Laporkan Masalah

EVALUASI KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH, KASUS: KABUPATEN SUPIORI DAN KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA

MATHEUS M.G. RUMBIAK, Prof. DR. Achmad Djunaedi., MUP,

2012 | Tesis | S2 Magist.Prnc.Kota & Daerah

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus telah melahirkan banyak daerah pemekaran di Papua. Beberapa daerah pemekaran mampu mandiri namun ada juga yang sangat tidak mampu karena lemahnya kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Penelitian ini bertujuan mengukur apakah kebijakan pemekaran mampu menciptakan kemampuan otonomi daerah dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan pemekaran Kabupaten Supiori dan Kabupaten Sarmi. Penelitian ini menggunakan metode deduktif rasionalistik dengan teknik triangulasi. Analisa data dilakukan dengan teknik analisa kuantitatif dan analisa kualitatif. Kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Supiori dan Kabupaten Sarmi tidak melalui kajian akademis, tetapi lebih berdasarkan pertimbangan subyektifpolitis dari pada pertimbangan obyektif-ekonomis. Fakta empiris membuktikan bahwa skor yang dicapai oleh kedua wilayah pemekaran: (1) Kabupaten Supiori sebesar 108 atau 30,5 persen dan (2) Kabupaten Sarmi sebesar 122 atau 35,89 persen, berarti kemampuan otonomi daerah untuk Kabupaten Supiori dan Kabupaten Sarmi termasuk dalam kategori “sangat tidak mampu”. Fakta juga menunjukkan bahwa kebijakan pemekaran Kabupaten Supiori dan Kabupaten Sarmi dipengaruhi oleh faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong antara lain: politik lokal daerah yang semakin mencuat karena isu Papua merdeka, perekonomian regional atas kegagalan konsep KAPET dan rentang kendali pelayanan yang masih panjang. Sementara faktor penghambat, meliputi: urbanisasi melalui pergerakan penduduk yang masuk sangat minim, kebijakan sosial melalui keberhasilan program Keluarga Berencana, budaya dan adat isitiadat yang masih kental dengan pola konsumtif, sistem kepemimpinan adat dan hukum adat.

Law number 22 of 1999 about the local government and the law number 21 of 2001 about the special autonomy have effected on several of regions extension in the Province of Papua. Some of these regions are capable to be independent. However, some others remain incapable due to the lack of government competence. This research aimed to measure on how far the region extension policy create the autonomous regions’ ability and what factors influencing the policy on the Supiori Regency and Sarmi Regency post the establishment. This research uses the rationalistic deductive method thorough triangulation method. Data analysis uses the qualitative and quantitative. The policy on region extension of the district of Supiori and of the district of Sarmi is not based on the academic analysis but based on subjective-political consideration. The empirical data indicate that scores reached out by the two regions are following (1) the Supiori Regency is 108 or 30, 5 percent, and (2) the Sarmi Regency is 122 or 35,9 percent. It means that the economic ability of the two regions are in very unable category. Also, the fact is that the policy on region extension of the two regions is influenced by the supporting factors and obstacle factors. The supporting factors are local politic about disintegration, regional economy to solve the fail of the concept of KAPET and the long period of controlling. The obstacles are the least of urbanization, the success of social policy on family planning, and culture which strict to consumerism, custom pattern of leadership and custom rules.

Kata Kunci : Evaluasi, Kebijakan Pemekaran, Wilayah, Kemandirian Daerah


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.