SEKS PATOKAN (Studi Presedensi Seksualitas Warung Patokan Bali Utara)
Rohman, Drs. Pande Made Kutanegara, M.Si,
2012 | Tesis | S2 AntropologiTempat berdiri dan berpijak studi ini adalah: warung patokan beserta kerja-kerja seksual perempuan yang menyertainya. Seksualitasnya dipahami dari perspektif presedensi, dengan dikendalikan oleh tiga fokus masalah, yaitu: (a) Bagaimanakah orang Bali Utara memaknai tatanan seks dan seksualitas dalam kehidupan sosialnya ? (b) Bagaimanakah pemaknaan tatanan seks dan seksualitas tersebut diimplementasikan dalam ‘komersialisasi seks’ pedagang patokan ? (c) Bagaimanakah representasi tatanan seks dan seksualitas tersebut terlihat dalam kehidupan sehari-hari perempuan dagang patok dan warung patokan ? Tujuan yang ingin dicapai adalah, menyajikan dialog-dialog etnografis yang berisi tentang kecerdasan budaya masyarakat setempat, dalam memahami seks dan seksualitasnya. Kerangka teori presedensi dan cara pandang representatif digunakan sebagai penuntun dalam menembus pijakan lokal kebudayaannya tersebut. Kerangka teori ini juga menuntun untuk memilih metode observasi Malinowskian, guna memperoleh dengan apa yang dimaksud oleh Geertz, (1992) sebagai thick description. Data dikumpulkan di Buleleng-Bali Utara dengan wawancara, pengamatan, dan studi dokument, yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: runutan tatanan seks dan seksualitas di Bali Utara merujuk pada poros kedewataan, dengan makna terdalamnya, untuk kemakmuran dan kesuburan (rejeki). Esensi ini membuat kandungan nilai seks dan seksualitasnya dipersepsi tinggi, terhormat, dan suci, setinggi dan sesuci persepsi mereka terhadap kedewataannya tersebut. Tatanan seperti ini menempatkan kerja-kerja seksual dagang patokan (mabin, megelut, bokingan) kedalaman ruang teben, sebagaimana kosmologi seksualitas mereka menata dan menuntunya. Praktek stigmatisasi terhadapnya juga terjadi dalam level sosiologis, tetapi tidak sampai merubah dalam tatanan kebudayaannya. Seks patokan tetap dibutuhkan oleh kebudayaannya, untuk keseimbangan rwa binedha. Ujung tertinggi (mucuk) kerwabinedhaan ini dipertemukan dalam satu titik yang suci, yaitu: Pura. Dari titik inilah aliran-aliran kesuburan, dan kemakmuran tersebut diikat dan dialirkan. Representasi pengetahuan seksualitas seperti ini, selain terlihat jelas dalam kerja-kerja seksual para perempuan dagang patokan, juga telah ditata oleh kebudayaanya. Penataan ini masih terpahat kuat dalam relief-relief, lontar-lontar suci, dan monolit-monolit lingga yoni, yang kini disimpan rapi di jeroan pura, maupun dalam kosmologi segara-gunung. Dalam perspektif akademis cara menata seperti ini adalah: presedensi. Cara ini, kemudian dilipat oleh orang-orang di sini ke dalam pernyataan sehari-harinya, yaitu: “Nak mula Keto†(memang sudah begitu dari dulu). Sebuah direktori kebudayaan miliknya, penyimpan kerangka teori sosial dan budaya, yang begitu tebal dan mendalam.
Standing point and fundamental of this study are Warung patokan (patokan shop) together with its women sex jobs. Sexuality is understood from precedential perspective using three problem focuses, namely: (a) how do North Balinese understand sex norm and sex in their social live? (b) How do understanding of sex order and the sexuality implemented in ‘sex commercialism’ of patokan merchant? (c) How do sex order representative implication and the sex appear in daily life of dagang patok women and north Balinese? The aim is to present ethnographic dialogues on intelligent of local culture in understanding and managing sex and its sexuality. Precedential theory (Reuter, 2005) frame and representative point of view are used to do that. Malinowskian observation method is used to obtain thick description (Geertz, 1992). Data collected at Buleleng –north Bali by doing interview, observation, and document study that analyzed qualitatively. Research result shows that trace of sex order and sexuality at north Bali refers to God axis with the deepest meaning, for fertility and welfare (livelihood). This essential makes sex value content and sexuality is perceptible as high, holy and respected as their perception on their God. This order places patokan sex (mabin, megelut, bokingan) at teben position, such as its sexuality cosmology arrange. Stigmatization practice is also happen at sociology level, but it is not change anything at culture level. Patokan sex still need by its culture, for rwa binedha balance. The highest end of this kerwabinedhaan (mucuk) united in one holy point, namely: Pura. From this point fertility streams and welfare (livelihood) bind and flow. Such sexuality knowledge representation can be seen clearly in their sexual jobs or in their culture order. This order still carved strongly in sexual relief, holy palm leaf and lingga yoni molite that proper kept at jeroan pura. This arrangement way is precedential. This way, then fold by north Balinese in daily statement, namely: ‘Nak mula Keto’ (indeed it such like since past). A culture directory belong to them, the keeper social and culture theory frame that so thick and deep.
Kata Kunci : Seks, Kesuburan, Buleleng