PENGGUNAAN ALAS PENGHANGAT UNTUK MENCEGAH PENURUNAN SUHU INTRAOPERATIF PADA PASIEN-PASIEN DENGAN ANESTESI SPINAL
BETTY JULIASTUTI SOEHARSONO, dr. Calcarina Fitriani Retno Wisudarti, SpAn, KIC,
2012 | Tesis | S2 Ked.Klinik/MS-PPDSLatar Belakang Hipotermia perioperatif menyebabkan efek cukup luas yang merugikan, termasuk didalamnya, meningkatnya angka luka infeksi, morbiditas kardiovaskuler, kehilangan darah, dan lama tinggal di ruang pemulihan dan rawat inap. Selain itu juga dapat terjadi gangguan koagulasi, perubahan imunologi, gangguan keseimbangan air dan elektrolit, dan menurunkan metabolisme obat. Penelitian menunjukkan sekitar 70% pasien yang menjalani pembedahan menderita hipotermia. Hipotermia pada pembedahan disebabkan oleh suhu kamar operasi, tindakan sterilisasi medan operasi, cairan masuk, penguapan melalui kulit yang terbuka, gas anestesi, dan sebagainya. Mekanisme kehilangan panasnya melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Anestesi spinal menyebabkan penurunan suhu tubuh dengan tiga mekanisme utama. Pertama adalah redistribusi panas dari pusat ke perifer akibat vasodilatasi dari blok simpatis. Kedua berupa hilangnya termoregulasi yang ditandai dengan berkurangnya menggigil dan turunnya nilai ambang vasokonstriksi selama anestesi spinal. Yang ketiga berupa peningkatan kehilangan panas akibat vasodilatasi. Alas penghangat sebagai salah satu alat untuk mencegah hipotermia, dinilai cukup efektif untuk mencegah penurunan suhu tubuh intraoperatif. Metode Penelitian ini dilakukan pada pasien laki-laki atau perempuan usia 20-50 tahun, ASA I-II, dengan menggunakan uji klinis acak terkontrol tak tersamar. Ruang lingkup penelitian adalah pasien usia 20-50 tahun yang menjalani operasi terencana di GBST RSUP Dr. Sardjito. Subyek dibagi dalam 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 77 pasien. Kelompok A adalah kelompok perlakuan yang menggunakan alas Gaymar Medtherm II yang dioperasionalkan sebagai penghangat. Kelompok B adalah kelompok perlakuan yang tidak menggunakan alas Gaymar Medtherm II. Pengukuran suhu inti menggunakan thermometer inframerah digital rithermo ® N pada membrana timpani, sedangkan suhu perifer menggunakan thermometer air raksa di aksila. tekanan darah, nadi, frekuensi nafas juga dicatat dari monitor. Pengukuran dilakukan 30 menit sebelum anestesi spinal dilakukan, dilanjutkan pada menit ke-5 hingga menit ke-120. Analisis data menggunakan uji t-test dan data kualitatif akan diuji dengan chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%, dan dianggap bermakna bila p<0,05 serta sangat bermakna jika p<0,01. Hasil Penurunan suhu terjadi pada masing-masing kelompok, tetapi penurunan suhu lebih besar terjadi pada kelompok kontrol. Jika dibandingkan antara kelompok kontrol dengan kelompok yang menggunakan alas penghangat, terjadi perbedaan penurunan suhu inti mulai menit ke-30 setelah anestesi spinal (36,89+0,170C VS 36,48+0,150C) (p<0,05). dan menit ke-75 setelah anestesi spinal pada pengukuran suhu perifer (35,70+0,230C VS 36,20+0,170C) (p<0,05). Simpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa alas penghangat efektif mecegah penurunan suhu inti pasien intraoperatif pada pasien-pasien yang menjalani operasi dengan teknik anestesi spinal.
Introduction Perioperative hypothermia have a wide range of detrimental effects. These include increased rates of wound infection, morbid cardiac events, blood loss, and length of stay in both recovery and hospital. Inadvertent hypothermia is a condition prevalent within the perioperative setting, since it has heen estimated that as many as 70% of surgical patients suffer some degree of hypothermia. Perioperative hypothermia is caused by environment temperature, fluid, evaporated, inhalation, etc. The mechanism of heat loss can with conduction, convection, radiation, and evaporation. The effects of spinal anesthesia on temperature homeostasis have been well studied, and there are three main mechanisms causing core hypothermia. The first is redistribution of central heat to the periphery caused by vasodilation from sympathetic block. The second mechanism is loss of thermoregulation characterized by reduced shivering and vasoconstriction thresholds. Finally, with loss of thermoregulatory vasoconstriction below the level of the sympathetic block, there is increased heat loss from vasodilation. Warm blanket as a conduction device is thought to be effective to prevent from hypothermia during surgery. Method This research has been done in Sardjito General Hospital, male or female patients, age between 20-50 years old, ASA I-II, scheduled for elective surgery with spinal anesthesia. The subjects were classified into 2 groups, consist of 77 patients in each group. Group A was a group with warm blanket (Gaymar Medtherm II) and group B was without warm blanket as control group. The measurement of the core temperature were obtained using digital infrared thermometer (ri-thermo®N) from tympanic membrane, while peripheral temperature were obtainded using mercury thermometer from axilla. Blood pressure, heart rate, and respiration rate were measured start from 30 minutes before spinal anesthesia, and then 5 minutes until 120 minutes after spinal anesthesia. The quantitative data was analyzed using t-test and the qualitative data was analyzed using chi-square at the significance level of 95%, and it was considered to be significant when p<0,05 and very significant with p<0,01. Result The decrease of body temperature were occurred in both group, but it was greater in control group. The decrease of core temperature was difference start in 30 minutes after spinal anesthesia (36,89+0,170C VS 36,48+0,150C) (p<0,05), and the decrease of peripheral temperature was difference start in 75 minutes after spinal anesthesia (35,70+0,230C VS 36,20+0,170C) (p<0,05). Conclusion Warm blanket is effective to prevent the decrease of intraoperative core body temperature in patients under spinal anesthesia
Kata Kunci : penurunan suhu, alas penghangat, anestesi spinal