ORGEN TUNGGAL SEBAGAI ARENA KONTESTASI SOSIAL DI MINANGKABAU Melihat Tradisi Matriarkat Melalui Fenomena Budaya Populer

Nisaul Aulia, Dr. G.R. Leno Lastoro Simatupang, M.A

2012 | Tesis | S2 Kajian Budaya dan Media

Fenomena orgen tunggal di Minangkabau muncul sebagai fenomena yang kontradiktif, terutama sejak disadurnya house music sebagai salah satu repertoar pertunjukan. Hal ini memicu perhatian aktor-aktor kebudayaan guna menepis imbas negatif terhadap kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat setempat. Namun usaha tersebut kemudian menjadi arena kontestasi sosial; perebutan legitimasi dan kuasa atas kontrol sosial, sekaligus menjadi situasi yang paradoksal bagi perempuan Minangkabau. Perempuan yang idealnya merupakan kerangka ideologi tradisi matriarkat bergeser menjadi situs kontrol sosial dan moral sehingga mengalami inkonsistensi kedudukan. Saat ini kajian matriarkat memasuki fase modern matriachat studies yang mengurai kondisi aktual masyarakat dan tradisi matriarkat. Kondisi aktual ini sejalan dengan misi kajian budaya populer sebagai ekspresi budaya masa kini. Oleh karenanya, orgen tunggal sebagai representasi budaya populer dapat dijadikan sebagai jendela untuk melihat tradisi matriarkat Minangkabau. Tampak bahwa beberapa kondisi yang berlangsung pada fenomena orgen tunggal, sekaligus merupakan cerminan dari kondisi terkini tradisi matriarkat tersebut. Penelusuran ini dilakukan melalui pendekatan metodologi etnografi, dan dianalisis dengan mengaplikasikan pemikiran Bourdieu tentang habitus, praksis, dan arena, serta kekuasaan dan kekerasan simbolis. Kemudian juga didukung dengan beberapa pandangan dan konsepsi mengenai tradisi matriarkat dari Sanday, Hadler, dan Göettner-Abendroth.

The phenomenon of orgen tunggal in Minangkabau has become contradictory especially since house music has been adopted as a part of the show repertoire. This has sparked a concern of cultural actors for warding off its negative impact on the cultural and social lives of local communities. However, this attempt has become a sort of field of social contestation; the battle of the legitimacy and power over the social control, all at once have become a paradoxical condition for the Minangkabau women. These women who, ideally, take a stand for ideological framework of matriarchy tradition, have shifted their position and became a subject of social and morale control, thus in a result they are experiencing inconsistency of their status. Nowadays, matriarchy studies have entered a phase of modern matriarchat studies – studies that express the actual condition of the matriarchal traditions and societies. This current condition goes in the line with the mission of cultural studies as an expression of popular culture today. Therefore, orgen tunggal as one of the representation of popular culture can serve as a ‘window’ that allows perceiving matriarchal tradition of Minangkabau. It appears that those several conditions of orgen tunggal phenomenon, all at once constitute the image of the current status of the matriarchy in Minangkabau. The studies were carried out by means of the ethnographic methodology approach, and has been analyzed by applying Bourdieu’s thoughts about habitus, practice, and field, as well as the power and the symbolic violence. Afterwards, it was supported with several viewpoints and concepts from Sanday, Hadler, and Göettner-Abendroth concerning the tradition of matriarchy

Kata Kunci : orgen tunggal, matriarkat, arena kontestasi, inkonsistensi