Laporkan Masalah

POTENSI BAKTERI ASAM LAKTAT INDIGENOUS SEBAGAI PENGHASIL ANGIOTENSIN I CONVERTING ENZYME INHIBITOR PADA FERMENTASI BEKASAM

Prima Retno Wikandari, Dra.,M.Si., Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, M.S.

2011 | Disertasi | S3 Ilmu Pangan

Bekasam adalah salah satu produk fermentasi ikan yang terbuat dari campuran ikan, nasi dan garam dengan komposisi tertentu. Dengan bahan dasar ikan yang merupakan sumber protein dan adanya bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi, diduga proses fermentasi bekasam dapat menghasilkan Angiotensin I Converting Enzyme (ACE) inhibitor yang merupakan suatu peptida hasil degradasi protein ikan oleh aktivitas proteolitik bakteri asam laktat . ACE adalah enzim yang mengubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II yang merupakan penyebab terjadinya hipertensi, sehingga penghambatan terhadap ACE akan mencegah terjadinya hipertensi. Penelitian tentang adanya ACE inhibitor pada bekasam dan studi tentang potensi bakteri asam laktat indigenous pada bekasam dalam menghasilkan ACE inhibitor belum pernah dilakukan sehingga merupakan kebaruan temuan dalam penelitian ini. Pendekatan dilakukan melalui beberapa tahap penelitian. Pada tahap awal dilakukan pembuatan bekasam dari bahan dasar ikan nila, bandeng dan tuna yang masing-masing mewaliki habitat hidup pada air tawar, air payau dan air laut untuk diketahui kemampuannya dalam menghasilkan ACE inhibitor dalam proses fermentasinya. Perbedaan habitat hidup diduga berpengaruh pada keragaman jenis mikroorganisme indigenous pada ikan yang tentunya juga berpengaruh pada keragaman jenis mikroorganisme proteolitik indigenous pada ikan. Keragaman ini diduga juga akan berpengaruh pada jenis dan jumlah peptida ACE inhibitor yang dihasilkan dari proses fermentasi bekasam sehingga akan berpengaruh juga terhadap besarnya aktivitas penghambatan ACE yang dihasilkan. Pada tahap selanjutnya dilakukan isolasi dan screening jenis bakteri asam laktat proteolitik indigenous bekasam yang mampu menghasilkan ACE inhibitor. Hasil tahap ini digunakan lebih lanjut untuk melihat potensi bakteri asam laktat terpilih sebagai kultur starter dalam pembuatan bekasam untuk meningkatkan aktivitas ACE inhibitor. Pada tahap selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui perubahan besarnya aktivitas ACE inhibitor pada bekasam oleh degradasi pepsin. Pengujian ini diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan fungsionalitasnya secara in vivo. Mengingat biasanya bekasam disimpan untuk dikonsumsi pada saat diperlukan maka kajian terhadap stabilitas ACE inhibitor selama penyimpanan juga perlu dilakukan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi bakteri asam laktat indigenous bekasam dalam menghasilkan ACE inhibitor dengan tujuan khusus (1) menguji besarnya aktivitas ACE inhibitor dari bekasam (2) mengidentifikasi jenis bakteri asam laktat (BAL) proteolitik indigenous bekasam, (3) mengidentifikasi BAL proteolitik yang mampu menghasilkan ACE inhibitor, (4) mengevaluasi potensi bakteri asam laktat indigenous bekasam sebagai kultur starter dalam meningkatkan aktivitas ACE inhibitor, (5) menganalisis besarnya perubahan aktivitas ACE inhibitor hasil hidrolisis enzim pepsin dan (6) menganalisis besarnya perubahan aktivitas ACE inhibitor pada bekasam karena pengaruh lama penyimpanan Penelitian dilakukan dalam 6 (enam) tahap yaitu: (I) Penelitian pendahuluan untuk mendapatkan kondisi fermentasi yang terbaik bagi pertumbuhan bakteri asam laktat, (II) Pengujian aktivitas ACE inhibitor bekasam, (III) Isolasi dan screening BAL proteolitik bekasam, (IV) Screening BAL proteolitik penghasil ACE inhibitor, (V) Fermentasi bekasam dengan penambahan kultur starter terpilih dan (VI) Pengujian besarnya perubahan aktivitas ACE inhibitor setelah dihidrolisis dengan enzim pepsin, dan selama penyimpanan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bekasam mempunyai aktivitas ACE inhibitor masing-masing 56,41± 6,16 % (bekasam nila), 66,07±4,23% (bekasam bandeng) dan 70,74 ± 2,98% (bekasam tuna). Diduga bahwa bakteri asam laktat indigenous bekasam berperan dalam menghasilkan ACE inhibitor selama proses fermentasi bekasam. Hasil ini ditunjang dengan data bahwa bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik 10 7 – 10 8 CFU/g, dengan menghasilkan nilai pH yang relatif rendah 4.40 – 4.78 dan total asam 1.63-1.86%. Aktivitas proteolitik bakteri asam laktat diduga mampu meningkatkan kadar protein terlarut hingga mencapai 8.67 – 9.84 mg/g sampel yang diduga terbentuk sejalan dengan aktivitas bakteri asam laktat proteolitik untuk menghasilkan ACE inhibitor. Hasil identifikasi lebih lanjut terhadap bakteri asam laktat indigenous bekasam, didapatkan 6 (enam) isolat masing-masing adalah L. plantarum B1765, L. plantarum B1465, L. plantarum N2352, L. plantarum T2565, L. pentosus B2555, dan Pediococcus pentosaceus B1661 yang mempunyai aktivitas proteolitik relatif tinggi dan bersifat homofermentatif terseleksi dari 150 isolat BAL indigenous bekasam. Selanjutnya dari hasil pengujian isolat tunggal BAL pada bekasam like product diketahui bahwa semua strain L. plantarum mampu menunjukkan aktivitas penghambatan ACE diatas 60%, dan aktivitas penghambatan tertinggi dihasilkan oleh L. plantarum B1765 dengan aktivitas penghambatan mencapai (68,17±1,32%). L. pentosus B2555 menunjukkan aktivitas penghambatan yang lebih rendah (56,61±4,28%) sedangkan P. pentosaceus B1661 menunjukkan penghambatan yang relatif kecil sebesar 18,66 ± 3,91%. Aktivitas penghambatan ini diketahui berkorelasi dengan konsentrasi peptida yang terbentuk selama proses fermentasi yang diduga sejalan dengan aktivitas proteolitik BAL dalam menghasilkan ACE inhibitor. Penambahan kultur starter terpilih L. plantarum B1765 pada fermentasi bekasam mampu meningkatkan aktivitas ACE inhibitor. Aktivitas ACE inhibitor pada bekasam dengan dengan fermentasi tanpa penambahan kultur starter mencapai 62,99%, sedangkan dengan penambahan kultur starter menunjukkan aktivitas penghambatan hingga 71,54%. Peningkatan aktivitas penghambatan ini diduga disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah populasi bakteri asam laktat yang diikuti dengan meningkatnya jumlah peptide yang terbentuk selama proses fermentasi. Dengan fermentasi tanpa penambahan kultur starter populasi bakteri asam laktat baru mencapai 10 9 CFU/g, sedangkan dengan penambahan kultur starter, populasi bakteri asam laktat dapat ditingkatkan hingga menjadi 10 10 CFU/g. Penambahan kultur starter juga mampu meningkatkan jumlah peptida yang terbentuk peptida hingga 10,87 mg/g sampel, lebih tinggi daripada yang dihasilkan pada fermentasi tanpa penambahan kultur starter yang baru mencapai 8,64 mg/g sampel pada akhir proses fermentasi. Hasil pengujian aktivitas ACE inhibitor bekasam baik dari proses fermentasi tanpa penambahan kultur starter maupun dengan penambahan kultur starter setelah perlakuan dengan enzim pepsin menunjukkan perubahan yang tidak signifikan. Aktivitas ACE inhibitor pada bekasam dengan penambahan kultur starter pada akhir fermentasi sebesar 71,54 ± 1,25%, setelah hidrolisis dengan pepsin aktivitas ACE inhibitor adalah 69,03 ± 1,08%, demikian pula pada bekasam dengan fermentasi tanpa penambahan kultur starter, aktivitas ACE inhibitor sebesar 62,99 ± 3,94%, dan relatif stabil setelah dihidrolisis dengan pepsin (61,14 ± 5,17). Dengan demikian ACE inhibitor pada bekasam diduga adalah peptida yang tidak terdegradasi lebih lanjut oleh enzim pepsin. Aktivitas ACE inhibitor bekasam juga stabil selama penyimpanan bekasam selama 45 hari pada suhu ± 40C baik pada bekasam dengan kultur starter maupun pada bekasam dengan fermentasi tanpa penambahan kultur starter.

Bekasam is a traditional fermented product made from mixture of fish, rice, and salt in a certain composition. Since it is a fermented product of proteinaceus material by lactic bacteria, it was assumed that this product contains Angiotensin I Converting Enzyme (ACE) inhibitor from peptides activities as a result of protein degradation during bekasam fermentation. The enzyme changes Angiotensin I to Angiotensin II, which is responsible in triggering hypertension, hence inhibiting the enzyme prevents the occurence of hypertension. The research aimed (1) to identify the ACE inhibitor activities in bekasam prepared from selected fish types, (2) to identify the strain of indigenous proteolytic lactic acid bacteria of bekasam, (3) to identify selected proteolytic lactic acid bacteria capable of producing ACE Inhibitor, (4) to evaluate the potential of selected lactic acid starter in bekasam fermentation in order to enhanche the ACE inhibitor activity, (5) to analyse the fate of ACE inhibitor activity in bekasam extract under pepsin digestion in vitro, and (6) to analyze the stability of ACE inhibitor activity of bekasam after 45 day storage at 4 0 C. Result indicated that there are inhibition of ACE activity in bekasam prepared from tylapia (Oreochromis nilotikus L) representing of fresh water fish (56.41%), milk fish (Chanos chanos) representing of brackish water (66.07%), and tuna (Tunus sp.) representing sea water (70.74%). The total lactic acid bacteria, pH, and soluble protein in the three samples were relatively the same, which were 10 7 - 10 8 , 4.40 – 4.78, and 8.67 – 9.84 mg/g, respectively. Further identification on 150 lactic acid bacteria isolates indicated that the 6 of them showed characteristics of high proteolytic activity and homofermentative, which belong to the species of Lactobacillus plantarum B1765, L. plantarum B1465, L. plantarum N2352, L. plantarum T2565, L. pentosus B2555, and Pediococcus pentosaceus B1661. Fermentation of milk fish using the 6 isolates produced bekasam-like products with ACE Inhibitor activities, from the highest to the lowest, of 68.17% for L. plantarum B1765, 62.54% for L. plantarum T2565, 61.56% for L. plantarum N2352, 56.51% for the L.pentosus B2555, 56.47% for L. plantarum B1465, and 18.66% for P.pentocaseus B1666. The ACE inbitory activities showed correlation with the growth of the lactic acid bacteria population and the peptide concentration along the fermentation process of bekasam. It was assumed that the ACE Inhibitor activity were due to peptides as the result of the bacterial proteolytic acitivity. Upon intervention of spontaneous fermentation by addition of selected starter culture (L. plantarum B1765) showed about 10% increase in the activity of ACE inhibitor. The starter addition also increased the lactic acid bacteria population, peptide concentration, and reduced the fermentation time. Upon in vitro digestion using pepsin on both bekasam under spontaneous fermentation and that under spontaneous fermentation with starter culture addition did not show any marked changes in ACE inhibitor activities, which were 62.99% and 71.54% before digestion and 61.14% and 69.03% after digestion, respectively. It indicated that no further digestion on the residual proteins and/or peptides of the bekasam materials. The digestion stability need to be expanded with other gastro-intestinal enzymes to ensure that the peptide having ACE Inhibitor activity will stand during the digestion process. Storage of bekasams, made by spontaneous fermentation and that under spontaneous fermentation with starter culture addition, at 4oC for 45 days did not reduce the activities of ACE Inhibitor in both bekasam products.

Kata Kunci : Bekasam, Fermentasi Ikan, Bakteri Asam Laktat Indigenous, Peptida, Angiotensin Converting I Enzyme Inhibitor.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.