Laporkan Masalah

KAPASITAS KELEMBAGAAN MAJELIS RAKYAT PAPUA (MRP) Sebagai Lembaga Representatif Kultural Orang Asli Papua

Terianus Luther Safkaur, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si,

2012 | Tesis | S2 Manajemen dan Kebijakan Publik

Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi papua merupakan sebuah kebijakan yang bersifat strategis, dalam rangka peningkatan pelayanan, akselerasi pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat yang berada di provinsi papua, terutama orang asli papua. Melalui kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan antara provinsi papua denganprovinsi-provinsi lainnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta akan memberikan peluang bagi orang asli papua untuk berpartisipasi sebagai subyek pembangunan. MR.1>adalah representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu untuk perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghonnatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. Proses r~kroltneIltlyadilakukan berdasarkan unSlif acat, un~ur agama, dan unsur pcrempuan. . Untuk memperoleh gambaran terhadap kapasitas kelembagaan :MR.P sebagai lembaga representative orang asli papua sebagaimana tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan jenis penelii.ian k~Jlitatif dengan metode wawancara dan studi dokumentasi. Selanjutnya untuk memperoleh validitaslkeabsahan data, maka dalam analisis juga menggunakanpendekatan kualitatif. Studi ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan, Bagaimana Kapasitas Kelembagaan Majelis RakyatPapua? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dibangun kerangka teori antara lain: MRP sebagai alat representasi orang asH papua, kelembagaan, kewenangan, rekrutmen, etnisitas, marginalisasi dan Kendala-kendala :MR.Pdalam melaksanakan tugas dan fungsi. Hasil penc~itian ini menunjukan, lcmbaga Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam menjalankan tugas dan wewenang yang diamanatkan ada beberapa kendala atau hambatan yang sering di jumpai diantaranya: (a) Adanya sikap politik setengah hati dari pemerintah, sehingga melemahkan kineIja Majelis Rakyat Papua (MRP), (b) Adanya kecurigaan pemerintah (bayangan isu separatisme), (c) Proses rekrutmen khusus unsur adat sifatnya pemilihan dari tingkat bawah, sehingga sarat dengan dinamika politik dan juga politik uang, (d) Bahkan pemerhati masalah papua, melihat MRP, lembaga kultural masih abu-abu, sehingga lembaga yang dibentuk bertujuan sebagai wadah yang memperjuangkan hak-hak dasar orang asli papua belumdiberdayakan secara baik, (e) Intervensi politik yang sangat kuat dari pemerintah; hal ini terlihatpada pembentukan provinsi papua barat dalam rangka kepentingan politik Jakarta, serta (f) Pembentukan MRP Papua Barat. Majelis Rakyat Papua (MRP) hams di berdayakan sebagai institusi yang memiliki kompetensi sejajar dengan institusi pemerintah lainnya (eksekutif/legislatit). Maka pengaturan mengcnai pelaksanaan tugas dan wewenang Majelis Rakyat Papua (MRP) hams menjadi perhatian semua pihak khususnya DPRP, Gubemur dan MRP. pengejawantahan dari perhatian tersebut adalah ketika..,.telah ditetapkan Perdasus tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan KewenanganMRP. Dengan uemikian saya berpendapat bahwa: pertama, Institusi MRP kemungkinan besar menjadi salah satu instrumen yang diperhitungkan negara dalam melancarkan politik memecah belah dan menguasai (divide and rule), sehingga upaya-upaya yang terkonsilidasi diPapua mudahdipecahkan dan dikuasai. Kedua, kelembagaan MRP sendiri bisa diperkirakan cenderung termodifikasi sebagai sarana konsilidasi yang berbasis pada politik teritorial atau juga politik etnisitasdi Papua.

LawNo. 21 of2001 on Special Autonomy for Papua is a policy that is strategic, in order to improveservices, acceleration of development, and community empowennent in the province of Papua,especially the indigenous people of Papua. Through this policy is expected to reduce the gap between Papua province with other provinces within the framework of the Unitary Republic of Indonesia, and will provide opportunities for indigenous people of Papua to participateas subjects of development. MRP is a cultural representative of the indigenous Papuans,who have specific authority for the protection of the rights of native Papuans to be 'based on respect for the customs and culture,- women's empowennent, and stabilization of harmoniousreligious life. Recruitment process is based on traditional elements, religious elements,and the female element. Toobtain a picture of the institutional capacity of MRP as a representative institution natives of Papua,as the ob}ectives to be achieved in this study, ,the author~ use this type of qualitative researchmethods of interviews and documentation studies. Furthennore, to obtain the validity / validityof the data, then the analysis also uses a qualitative approach. This st'.:dy w:\s conducted to answer the question, How Institutional Capacity of the PapuanPeople's Assembly? To answer these questions, theoretical framework is built include: MRP as a means of representation of indigenous people of Papua, institution, authority, recruitment,ethnicity, marginalization and MRP constraints in implementiiig the tasks and functions. The results of this study indicate, institutions Papuan People's Assembly (MRP) in carryingout the mandated duties and authorities there are some obstacles or barriers that are oftenencountered include: (a) The existence of half-hearted political attitude of the government, thus undermining the performance of the Papuan People's Assembly (MRP) , (b) There is suspicionof government (shadow separatism), (c) The recruitment process specific elements of customarynature of the selection of lower levels, so laden with political dinamics and the politicsof money, (d) Even the observer Papua issue, see the MRP, cultural institutions still gray, so that the institution established as a place that aims to fight for basic rights of indigenous peopleof Papua have not been properly empowered, (e) a very strong political intervention from thegovernment;this is seen in the formation of the province of West Papua's political interests in orderto Jakarta and (f) The establishment of the MRP of West Papua. Papuan People's Assembly (MRP) must be empowered as an institution that has the competence level with other government institutions (executive / legislative). Then the arrangementsconcerning the implementation of the duties and authority of the Papuan People's Assembly(MRP) should be a concern of aJJparties, especiaHythe DPRP, the Governor and the MRP.embodiment of such concern is when established Perdasus on Implementation Procedures Dutiesand Authority of the MRP. Thus I argue that, first, Institution MRP is likely to be one instrument that counts the state in the conduct of the political divide and conquer (divide and rule), so that efforts are terkonsilidasi diPapua easily solved and mastered. Second, institutional MRP itself can be estimatedas a means of consolidation tend to be modified based on the territorial politic of ethnicityor political also in Papua.

Kata Kunci : Kelembagaan,Representasi,Kultural,Orang Asli Papua. iv


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.