interrelations between cultural elements of the communities studied by changes in economic and ecological functions of mangrove forests in Bintuni Bay.

Kata Kunci : ekologi, hutan mangrove, deforestasi, degradasi hutan, adaptasi kultural.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.