Laporkan Masalah

CERITA-CERITA JENAKA YONG DOLLAH Orientasi Kelisanan dalam Proses Penciptaan Cerita Lisan, Tulisan, dan Film

Marhalim, Dr. G.R. Lono v Lastoro Simatupang, M.A,

2012 | Tesis | S2 Antropologi

Cerita-cerita jenaka Yong Dollah adalah salah satu bentuk sastra lisan yang sangat populer di lingkungan masyarakat Melayu Bengkalis. Yong Dollah adalah sebuah nama panggilan dari seorang tokoh Melayu bernama asli Abdullah bin Endong, yang diperkirakan lahir di Bengkalis sekitar tahun 1906. Nama Yong Dollah mencuat karena cerita-ceritanya yang bersifat humor, yang kerap disampaikan secara lisan di waktu senggang sambil minum kopi, yang oleh orang Melayu Bengkalis disebut kahwe; sebuah istilah untuk menunjukkan aktivitas “minum kopi di waktu senggang.” Popularitas tersebut dalam perkembangannya, telah memosisikan cerita-cerita Yong Dollah menjadi salah satu genre dalam cerita jenaka Melayu. Stigma negatif yang muncul kemudian bahwa Yong Dollah hanya tukang pembohong disebabkan karena cerita-ceritanya bersifat rekaan dan di luar logika umum, tidak terlalu berpengaruh terhadap popularitasnya. Hal ini ditunjukkan dengan lahirnya berbagai versi cerita dalam berbagai bentuk, mulai dari bentuk lisan, tulisan, maupun film. Munculnya berbagai kreativitas penciptaan kembali cerita-cerita Yong Dollah tersebut, menunjukkan bahwa keberadaan tradisi lisan memang terus mengalami perubahan seiring dengan dinamika perubahan masyarakat pendukungnya. Banyak pihak yang memang mengkhawatirkan bahwa dampak dari perubahan-perubahan yang tidak terelakkan tersebut membuat tradisi lisan semakin tergeser eksistensinya. Namun, apa yang akan ditunjukkan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses penciptaan kembali dalam tiga bentuk (lisan, tulisan, dan film) tersebut justru lebih berorientasi pada kelisanan. Dengan menganalisis skema-formulaik dalam teks-teks cerita dalam tiga bentuk tersebut, kemudian menunjukkan konvensi-konvensi kelisanan dalam proses penciptaannya, maka segera dapat ditemukan orientasi kelisanan. Orientasi kelisanan semacam ini pada akhirnya seolah hendak meneguhkan sebuah kesimpulan bahwa kekuatan lisan dalam masyarakat kita (khususnya masyarakat Melayu Bengkalis) masih tetap mendominasi, dan tetap turut berperan dalam fungsi-fungsi transformatifnya. Sehingga, keyakinan bahwa tradisi lisan memang terus dapat hidup dalam “ingatan kolektif” (collective remembering) masyarakat, karena merupakan pengalaman hidup bersama, patut dibenarkan.

Humorous stories Yong Dollah is one forms of oral literature that is very popular in the Malay community in Bengkalis. Yong Dollah is a nickname of a prominent Malayan figure, Abdullah bin Malay Endong, who was born in Bengkalis around 1906. Yong Dollah had become popular because his stories were humorous, often delivered orally at leisure over a cup of coffee. The activity of drinking coffee in spare time is called kahwe by the Bengkalis Malay. Yong Dollah’s popularity has positioned his stories as one of the genres of Malayan humorous story. Negative stigma emerging later that stated Yong Dollah was a liar due to his fictitious, beyond-common-sense stories, had little influence on his popularity. This is demonstrated by the creation of various versions of the story, ranging from oral, written, and visual (film) forms. The emergence of various reinventions of Yong Dollah’s stories indicates that the presence of oral tradition continuously changes along with the dynamics of its supporting community. Many people concerned that the change will impact on the subordination of oral tradition. Nevertheless, this research reveals that the process of Yong Dollah’s stories re-creation into three forms (oral, written and visual (film)) is actually oriented in orality. The orality orientation is found by analyzing the formula-scheme of the three forms of the texts, which then leads to reveal the convention of orality in the creation process. The orientation to orality confirms a conclusion that the power of orality still dominates our society (particularly the Bengkalis Malay) and has role in its transformative functions. Thus, the idea that oral tradition continues to exist in the community’s collective remembering because it is part of collective living is justified.

Kata Kunci : Yong Dollah, Orientasi Kelisanan, Proses Penciptaan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.