KEWENANGAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA TANAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
MASRUR AUF, SH, Sigit Riyanto, SH., M.Si.
2012 | Tesis | S2 Magister KenotariatanTujuan penelitian ini membahas dasar-dasar pemikiran para pembuat Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dalam memberikan kewenangan kepada notaris sebagaimana kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan membahas kedudukan pasal 15 ayat (2) huruf f tentang kewenangan notaris dalam membuat akta tanah. Jenis penelitian yang dilakukan dalam membahas tesis ini adalah penelitian yuridis normatif. Sumber datanya berupa sumber bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Analisis data dilakukan secara kualitatif, dan hasil penelitian disajikan secara diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diberikannya wewenang kepada notaris dalam membuat akta tanah sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 15 ayat (2) huruf f merupakan upaya untuk memberikan pelayanan lebih kepada masyarakat dan upaya untuk menekan biaya pembuatan akta tanah. Selain hal tersebut, sejak jaman penjajahan Belanda, ditandai dengan diundangkannya Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie) pada tahun 1860 pejabat yang membuat akta tanah adalah notaris. Berhubung negara Indonesia menganut asas hukum lex superior derogat legi inperior, peraturan perundangundangan yang lebih tinggi meniadakan yang lebih rendah, atau yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi. Maka, bunyi pasal 15 ayat (2) huruf f mutlak harus berlaku bagi notaris dalam membuat semua akta yang berhubungan dengan tanah. Hal ini mengingat Peraturan pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
The purpose of this study was to discuss the premises in making the Law No. 30 of 2004 on Notary Position in giving authority to the notary as equal as the authority of the Land Deed Officer (LDO). This study also discussed authority arrangements between LDO and Notary in making the deed of land in the future. Type of research conducted in this thesis is the normative juridical research. Data were sourced from primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Data analysis was conducted qualitatively, and the results are presented descriptively. The results showed that the authority given to the notary in making a deed of land as stated in the Law No. 30 of 2004 on Notary Position section 15 subsection (2) letter f is an attempt to reduce the cost of the land deed. More over, since the Dutch colonial era, marked by the promulgation of regulations Notaries Position (Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie) in 1860 which who make land deed is notary. Indonesia since the country adopted as a laws lex superior derogat legi inperior, rules and regulations per Act negates higher to lower, or lower must not conflict with a higher level. Thus, the article 15 paragraph (2) letter f absolute must apply to a notary in making any deed relating to land. This is because the Government Regulation No. 37 of 1998 must not conflict with the Law No. 30 of 2004 on Notary Position
Kata Kunci : Kewenangan, Notaris, Akta tanah