ANALISIS NERACA AIR KAWASAN HUTAN TANAMAN KAYUPUTIH DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Rahardyan Nugroho, Drs, Prof. Dr. Ir. Chafid Fandeli, MS

2012 | Tesis | S2 Geografi

Neraca air merupakan gambaran pendistribusian air baik air permukaan maupun air tanah menurut sistem tata air yang berlaku Perhitungan ketersediaan lengas tanah bagi tanaman dilakukan dengan menghitung selisih antara kadar lengas tanah pada kapasitas lapangan (batas cair) dengan kadar lengas tanah pada titik layu permanen (batas berubah warna). Hasil perhitungan kemudian diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi dari Wisaksono (1964). Kemudian untuk perhitungan neraca air, dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode dari Thornthwaite Mather (1957) dan metode dari Mock (1973). Penentuan titik sampel di lapangan dilakukan secara sampling dengan berdasarkan pada jenis tanah dan penutupan lahan. Hasil perhitungan neraca air dan ketersediaan air kemudian dianalisis secara diskriptif. Selanjutnya untuk model pengelolaan yang ramah lingkungan ditentukan berdasarkan pada hasil perhitungan ketersediaan lengas tanah bagi tanaman dan hasil perhitungan neraca air dengan metode Thornthwaite Mather maupun Mock. dalam suatu wilayah DAS atau daerah tangkapan air. Dalam sistem hidrologi suatu kawasan (DAS), evapotranspirasi merupakan salah satu bentuk kehilangan air. Pada kondisi tertentu besarnya kehilangan air berupa evapotranspirasi akan berpengaruh terhadap ketersediaan air bagi tanaman (lengas tanah) ataupun lebih jauh lagi juga akan berpengaruh terhadap ketersediaan air total (air tanah). Tujuan dari penelitian ini adalah ; 1) Mengetahui kondisi ketersediaan air untuk tanaman (lengas tanah) di bawah tanaman kayuputih pada kawasan hutan tanaman kayuputih; 2) Mengetahui kondisi neraca air kawasan hutan tanaman kayuputih; 3) Mengetahui model pengelolaan hutan tanaman kayuputih yang ramah lingkungan khususnya dalam hal ketersediaan air kawasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan Selanjutnya berdasarkan klasifikasi dari Wisaksono (1964), secara umum ketersediaan lengas tanah di sub DAS Nglipar klasifikasinya berkisar antara sangat rendah sampai dengan sedang sedangkan tingkat ketersediaan air bagi tanaman di sub DAS Bunder sangat rendah. Selanjutnya jika dibandingkan ketersediaan air bagi tanaman di sub DAS Nglipar dan sub DAS Bunder maka tingkat ketersediaan air bagi tanaman di sub DAS Nglipar lebih besar dari pada sub DAS Bunder. Model pengelolaan tanaman kayuputih di lokasi sub DAS Nglipar secara umum lebih baik dari pengelolaan di sub DAS Bunder karena tidak berpotensi menyebabkan terjadinya limpasan permukaan yang besar yang menyebabkan erosi lahan karena tanaman bawah masih cukup rapat. Disamping itu perlu juga dilakukan pemeliharaan terhadap bangunan teras yang telah ada.

flow in a catchment area for a certain period of the circulating water. In the hydrological system of watershed, evapotranspiration is one form of water loss. Incertain conditions, evapotranspiration will affect water availability for plants (soil moisture) or even further will also affect the total water supply (groundwater). The purpose of this study was: 1) Knowing the condition of water availability (soil moisture) under kayuputih plants on kayuputih forest plants, 2) Knowing the condition of the water balance on kayuputih forest plants; 3) Knowing management models of kayuputih forest plantation that are environmentally friendly particularly in terms of water availability areas. Calculation of soil moisture availability to plants is done by calculating the difference between the levels of soil moisture on field capacity (liquid limit) with soil moisture content on permanent wilting point (boundary change color). The results of the calculation and then classified according to the classification of Wisaksono (1964). Then for water balance calculations, carried out using two methods: the method of Thornthwaite Mather (1957) and the method of Mock (1973). Determination of sample points in the field is done by sampling based on soil type and land cover. The results of calculation of water balance and water availability later analyzed descriptively. Furthermore, to environmentally friendly management model is determined based on the calculation of the availability of soil moisture for the plants and water balance calculations by the method of Thornthwaite Mather and Mock. The results showed that the classification of Wisaksono (1964), the availability of soil moisture in the Nglipar sub-watershed is very low to moderate, while Bunder sub-watershed is very low. Furthermore, when compared to the availability of water for crops in Bunder sub-watershed and Nglipar sub-watershed, then the level of water availability for crops in Nglipar sub-watershed is greater than Bunder sub-watershed. Based on the water balance calculations are performed in both study sites with model Thornthwaite Mather or model Mock, the value of evapotranspiration in the kayuputih forest less than the precipitation, so in general both of Bunder sub-watershed and Nglipar sub-watershed there will be no soil moisture deficit. Things that need to be observed is more value of the surface runoff in two study sites. The amount of runoff that occurs could potentially lead to soil erosion which in turn will impact on the field capacity. Management model of kayuputih forest in Nglipar sub-watershed generally better than Bunder sub-watershed, because it was not potentially a large surface runoff causes soil erosion because the plants are still pretty tight. Besides that, it should also do the maintenance of the existing terrace building.

Kata Kunci : daerah aliran sungai, evapotranspirasi, ketersediaan air bagi tanaman, model pengelolaan