KEDUDUKAN SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA
AMRULLAH, S.HI, Sigid Riyanto, S.H., M.Si
2012 | Tesis | S2 Ilmu HukumPraktek peradilan pidana merupakan proses berjalannya penerapan hukum acara pidana sesuai dengan aturan yang telah ada di dalam Kitab Undang –undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun dalam penerapannya banyak hal yang tidak diatur didalam KUHAP tetapi dalam prakteknya terus saja di gunakan seperti halnya penerapan saksi mahkota. Oleh karena itu fokus kajian dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi dasar pertimbangan penggunaan saksi mahkota dalam praktik peradilan pidana, serat bagaimanakah kedudukan saksi mahkota dalam praktik peradilan pidana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris yang menggunakan data-data di lapangan sebaga data primer untuk menjawab permasalahan yang ada, disertai dengan data sekunder berupa peraturan Perundang-undangan dan literatur- literatur dari studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data data menggunakan wawancara dengan responden yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Analisi deskriptis digunakan dalam menganalisi data dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pertimbangan penggunaan saksi mahkota dalam praktik peradilan pidana adalah pertama, tidak ada pelarangan penggunaan saksi mahkota di dalam KUHAP. Kedua, saksi mahkota di benarkan penggunaannya pada penerapan Splitsing (pemecahan perkara) yang berdasarkan aturan Pasal 142 KUHAP. Penerapan saksi mahkota mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam mengungkap kasus pidana yang minim alat bukti terutama dalam kasus penyertaan. Namun dalam persoalan pemberian mahkota atau penghargaan terhadap para saksi mahkota sering terabaikan serta terpulang dari kebijakan hakim, hal ini dikarena oleh belum adanya aturan yang menyebutkan mahkota (penghargaan) yang bagaimana yang seharusnya diberikan kepada para saksi mahkota
The practice of criminal justice is a process over the application of criminal procedural law in accordance with the rules that already exist in the Book of Law Code of Criminal Procedure (Criminal Procedure). But in practice many things that are not regulated in the Criminal Code but in practice continued in use as well as the application of crown witnesses. Therefore the focus of study in this research is what the basic consideration of the use of crown witnesses in criminal justice practices, how the position of fiber crown witness in the criminal justice practices. The research method used in this study in normative and empirical, using the data in the field as the primary data to address existing problems, along with secondary data such as regulatory legislation and the literature of library research. Techniques of data collection using interviews with respondents selected by purposive sampling technique. Descriptive analysis is used in analyzing the data in this study. The result of this study indicate that the basic consideration of the use of crown witnesses in criminal justice practice are the first, there is no ban on the use of crown witnesses in the Criminal Procedure Code. Second, a crown witness in splitsing justified its use on the aplication (solving the case) based on the rules of Article 142 Criminal Procedure Code. Application of the crown witness has a very important position in a criminal case reveals minimal evidence, especially in the case of inclusion. But in a matter of respect for the crown or crown witnesses are often overlooked as well as the policy is up from the judge, its caused by the absence of rules that mention the crown (the award) is how that should be given to the crown witnesses.
Kata Kunci : Saksi Mahkota, Alat bukti, Peradilan Pidana